Mohon tunggu...
Vinsens Al Hayon
Vinsens Al Hayon Mohon Tunggu... Guru - Penyuluh-Guru

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyikapi Tragedi Kemanusiaan

6 Oktober 2022   19:27 Diperbarui: 6 Oktober 2022   19:28 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENYIKAPI  TRAGEDI  KEMANUSIAAN

(Catatan reflektif atas Kejadian di Pakistan dan Kanjuruhan)

Memasuki semester dua, tepatnya di akhir Agustus tahun 2022, telah terjadi banjir bandang yang mengerikan bahkan tiada berkesudahan memporak-porandakan Pakistan. Berita media mengabarkan hampir 1000 orang tewas dan ada lebih dari 33 juta orang terdampak.

Sebab-musebab tragedi banjir di Pakistan dikarenakan cura hujan tercatat mencapai 354,3 mm. Jumlah tersebut lebih dari tiga kali  lipat  curah hujan biasanya, yakni 113,7 mm, (KOMPAS .Com/4/10/22, 08.42).  Curah hujan yang amat tinggi ini merupakan penyebab utama banjir besar yang menghancurkan Pakistan.

Atau kata lainnya, di Pakistan sedang terjadi musim hujan yang sangat basah atau sedang mengalami musim muson atau musim hujan dengan waktu yang lebih pendek.

"Ketika keadaan musim pada level curah hujan sedikit, sebagaimana biasa, segala situasi kehidupan berjalan normal dengan perjuangan hidup yang sedikit lebih keras. Sedangkan ketika alam musim memberi lebih banyak hujan, kondisi dataran tempat huni tidak mampu mengelolanya atau menampungnya. Keadaan berubah tidak wajar, tidak sebagaimana biasa, dan lebih tragis: "Banjir bandang memakan ribuan korban."

Lalu apakah mesti gundah dan menyesali apa yang telah terjadi? Secara alami realita ini tidak bisa dipungkiri. Namun bagi kepentingan kehidupan ke depan, inilah momentum pembelajaran. Ini sikap bijak, sikap positif yang merwujud pada upaya untuk bangkit kembali dengan disupport oleh solidaritas kemanusiaan dan keikhlasan untuk berbagi kepada jutaan manusia yang terdampak.

Tidak lupa juga memahat kuat pesan spiritual dalam batin untuk pencerahan budi, bahwa "Waktu dan realita kemarin hanya bisa dikenang karena telah pergi,  namun ada keyakinan kecil bahwa "Pemilik Alam" masih setia merawat, menjaga "yang ada" di hari-hari selanjutnya." Karena itu harus bangkit.

Lepas dari tragedi banjir bandang di Pakistan, hadir kini tragedi Kanjuruhan. Tragedi ini menjadi sejarah buruk sepakbola tanah air. Ratusan nyawah melayang usai laga BRI Liga 1, antara Persebaya Surabaya vs Arema FC di Stadion Kanjuruhan Malang.

Lantas upaya mencaritahu sebab musebab tragedi itu digulirkan, dan sangat diharapkan agar terungkap "jalan terang" di sana sehingga lahirlah kepastian dan kebenaran causa prima  tregaedi kemanusiaan ini, dan dengan demikian segala analisis dan tafsir bias, terhindarkan.

Atas tragedi Kanjuruhan, terbentik suatu penegasan sederhana seperti ini: "Jika ketertiban (sikap tertib) menjadi hal yang dijunjung tinggi dan didukung sikap-mental tahu diri dan tahu batas" maka semuanya akan berjalan sebagaimana biasa,  normal. Para pemain siap berlaga dan menyelesaikan pertandingan pada level sportifitas ynag tinggi, dan penonton siap menonton sampai mengetahui hasil akhir dari pertandingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun