"Termasuk nambah cemilan mas?"
"Pastinya masuk daftar. Coba tebak harga percup take away Dawet Kani?"
"10 ribu?"
"Enam ribu saja. Mau minum di kedai atau bawa pulang tetap sama harga!"
Acara tebak-tebakan berhenti kembali saat ada pesanan untuk 10 cup dengan dua varian. Kedai Dawet Kani memang baru buka tanggal 1 Oktober 2020 tapi rupanya sudah ramai pembeli. Saya melanjutkan mendulang cendol yang tersisa sembari menunggu mas Danial menyelesaikan pesanan.Â
Oya cendol juga buatan sendiri dari 3 Kg Tepung Sagu bewarna merah (Tepung Sagu mempunyai 3 jenis kualitas yang bisa ditandai dengan warna masing-masing). Biasanya cendol dibuat dari Tepung Beras namun salah satu ciri khas dari Dawet Kani memang penggunaan Tepung Sagu yang disaring memakai kain khusus sebagai bahan cendol. Alhasil memang lembut dan lebih mudah dicerna saat dikonsumsi.Â
Nah untuk 100 gelas Dawet Kani memerlukan 3 kg cendol matang, jadi bisa hitung sendiri berapa cendol yang dibutuhkan bila ada pesanan sampai 300 gelas.
"Mas belajar dari mana kok bisa mengolah dawet sendiri?" pertanyaan saya kembali saat uang kembalian untuk pembeli sudah selesai disodorkan. "Belajar langsung ke keluarga penjual dawet di Pasar Kliwon Kudus mba. Empat bulan sendiri di sana, mulai dari belanja bahan-bahan, mengolah sampai melayani pembeli. Di sana bisa 60 gelas setiap transaksi, belum lagi pesanan dari kantor di sekitarnya!"
Dan acara tebak-tebakan kami berhenti saat teman memberikan kode untuk segera ke acara selanjutnya. Tak lupa 4 cup Dawet Kani dengan dua varian sudah terbungkus rapi, siap kami bawa pulang untuk keluarga. Yuk lah kapan lagi ke kedai Dawet Kani lagi mencicipi varian rasa terbarunya. Dawet legendaris khas Kudus sudah merambah Yogyakarta loh gaes! Dunia kuliner kota Gudeg bertambah lagi semaraknya!