Yogyakarta, menjadi langkah awal perjalanan penuh kerinduan. Jalanan kecil dan sesekali macet di beberapa titik tertentu, menjadi saksi bisu seorang gadis dengan hati tak karuan. "Gak sabar sampai rumah!" Sesekali kalimat itu terus mengusik hati. Memandang jalanan penuh kendaraan dengan pemilik yang membawa beberapa tas dan kardus, pertanda pulang kampung! Kembali menjejak ke pelabuhan ternyaman, tak sabar bersandar dalam hangat yang tak asing, pelukan nyaman yang selamanya menanti kepulangan penuh rindu.
Mudik ini ditemani GrabCar dan KAI, dua transformasi yang saling melengkapi perjalanan mudik. Pukul 10.23, perjalanan dimulai, menunggu GrabCar yang datang menjemput.
Sebagai seseorang yang lahir di Sumatera dan besar di NTB, mudik ke Klaten bagi saya sudah biasa, karena memiliki darah Jawa yang memang hampir setiap tahun kami pulang kampung untuk merayakan Lebaran bersama keluarga di kampung. Kuliah di Yogyakarta, karena memang ingin menuntut ilmu di sini. Mendapat kemudahan untuk pulang kampung ke Klaten itu hanya keuntungan tambahan bagi saya.
Lintasan menuju KAI Lempuyangan, memang tak pernah benar-benar sepi, terlebih saat Lebaran semakin dekat.Â
"Sudah mulai ramai penumpang mudik sejak minggu lalu, dan sebagian besar tujuan penumpang menuju Stasiun KAI Lempuyangan. Dari cerita beberapa penumpang, yang ingin mudik akan menitipkan motor pribadi ke teman atau keluarga yang tidak pulang kampung, dan memilih menggunakan GrabCar kemudian turun di KAI" ujar lanjut Gesta, pengemudi GrabCar.
Bagi saya, ini memang pilihan yang tepat, di tengah teriknya matahari, dan tenggorokan yang kering karena sedang berpuasa, menjadikan kombinasi dua transportasi ini, GrabCar dan KAI sebagai alternatif transportasi yang tepat bagi para pemudik, sehingga dapat membuat perjalanan lebih efisien dan praktis. GrabCar tentu dapat memudahkan perjalanan menuju stasiun tanpa perlu membawa kendaraan pribadi dan menawarkan harga yang terjangkau sesuai dengan jarak yang ingin di tempuh. Kemudian, dengan penggunaan KAI, selain dapat mengurangi kemacetan terutama saat mudik seperti ini, juga menawarkan harga yang murah. Dengan titik awal di KAI Lempuyangan dan turun di KAI Stasiun Klaten, hanya menghabiskan 8 ribu. Sementara, jika dibandingkan dengan kendaraan pribadi yang memerlukan bensin akan lebih banyak mengeluarkan biaya. Belum lagi lelah karena berkendara di saat berpuasa seperti ini.
Setelah perjalanan mudik yang membuat hati tak karuan karena bercampur kerinduan, tiba saatnya kembali menukar sapa dengan keluarga di kampung.Â
Sambil menunggu, terlihat orang-orang sedang sibuk mengangkat barang bawaan untuk segera kembali pada tempat tujuan masing-masing. Sementara di sisi lain, terlihat di depan Stasiun KAI Klaten tidak ramai pedagang kaki lima seperti sebelum bulan ramadan tiba, dan akan kembali ramai penjual menjelang ingin berbuka puasa.