Mohon tunggu...
Vilya Lakstian
Vilya Lakstian Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Penulis adalah Dosen Linguistik di Jurusan Sastra Inggris dan Pusat Pengembangan Bahasa IAIN Surakarta, Akademi Bahasa Asing Harapan Bangsa, dan International Hospitality Center. Selain mengajar mahasiswa, dia juga mengajar untuk staff hotel, pelayaran, dan pramugari. Penulis adalah lulusan Pascasarjana Prodi Linguistik Deskriptif di Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Sarjana Sastra Inggris konsentrasi Linguistik di IAIN Surakarta. Penulis aktif dalam penelitian dan kajian sosial. Penulis juga sering menulis untuk media massa, dan penelitian untuk jurnal. Dalam berbagai kajian bahasa yang telah dilakukannya, linguistik sistemik fungsional menjadi topik yang sering dibahas dan dikembangkan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Earth Hour 2016: Gelap yang Memberi Pencerahan

19 Maret 2016   17:28 Diperbarui: 19 Maret 2016   17:42 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ketika Earth Hour berlangsung, kita tetap bisa beraktifitas dalam kesederhanaan"][/caption]

Gerakan mematikan lampu selama satu jam (Earth Hour) telah menjadi agenda rutin setiap tahun. Konsumsi energi masyarakat dunia meningkat seiring dengan perkembangan temuan-temuan berenergi listrik. Sudah menjadi kebutuhan bagi manusia, listrik menjadi dimensi manusia modern selain ruang dan waktu.


Tidak terasa juga kesuksesan gerakan Earth Hour berlangsung hingga kini. Saya ingat ketika gerakan ini mulai dipopulerkan di Indonesia, ketika saya sedang semangatnya memasuki bangku kuliah sarjana S1. Dalam sosialisasinya, World Wide Fund for Nature (WWF) mengajak masyarakat untuk berperanserta dalam menyebarkan informasi gerakan hemat energi ini. Ketika itu juga saya menulis untuk WWF. Alhamdulillah, tulisan saya terpilih untuk dipublikasikan di situs resminya. Tulisan itu adalah pengalaman pertama mengikuti gerakan ini. Pada saat itu, gerakan Earth Hour belum seramai sekarang. Jalan raya masih terang benderang, apalagi tetangga, tidak ada satupun yang mengikutinya. Saya ceritakan di artikel itu.
Ternyata hanya dengan mematikan lampu di rumah masing-masing, bisa menciptakan kebersamaan. Ketika kami melakukannya, kami sekeluarga tampak erat. Duduk melingkar dengan sebuah lilin di tengah-tengah kami. Bercerita dan tertawa bersama, tidak pernah sehangat ini. Sangat mengesankan, hingga tidak sadar satu jam telah berlalu. 


Makna Semiotik dari 60+
Memaknai 60+ yang selalu berdiri bersama Earth Hour, angka itu menunjukkan lamanya gerakan ini dilakukan yaitu selama 60 menit. Tanda plus “+” memiliki interpretasi yang beragam. 


Secara simbol, + menunjukkan adanya penambahan, sesuatu yang bersama simbol itu ditambahkan, hingga muncul hasil dari pertambahan itu. Berawal dari temuan bahwa penggunaan listrik di masyarakat bertambah, perilaku bijaksana dalam menggunakannya juga harus menjadi perhatian. Jangan sampai kebutuhan listrik menipis karena tidak mampu mengejar laju kebutuhan di masyarakat. Ketika kebutuhan meningkat, sumber daya untuk mengangkat pasokan listrik juga bertambah. Padahal, diperlukan hasil tambang juga untuk mengimbanginya. Apalagi hasil tambang sifatnya tidak bisa diperbarui karena membutuhkan waktu yang sangat lama. Tidak bisa mengatasinya, pasokan habis, tambang juga berdampak. Dinamisme aktifitas manusia bisa-bisa mandeg karena dominasi berbagai benda kebutuhan manusia yang lebih elektrikal. Oleh karena itu, energi alternatif seperti dengan panas bumi, sinar matahari, angin, dan sebagainya itu perlu dipersiapkan. 


Bumi perlu istirahat. Sejenak, 60 menit saja (itu minimal) kita biarkan bumi bernafas dan mengurangi emisi yang biasa kita hasilkan sehari-hari, karena emisi ini juga yang menjadi biangnya perubahan iklim.


Langkah Kecil untuk Manfaat yang Besar!
Menurut PLN Bali, seperti dikutip dari Kompas.com, semangat Earth Hour akan menurunkan beban listrik yang diprediksi mengurangi listrik 41 megawatt dibandingkan 36 megawatt tahun lalu.


Maka, sampailah kita memahami makna “+” pada 60+ Earth Hour. Berhiaskan penampakan benua-benua dan samudra pada simbol tersebut, Earth Hour menyadarkan kita akan pentingnya 60 menit yang berguna dan memberi manfaat plus bagi alam! Bumi telah siap menerima kita jutaan hingga milyaran tahun yang lalu– mulai sejak ditimbunnya sumber daya alam dari jaman purba hingga dapat kita gunakan saat ini, begitu juga udara yang sehat agar siapapun yang hidup di dalamnya berlanjut, beranak, berkembang, dan berperadaban. 


Earth Hour kali ini diikuti oleh 170 negara. Gerakan ini bukan hanya untuk mematikan lampu, tetapi juga menyadarkan dan menginspirasi dunia untuk hidup seimbang. Ada 10.400 monumen dan landmark di dunia turut serta mematikan cahayanya yang berkilauan (Mirror.co.uk). 


Yang menarik dari kegiatan ini adalah bagaimana kita hidup dalam keheningan dan kedamaian dengan alam. Bukan hanya diam atau duduk menunggu dalam gelap, tetapi esensinya adalah bagaimana kita menikmatinya, seberapa besar kita tetap bisa beraktifitas. Sama halnya ketika nenk moyang kita dahulu tetap bisa bekerja, berkarya, dan berbahagia cukup bersama langit malam dan sinar bulan. Ada banyak hal yang tetap dapat kita lakukan, contohnya seperti yang kami lakukan di atas tadi – mempererat aspek sosial. Candle light dinner? Bisa jadi konteks yang bagus! Semarakkan kegiatanmu ketika Earth Hour! 


Hari ini, 19 Maret 2016 adalah saatnya. Jangan lupa untuk mematikan lampu anda mulai jam 20.30-21.30 WIB. Di kota saya, ada peringatan Earth Hour di Halaman Balai Kota Surakarta. Kalau mau datang, jangan lupa matikan lampu ya!

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun