Mohon tunggu...
Vinanjar
Vinanjar Mohon Tunggu... Foto/Videografer - -

Hanya penulis amatiran yang sekedar menuangkan hobi nya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Masih Terjadi Bullying di Era yang Sudah Milenial?

7 Desember 2019   14:07 Diperbarui: 7 Desember 2019   14:28 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kasus bullying bukan lagi merupakan hal asing di masyarakat. Kasus yang tiap tahun terjadi ini nampaknya sudah menjadi budaya dan mendarah daging. Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa pernah mengalami kasus bullying. Bullying kini tak hanya dilakukan secara langsung di dunia nyata tetapi juga dilakukan di dunia maya (cyberbullying) yang umumnya terjadi di media sosial.

Menurut Wiyani (2012) bullying merupakan perilaku negative yang dilakukan secara berulang-ulang oleh seseorang atau suatu kelompok dan ditujukan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun psikologis. Disisi lain, Sejiwa (2008) menyebutkan bahwa bullying adalah suatu tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang bertujuan untuk menyakiti seseorang sehingga orang tersebut merasa tertekan dan trauma. Bullying adalah situasi terjadinya penyalahgunaan kekuatan (baik itu fisik ataupun mental) yang dilakukan individu maupun kelompok kepada orang lain yang dianggap lebih lemah.

Bullying hampir terjadi setiap tahun di Indonesia. Pada per-mei 2019 sendiri ada 37 kasus yang dilaporkan ke KPAI baik pelaporan secara langsung maupun online. Dari 37 kasus ini 67% atau sebanyak 25 kasus trjadi di tingkat SD, 5 kasus di tingkat SMP, 6 kasus di tingkat SMA dan 1 kasus di tingkat Perguruan Tinggi.  Sedangkan dari data UNICEF sendiri pada tahun 2016 sebanyak 41-50% remaja pada usia 13-15 th pernah mengalami cyberbullying.

Baru-baru ini pengguna media sosial dikejutkan dengan kasus kematian salah satu artis Korea (Sulli) yang meninggal karena bunuh diri. Dikatakan penyebab dari bunuh diri yang dilakukan oleh Sulli adalah karena cyberbullying yang dia terima. Selain itu, bersamaan dengan kasus kematian Sulli yang disebabkan cyberbullying, seorang anak di Sulawesi juga mengalami hal yang sama. Ia mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri karena mendapat bullying dari teman-temannya.

Perilaku bullying merupakan tingkah laku yang kompleks. Anak-anak tidak dilahirkan untuk menjadi seorang pembully. Tingkah laku bully juga tidak diajarkan secara langsung kepada anak-anak. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi seorang anak berkembang menjadi pembully. Faktor-faktor tersebut termasuk faktor biologi dan temperamen, pengaruh keluarga, teman, dan lingkungan. Menurut penelitian, gabungan dari faktor individu, sosial, resiko lingkungan, dan perlindungan berpengaruh dalam menentukan perilaku bully (Verlinden, Herson & Thomas, 2000).

Yang pertama adalah faktor individu, Pembully cenderung menganggap dirinya senantiasa diancam dan berada dalam bahaya. Pembully ini biasanya bertindak menyerang sebelum diserang. 

Ini merupakan bentuk pembenaran dan dukungan terhadap tingkah laku agresif yang telah dilakukannya. Biasanya, pembully memiliki kekuatan secara fisik dengan penghargaan diri yang baik dan berkembang. Namun demikian pembully juga tidak memiliki perasaan bertanggungjawab terhadap tindakan yang telah mereka lakukan, selalu ingin mengontrol dan mendominasi, serta tidak mampu memahami dan menghargai orang lain. 

Sedangkan Anak-anak yang sering menjadi korban bully biasanya menonjolkan ciri-ciri tingkah laku internal seperti bersikap pasif, sensitif, pendiam, lemah dan tidak akan membalas sekiranya diserang atau diganggu (Nansel dkk, 2001). Secara umum, anak-anak yang menjadi korban bully karena mereka memiliki kepercayaan diri dan penghargaan diri (self esteem) yang rendah.

Yang kedua adalah faktor eksternal. Latar belakang keluarga turut memainkan peranan yang penting dalam membentuk perilaku bullying. Orang tua yang sering bertengkar atau berkelahi cenderung membentuk anak-anak yang beresiko untuk menjadi lebih agresif. Penggunaan kekerasan dan tindakan yang berlebihan dalam usaha mendisiplinkan anak-anak oleh orang tua, pengasuh, dan guru secara tidak langsung, mendorong perilaku bully di kalangan anak-anak.

Penyebab bullying ada bermacam-macam jenisnya. Yang pertama adalah sosial dominan. Sosial dominan ini adalah sikap individu yang merasa berada  lebih  jauh diatas si korban pembully. Dimana sosial dominan merupakan suatu usaha untuk menghegemoni kelompok lain, jadi ingin menguasai kelompok lain, ingin lebih terkenal dari kelompok lain. 

Selain itu juga ada faktor lain yaitu eksistensi, eksistensi dari si pembully untuk menunjukkan bahwa ia lebih kuat daripada orang lain. Ada juga harga diri dan value. Value merupakan nilai-nilai yang mana pelaku memiliki nilai didalam dirinya bahwa "ya kamu ini pantas saya bully, kamu itu perlu saya bully agar nanti kamu itu tidak ngelunjak, tidak sombong". Jadi value sendiri berkembang di masyarakat karena tidak adanya filter didalam masyarakat itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun