Mohon tunggu...
Egizhia Vio Sorando
Egizhia Vio Sorando Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga (NIM 24107030128) | viosorando455@gmail.com

Suka bikin tulisan yang disuka

Selanjutnya

Tutup

Film

Pentingnya Kesehatan Mental Menjadi Pesan yang Disampaikan Marvel Lewat Film Thunderbolts*

12 Mei 2025   11:20 Diperbarui: 12 Mei 2025   11:20 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Film Thunderbolts (Sumber: Instagram/@marvelstudios)

Beberapa hari yang lalu, Marvel baru saja menayangkan film terbarunya, yaitu Thunderbolts. Tapi kali ini, bukan sekadar pertarungan epik atau ledakan di mana-mana yang jadi sajian utama. Film ini membawa suasana yang lebih kelam, lebih dalam, dan lebih manusiawi.

Thunderbolts menceritakan sekelompok "pahlawan gagal" atau antihero yang dikumpulkan untuk menjalankan misi rahasia oleh Valentina Allegra de Fontaine. Mereka bukan tipe penyelamat dunia yang biasa terlihat di film Marvel. Yelena Belova, Bucky Barnes, Red Guardian, Taskmaster, Ghost, U.S. Agent---semuanya punya masa lalu kelam, luka batin, dan keraguan terhadap diri sendiri. Ditambah lagi, hadirnya Bob Reynolds alias Sentry, yang membawa dimensi psikologis lebih dalam ke dalam film ini.

Sentry bukan sekadar karakter dengan kekuatan super besar. Ia juga menjadi simbol nyata dari bagaimana seseorang bisa tampak kuat di luar, tapi hancur di dalam. Bob memiliki sisi gelap bernama The Void---bukan musuh dari luar, tapi manifestasi dari konflik batinnya sendiri. Dalam film ini, konflik utama bukan hanya soal melawan musuh fisik, tetapi juga tentang bagaimana setiap karakter berdamai dengan masa lalunya, termasuk Bob yang bergulat dengan gangguan mental yang membuat dirinya tak stabil.

Fenomena ini mengarah pada pembahasan mengenai kesehatan mental. Selama ini, dalam banyak narasi superhero, trauma dan masalah emosional kerap hanya jadi latar belakang atau justifikasi tindakan. Nah kali ini, Thunderbolts menjadikannya tema utama. Film ini mencoba menjawab pertanyaan sederhana tapi sering diabaikan: apa jadinya kalau orang-orang yang dituntut menyelamatkan dunia tapi belum bisa sembuh dari lukanya sendiri?

Kesehatan mental bukanlah topik baru, tapi masih sering disepelekan. Banyak orang menganggap bahwa gangguan mental seperti depresi, kecemasan, atau trauma hanyalah kelemahan pribadi. Padahal, kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Ketika tubuh sakit, seseorang akan istirahat dan berobat. Tapi ketika mental yang sakit, banyak yang memilih diam, menyembunyikan, atau justru menyalahkan diri sendiri.

Dalam kehidupan nyata, tidak sedikit orang yang berjuang dengan hal serupa seperti yang dialami Bob atau Bucky. Tekanan sosial, pengalaman masa lalu, hingga ekspektasi yang terlalu tinggi sering membuat seseorang merasa terisolasi atau tidak cukup baik. Karakter Bob Reynolds mencerminkan perasaan ini. Meski memiliki kekuatan setara dewa, Bob tidak mampu melawan The Void sendirian. Hal ini menjadi pengingat bahwa kekuatan terbesar seseorang bukan cuma soal fisik, tapi juga kemampuan untuk menghadapi diri sendiri.

Thunderbolts disajikan dengan pendekatan yang tidak menggurui. Film ini tidak menyelesaikan semua masalah karakter secara instan. Tidak ada satu adegan pun yang menyatakan "semua sudah baik-baik saja sekarang." Justru film ini memperlihatkan bahwa pemulihan itu proses. Bahwa menerima diri sendiri, mencari bantuan, dan membentuk dukungan sosial adalah bagian penting dalam menghadapi masalah mental.

Salah satu adegan yang paling menyentuh adalah ketika Bob mulai menyadari bahwa The Void bukan sesuatu yang bisa dia hilangkan sepenuhnya, melainkan sesuatu yang harus dia hadapi dan kendalikan. Dalam dunia nyata, ini serupa dengan bagaimana banyak orang belajar hidup berdampingan dengan trauma atau kondisi mental tertentu, bukan menghilangkannya secara ajaib.

Selain Bob, karakter lain seperti Bucky Barnes juga menunjukkan bagaimana masa lalu yang kelam terus terbayang-bayang membuatnya terpengaruh dengan cara berpikir dan bertindak. Film ini tidak mencoba memoles mereka menjadi sempurna. Justru ketidaksempurnaan itulah yang membuat mereka terasa nyata dan relevan.

Film ini seperti menyampaikan bahwa menjadi "pahlawan" bukan soal tanpa cela, tapi soal bagaimana tetap bertahan meski luka belum sepenuhnya sembuh. Bahwa menjadi kuat bukan berarti tak pernah rapuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun