Mohon tunggu...
Vira Chairunnisa
Vira Chairunnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kasus "Es Teh", UU ITE kah Solusinya?

13 Desember 2022   10:30 Diperbarui: 13 Desember 2022   10:32 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menurut Southeast Asia Freedom of Expression Network ("SAFEnet"), semenjak UU ITE diberlakukan, yaitu tahun 2008 sampai dengan 2019 telah terdapat 271 laporan kasus ke polisi terkait UU ITE. Umumnya para pelapor menggunakan Pasal 27 ayat (1) terkait konten yang melanggar kesusilaan; Pasal 27 ayat (3) terkait pencemaran nama baik; Pasal 28 ayat (2) terkait ujaran kebencian; dan Pasal 29 terkait ancaman kekerasan. Keakuratan data SAFEnet tercerminkan dari kasus pencemaran nama baik yang terkini yaitu kasus PT Es Teh Indonesia. PT Es Teh Indonesia melayangkan somasi kepada pengguna twitter dengan user @Gandhoyy karena dugaan tindakan pencemaran nama baik dan pemberian informasi keliru melalui postingan di media sosial, atau dengan kata lain menggunakan Pasal 27 ayat (3) UU ITE. 

Pelayangan somasi ini pun kemudian menimbulkan masalah, hal ini karena mengacu pendapat Sam Ardi, seorang pakar hukum, akademisi, dan dosen di Universitas Brawijaya, Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang berisi mengenai "pencemaran nama baik dan pemberian informasi keliru" tidak dapat dikaitkan dengan korporasi. Hal ini berarti diasumsikan bahwa somasi yang dikeluarkan oleh PT Es Teh Indonesia bersifat tidak valid. Penggunaan UU ITE tanpa konteks yang tepat oleh pihak korporasi kelak akan menimbulkan kesewenang-wenangan hukum dan misinformasi di kalangan masyarakat. Sebagai korporasi, sudah pasti bahwa PT Es Teh Indonesia memiliki kuasa hukum sendiri, atas dasar itu maka seharusnya kuasa hukum PT Es Teh Indonesia tidak gegabah dalam memutus suatu somasi serta menggali lebih dalam terkait pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku.

Regulasi Hukum yang Digunakan, Tepatkah?

Apabila kuasa hukum PT Es Teh Indonesia merujuk pada regulasi hukum di Indonesia, peristiwa penghinaan dan pencemaran nama baik termuat dalam UU ITE serta KUHP. Pada Pasal 27 ayat (3) UU ITE, dirumuskan bahwa UU ITE tidak menguraikan secara jelas tentang bagaimana suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai penghinaan atau pencemaran nama baik. Sementara itu pada KUHP sendiri, rumusan tindak pidana penghinaan diatur dalam Pasal 310 ayat (1). Selanjutnya dalam perkembangan KUHP, khususnya dalam teori-teori subjek hukum, badan hukum digolongkan sebagai subjek hukum, dimana posisinya sama dengan orang perseorangan. Berdasarkan regulasi hukum di atas, diketahui bahwa pada dasarnya korporasi mempunyai hak untuk menuntut apabila terjadi peristiwa perusakan kehormatan atau nama baik dengan cara penuduhan kepada korporasi tersebut. Jika dihubungkan dengan kasus PT Es Teh Indonesia, hal yang menjadi permasalahan terhadap somasi yang dilayangkan adalah regulasi hukum yang digunakan sebagai dasar peneguran.

Dasar Penuntutan dalam Somasi

Pada surat somasi yang dikeluarkan oleh PT Es Teh Indonesia tercantum tiga poin yang menjadi dasar penuntutan terhadap akun @Gandhoyy, yaitu penghinaan atau informasi yang menyesatkan, pemberian informasi keliru/menyesatkan, serta pencemaran nama baik. Dari ketiga poin di atas, masyarakat awam serta para praktisi hukum mengasumsikan bahwa landasan hukum somasi tersebut mengacu pada UU ITE, tepatnya pada Pasal 27 ayat (3). Hal ini dianggap keliru karena pada konteks kasus ini yang seharusnya digunakan sebagai landasan hukum adalah KUHP, tepatnya Pasal 310. Walaupun Pasal 27 ayat (3) pada UU ITE merupakan duplikasi dari Pasal 310 KUHP, namun penggunaan serta kontekstualisasinya pada macam-macam kasus tentu berbeda tafsir. Oleh karena itu, diperoleh kesimpulan bahwa ketentuan subjek hukum pada KUHP sudah bergeser sehingga korporasi merupakan salah satu subjek hukum yang sah, dimana korporasi memiliki hak untuk menjaga kehormatan dan nama baiknya, serta bahwa surat somasi yang dikeluarkan oleh PT Es Teh Indonesia bersifat tidak valid karena keambiguan penggunaan kata-kata serta kekeliruan landasan hukum yang digunakan. Atas dasar tersebut maka seharusnya kuasa hukum PT Es Teh Indonesia meninjau kembali penggunaan dasar hukum yang dijadikan landasan dikeluarkannya suatu somasi.

Pentingnya Interpretasi Hukum yang Matang

Sebagai seorang ahli hukum, seharusnya kuasa hukum PT Es Teh Indonesia mampu menginterpretasikan atau menafsirkan suatu peraturan hukum agar peraturan tersebut dapat menjadi aktif dan sesuai dengan peristiwa yang sedang berlangsung. Menafsirkan suatu undang-undang untuk menemukan hukumnya bukan hanya dilakukan oleh hakim semata, namun juga oleh ilmuwan sarjana hukum serta para pihak lainnya yang mempunyai kepentingan dengan perkara di pengadilan, terutama para pengacara. Akibat dari kegegabahan pengeluaran somasi, kuasa hukum PT Es Teh Indonesia telah tergelincir dalam metode interpretasi hukum. Hal ini merupakan masalah krusial karena diketahui bahwa kasus PT Es Teh Indonesia viral beberapa waktu yang lalu, yang berarti bahwa banyak masyarakat awam yang akan membaca surat somasi tersebut dan berasumsi bahwa apa yang dilakukan oleh kuasa hukum PT Es Teh Indonesia adalah hal yang tepat. 

Misinformasi ini akan menyebabkan kesalahpahaman di masyarakat yang akan menimbulkan maraknya kesewenang-wenangan di masyarakat. Penggunaan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang sedari awal sudah marak digunakan akan lebih sering lagi digunakan apabila kesalahan interpretasi hukum ini dibiasakan. Atas dasar tersebut maka sebagai masyarakat awam kita seharusnya mulai membentengi diri dari misinformasi hukum dengan membiasakan diri untuk mengecek kembali validasi segala informasi yang kita terima dari media sosial. Selain itu para ahli hukum serta calon ahli hukum seharusnya sedari awal membiasakan diri dalam menginterpretasikan hukum sehingga kelak tidak akan terjadi kesalahan lebih lanjut mengenai masalah penggunaan dasar hukum dalam menghadapi suatu perkara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun