Mohon tunggu...
Vinka Ajeng Wulansari
Vinka Ajeng Wulansari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Jember

Mahasiswa semerter 7 Prodi S1 Akuntansi yang sedang melaksanakan kegiatan KKN

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

KKN BTV 3 UNEJ: Branding Produk, Inovasi Produk, dan Digital Marketing Produk Rengginang di Masa Pandemi Covid-19

31 Agustus 2021   23:22 Diperbarui: 31 Agustus 2021   23:42 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyuwangi, 31 Agustus 2021:

Sejak diumumkannya adanya pandemi Covid-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020, banyak aktivitas yang terhambat tak terkecuali aktivitas mahasiswa Universitas Jember. Banyak terobosan-terobosan yang dilakukan pemerintah agar masyarakat dapat tetap beraktivitas salah satunya kuliah daring. Mahasiswa yang hendak melakukan KKN juga ikut terhambat akibat pandemi Covid-19. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Jember membuat sebuah terobosan yaitu KKN Back to Village di mana mahasiswanya tetap dapat menjalankan KKN walau di tengah pandemi Covid-19 yang tengah mendera. Konsep dari KKN Back to Village ini, mahasiswa melaksanakan KKN mandiri di daerah asalnya masing-masing dan tentunya tetap menaati protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Pada tanggal 11 Agustus 2021 kemarin telah dilaksanakan penerjunan mahasiswa KKN Back to Village III dengan mengusung lima tema yaitu program pemberdayaan wirausaha masyarakat terdampak Covid-19, program inovasi teknologi/informasi dalam penanganan Covid-19, program pemberdayaan Bumdes/jaring pengaman desa penanganan Covid-19, program literasi desa pada masa pandemi Covid-19, dan program penanganan stunting dan aki akb.

Salah satu mahasiswa Universitas Jember yaitu Vinka melaksanakan KKN di Desa Glagah selama 30 hari dengan mengambil tema program pemberdayaan wirausaha masyarakat terdampak Covid-19. Desa Glagah merupakan Desa yang terletak di Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur. Jarak dari  Pusat Pemerintah Kabupaten Banyuwangi ke Desa Glagah yaitu sekitar 7 km. Desa Glagah terdiri dari 3 Dusun yaitu Dusun Krajan, Dusun Jambean, dan Dusun Kampungbaru. Menurut penjelasan beberapa sesepuh Desa Glagah, pada masa penjajahan Belanda, itulah untuk pertama kalinya Daerah itu disebut dengan nama GLAGAH, asal mulanya dari pembabatan hutan rumput GLAGAH. Penyebutan Daerah tersebut dengan nama "Glagah" adalah pertama kali di beri nama oleh seorang pengembara yang berasal dari Madura yang melakukan pembabatan pertama kali di daerah tersebut yang namanya tidak diketemukan namun hanya diketemukan petilasannya tertulis nama "KAI" yang artinya "Buyut/mbah" yang selama ini petilasan tersebut selalu dilakukan selamatan setiap tahunnya oleh masyarakat Desa Glagah, sehingga masyarakat menganggap bahwa "KAI" inilah yang pertama kali memberi nama Desa tersebut yaitu "DESA GLAGAH". 

Desa Glagah memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.481 jiwa, 173 di antaranya merupakan pelaku UMKM. Adanya pandemi Covid-19 ini memiliki dampak besar bagi pelaku UMKM, banyak yang penjualannya menurun drastis bahkan ada yang terhenti. Vinka sebagai mahasiswa yang sedang melaksanakan kegiatan KKN, dengan adanya KKN Vinka membantu salah satu pengusaha rengginang dalam membuat brand pada produknya, membuat label pada kemasan, inovasi produk serta meningkatkan penjualan dengan memperluas pemasaran. Berikut merupakan roadmap yang menjadi pedoman Vinka dalam melaksanakan kegiatan KKN:

Dokpri
Dokpri

Saat ini, banyak UMKM di Desa Glagah yang terdampak Covid-19, salah satunya yaitu penjual rengginang. Sejak adanya pandemi, penjulan menurun drastis, permintaan konsumen akan rengginang semakin menurun. Dengan kecanggihan teknologi saat ini, Vinka berencana memberikan pelatihan kepada penjual rengginang untuk memanfaatkan teknologi yang ada. Dengan memanfaatkan media sosial, penjual rengginang dapat memperluas pemasarannya hingga ke luar kota. Untuk memperluas pemasaran, dapat menggunakan aplikasi e-commerce seperti Shopee atau dapat memanfaatkan media sosial seperti Facebook, Instagram, dan lainnya. Aplikasi e-commerce juga dapat memudahkan pembeli dalam transaksinya dan juga memudahkan penjual dalam menawarkan produknya.

Dokpri
Dokpri

2 orang pada gambar di atas merupakan pasangan suami istri yang memiliki usaha rengginang. Mereka sudah berpuluh-puluh tahun memiliki usaha rengginang, dari awalnya membuat sesuai pesanan lalu rutin memproduksi 2-3kg hingga akhirnya 25-100kg. Adanya pandemi Covid-19, sangat berdampak pada penjualan rengginang Pak Sumito dan istrinya. Sebelum pandemi sekali produksi bisa mencapai 25-100kg, namun setelah adanya pandemi hanya memproduksi 5kg, apalagi semenjak diterapkannya PPKM penjualan mereka hanya sekitar 1-2 bungkus rengginang di mana satu bungkus berisi 1/2 kg rengginang seharga Rp 19.000.

Untuk membantu usaha Pak Sumito dan istrinya, Vinka membuat program kerja yaitu membuat brand pada produknya, membuat label pada kemasan, inovasi produk serta meningkatkan penjualan dengan memperluas pemasaran. Sebelumnya produk mereka tidak memiliki brand sendiri, jadi agar produk mudah dikenali, Vinka bersama Pak Sumito beserta istrinya membuat brand yaitu "Rengginang Rahayu" serta mencetak label untuk ditempelkan pada kemasan produk. Vinka bersama Pak Sumito beserta istrinya juga bersama-sama memilih kemasan baru. Selain itu, Vinka juga berbagi ilmu tentang cara menjual produk di e-commerce yaitu Shopee.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun