Mohon tunggu...
VIKTORINUS REMA GARE
VIKTORINUS REMA GARE Mohon Tunggu... Guru - Apa adanya,jujur,bertanggung jawab dan pekerja keras
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pejuang Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Menepis Badai (Bagian Kedelapan)

5 Maret 2021   00:05 Diperbarui: 5 Maret 2021   00:56 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Berpasrah diri (sumber:mascecep345.blogspot.com)

Berpasrah,Berdoa, dan Di Tolong Tuhan

"Kamu harus bisa membagi waktu antara kerja dengan kuliah. Kedua-duanya harus jalan tampa harus mengorbankan salah satunya"

Dua minggu kemudian, aku kembali ke Makassar dengan KM Awu dari pelabuhan Maumere.

Seperti biasanya, mungkin sudah menjadi kebiasaanku jika di kapal, aku memilih duduk sendiri di dek kapal yang paling atas dekat cerobong asap kapal. Di situ aku bisa lebih leluasa memandang hamparan samudera luas yang tak berujung dan bertepi. Aku bisa memandang gulungan ombak menghempas lambung kapal. Aku bisa melihat kawanan ikan yang berkejaran, seakan ingin berlomba dengan laju kapal.

Saat-saat seperti itu, pikiranku melayang jauh, sejauh luasnya samudera. Terkenang kembali kisah tentang duka hati yang belum genap sebulan teralami. Tiada sadar, pandangan menerawang jauh, butiran air mata membasahi pipi. Ya, ku menangis di dek kapal. 

Di saat seperti itu, sekelabat bayangan semu tak bersuara kembali hadir dalam ingatan. Ya, wajah bapakku. Tekenang diingatan akan semua kata yang tertulis indah di suratnya terakhir untukku kala itu. Kata-kata haru, kata-kata penguatan dari seorang bapak untuk anaknya nun jauh di sana. 

Untaian katademi kata yang terakit indah menjadi untai kalimat motivasi yang terwariskan untukku di penghujung pengembaraanya di dunia . Agar diriku tak mudah putus asa walau gelombang kehidupan menghempas.

Jauh di sudut hati, aku berjanji padanya yang pasti mendengarnya. "Bapak, ku janji, akan memenuhi semua asamu, walau kini engkau di alam sana". "Aku percaya, bapa selalu ada bersamaku dimanapun aku berada". "Ini janjiku, bila ku tiba di Makassar nanti, apapun yang terjadi aku akan berjuang mencari pekerjaan paruh waktu demi membiayai kuliahku". "Hadirlah bersamaku disetiap perjalananku" .

Angin semilir dan birunya air laut , berubah menjadi angin sepoih-sepoih basah menerpa tubuhku. Tak terasa, aku terlelap di atas dek kapal. Dengan langit atapnya dan bintang lampunya.

Pukul 04.00 Wita dini hari, klakson KM.Awu berbunyi tiga kali sebagai isyarat pelabuhan sudah dekat. Aku terjaga. Sejauh mata memandang, pelabuhan Soekarno-Hatta dengan kerlap-kerlip lampu bak permadani samar-samar terlihat. Makassar, aku kembali.

***

Seperti biasanya, pukul 08.00 pagi aku berangkat ke kampus. Dengan asa tersisa, kulangkahkan kakiku menyusuri lorong pemukiman warga perumahan Manuruki menunju kampus Universitas Negeri Makassar Parangtambung.

Dalam perjalanan, aku berpapasan dengan pak Udin.  Pak Udin adalah karyawan perusahaan jasa Konstruksi PT. Brantas Abipraya (Persero) cabang IV Makassar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun