Maka di akhir kisah, Shu-shu harus mencari kebahagiaan sejati dan kebebasan yang memerdekakannya, yakni  di Surga. Karena terlalu lelah di "sini." Detik selanjutnya Shu-shu pun "terjun bebas" dari lantai 21. Ia menyelesaikan hidupnya dari segala kelelahan hidup yang amat sangat melelahkan.
Kejadian tragis ini, Â membuat hati ibunya hancur. Ia hanya sanggup memeluk tubuh putrinya yang sudah dingin dan kaku. Papanya hanya diam kaku di samping putri semata wayangnya.
Pertanyaan reflektif, seperti apa pesan kisah Shu-shu untuk direnungkan? Demikiankah kasih ibu sepanjang masa itu adalah kasih yang mengikat dan tidak memerdekakan?
Sangat boleh jadi "Sebagai ibu Shu-shu atau orang tua yang lain bahwa semua yang dilakukan adalah bukti kasih yang nyata. Namun yang sangat dibutuhkan  adalah "kebijaksaan" dalam membimbing anak-anak agar mereka menemukan arah yang seharusnya menjadi milik mereka sendiri. Hal ini analog dengan kata Amzal: "Kebijaksanaan akan memelihara kehidupan." Mungkinkah ? ***