Musim kemarau, tapi langit Jogja malah seperti lagi mood swing. Kadang pagi cerah, siangnya mendung, lalu sorenya hujan. Pernah juga pas jam 2 siang panas terik, lalu jam 4 langit sudah mendung gelap seperti mau magrib, tiba-tiba gerimis turun dan terjadi hujan deras.
Sering kali hujan datang seperti tamu tak diundang. Hal itu membuat saya berpikir dua kali kalau ingin mengangkat jemuran. Sudah capek-capek ambil jemuran, eh hujannya malah reda. Akhirnya hanya menyisakan cucian saya yang kembali basah. Saya jadi bingung sendiri, ini sebenarnya kemarau atau prank langit?
Bagi orang-orang seperti saya yang menggantungkan hidup cucian pada sinar matahari, fenomena cuaca seperti ini adalah ujian kesabaran. Sudah diatur strateginya, pagi-pagi jemur baju, harapannya kering sebelum magrib. Tapi kenyataannya, baru saja mau rebahan, hujan sudah turun seenaknya. Begitu terus hampir setiap hari di bulan Mei ini. Kalau tidak galau, namanya bukan musim kemarau 2025.
Awalnya saya kira ini cuma Jogja yang aneh. Tapi setelah membaca berita, ternyata ini fenomena cuaca skala nasional. Bahkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) secara resmi menyebutnya sebagai kemarau basah. Dilansir dari Kompas.com, disebutkan bahwa, "Proyeksi BMKG, fenomena kemarau basah akan berlangsung hingga akhir musim kemarau pada Agustus 2025."
Apa itu kemarau basah?
Secara umum, kita memahami musim kemarau sebagai periode minim hujan, langit cenderung cerah, dan udara biasanya lebih kering. Tapi, tahun ini agak berbeda. Hujan masih sering turun, meskipun secara klimatologis Indonesia sudah memasuki musim kemarau sejak April.
Fenomena inilah yang disebut kemarau basah, yaitu kemarau yang masih diwarnai curah hujan signifikan, terutama di siang hingga malam hari. Artinya, meskipun kita sudah masuk musim kering menurut kalender, kondisi atmosfer belum sepenuhnya mendukung pola kering seperti biasanya.
Menurut BMKG, penyebab kemarau basah ini cukup kompleks. Beberapa di antaranya adalah:
- Baca juga: Nuansa Senja di Langit Pandansari
Anomali suhu permukaan laut di wilayah Indonesia yang masih hangat, sehingga pasokan uap air tetap tinggi.
-
Aktivitas La Nia lemah, yang cenderung meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia.
Madden-Julian Oscillation (MJO) dan gelombang atmosfer lain yang memperkuat potensi hujan, meski sedang musim kemarau.