Mohon tunggu...
Vincent Setiawan
Vincent Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknik Elektro President University

Mahasiswa Teknik Elektro President University

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

UU ITE Hendak Direvisi, UU Penistaan Agama Kapan?

17 Februari 2021   12:53 Diperbarui: 17 Februari 2021   12:58 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belakangan ini, viral pernyataan Presiden Joko Widodo mengenai pemerintah tidak alergi dengan kritikan. Lantas saja, pernyataan ini langsung menjadi trending topic di lini masa. Bagaimana mungkin kita bisa mengkritik pemerintah dengan bebas jikalau buzzer-buzzer pemerintah malah melaporkan kita atas nama UU ITE ? Jangankan mengkritik, tidak sependapat saja bisa dilaporkan dengan UU ITE. Bisa kita lihat betapa banyaknya buzzer pemerintah seperti Abu Janda, Denny Siregar, dan lain-lain

Perdebatan tersebut pun akhirnya terdengar ke telinga Presiden Jokowi. Tidak perlu waktu lama, presiden merespon dengan pernyataan bahwa UU ITE dapat direvisi jikalau tidak memberikan keadilan. Setali tiga uang dengan Presiden, Kapolri, Listyo Sigit Prabowo pun mengatakan bahwa Polri akan berusaha untuk menyaring dengan seadil-adilnya semua laporan yang berkaitan dengan UU ITE.

Apakah ini hal yang bagus? Tentu saja. Karena sejak awal kemunculannya pun, UU ITE seringkali dijadikan oleh pemerintah ataupun simpatisan pemerintah untuk mengalahkan lawan-lawan politiknya. Mulai dari Jonru Ginting, hingga yang terbaru mungkin Novel Baswedan yang seringkali dianggap sebagai lawan politik pemerintah karena merupakan seorang "Taliban". Pasal-pasal karet dalam UU ini seringkali menjadi pedang yang sangat tajam, akan tetapi, pedang tersebut bermata dua. Di satu sisi, pemerintah bisa mengalahkan lawan-lawan politiknya, di sisi lain, kepercayaan rakyat pada pemerintah pun ikut tergerus.

Berbicara soal pasal karet, sebenarnya kurang afdol jika hanya soal UU ITE. Jauh sebelum UU ITE menjadi pasal  karet, terdapat satu buah UU yang sangat kontroversial yaitu UU Penistaan Agama. Bahkan, UU ini sudah menjadi sorotan publik baik di Indonesia maupun di mata dunia, jauh sebelum UU ITE disorot. Terutama setelah kasus Ahok yang dianggap menista agama Islam setelah mengutip ayat Al-Quran. Ahok bahkan didemo secara berjilid-jilid dengan angka cantik, hanya karena satu kasus. 

Kasus ini dianggap sebagai suatu upaya untuk menegakkan keadilan terhadap para penista agama. Padahal dalam pelaksanaannya, kaum-kaum yang menuntut Ahok untuk dijebloskan ke penjara lebih banyak melakukan rasisme. Bagi negara-negara demokrasi barat, mereka sangat aneh dengan penegakkan hukum di Indonesia ini.

Dalam dunia demokrasi yang sudah maju, UU penistaan agama sudah tidak mungkin ada lagi, karena kebebasan seseorang untuk berekspresi dijamin penuh oleh demokrasi tersebut. Akan tetapi, di Indonesia, pasal karet seperti pasal penistaan agama malah dijadikan sebagai suatu mahakarya yang luar biasa. Terutama oleh golongan orang-orang yang beragama secara garis keras. Sedangkan, penerapan UU terhadap perlindungan ras malah lembek. UU yang menjamin untuk tidak adanya rasisme malah sangat jarang ditegakkan, bahkan dalam beberapa tahun setelahnya, orang-orang papua mengalami diskriminasi ras. Diskriminasi ras bahkan dilindungi oleh negara. Hal ini dibuktikan dengan diburunya Veronica Koman yang menyuarakan kesetaraan di papua.

UU penistaan agama, di sisi lain malah terus saja diglorifikasikan. Meskipun UU tersebut sebenarnya merupakan salah satu UU yang berisi pasal karet, serta penerapannya juga tidak jelas. UU penistaan agama sejujurnya tidak diterapkan secara adil. Banyak orang-orang dari agama Mayoritas yang melakukan penistaan agama terhadap situs-situs suci agama-agama lain yang tidak mendapatkan hukuman yang berat. Bahkan belum lama ini, salah satu situs agama lokal Indonesia, dinistakan secara terang-terangan dengan diinjak oleh salah satu wanita yang menggunakan atribut keagamaan tertentu. Tentu saja, ini seharusnya ditindak jauh lebih berat daripada Ahok. Namun, pelaksanaannya malah berkebalikan.

Sudah jelas, bahwa sebenarnya bukan hanya UU ITE saja yang harus direvisi, melainkan UU lainnya pun harus direvisi jika mengandung pasal karet. Banyak sekali UU yang bisa kita jabarkan, mulai dari UU penistaan agama, Undang-undang pidana tentang pembunuhan, serta UU lainnya. Diperlukan juga ketegasan dari rakyat untuk mendorong pemerintah membetulkan Undang-undang karet tersebut, sehingga di masa yang akan datang tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Sekarang, tinggal kita lihat saja sebagai rakyat. Apakah dengan revisi UU ITE, UU tersebut akan bertindak menjadi semakin baik atau malah menjadi semakin buruk? Serta kita juga harus melihat ketegasan pemerintah untuk segera merevisi UU penistaan agama agar Indonesia kembali menjadi bangsa yang lebih baik ke depannya. 

Serta, haruslah kita melihat kepada siapa pemerintah berpihak, Rakyat atau malah ormas-ormas dan kaum radikal yang menginginkan UU penistaan agama tetap eksis?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun