Mohon tunggu...
Xavier Kharis
Xavier Kharis Mohon Tunggu... -

“Dalam kesadaran moral ku, mata Allah menatapku, dan sejak itu, tak pernah dapat aku melupakan bahwa mata itu memandangku” (Kierkergaard)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tuhan? Tidak Ada Jalan Lain?

30 Maret 2019   19:37 Diperbarui: 30 Maret 2019   19:40 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya yakin, membaca judul di atas saja sudah banyak orang yang gerah dan sedikit emosi. Seperti biasa, saya selalu menghadirkan kegelisahan ketika saya menyampaikan sebuah topik yang akan saya bahas dan kita pahami bersama. Saya mencoba berasumsi bahwa banyak orang akan berprasangka bahwa tulisan saya kali ini hendak menunjukan bahwa Tuhan itu tidak mutlak. Silahkan aja deh. Anda boleh berasumsi di awal asal anda membaca tulisan saya sampai akhir. Apalagi kalau anda respon dan like, saya ikutan senang, hehehe...

Sebenarnya topik ini adalah makanan saya ketika masih semester satu, beberapa tahun yang lalu. Secara sederhana, dan saya yakin banyak orang sudah memahami bahwa dalam kehidupan ini ada dua dimensi mengenai Sang Ilahi, yakni sebagai pribadi/eksistensi yang berupaya menyatakan diri-Nya, serta "Tuhan" sebagai rumusan/konsep berpikir manusia mengenai Sang Ilahi. Keduanya berbeda, tetapi tidak bisa dipisahkan begitu saja. Mengapa? Karena Tuhan sendiri merupakan konsep yang membuat manusia memahami Sang Ilahi, yang transenden (tak terbatas) dan penuh dengan misteri. Dengan adanya konsep Tuhan, maka sebenarnya manusia telah membatasi "Dia" yang tidak terbatas itu untuk mengenal dan memahami-Nya.

Kurios dan Theos...

Akan tetapi yang menjadi suatu penyakit yang buruk di Indonesia adalah, ketika Tuhan (Kurios) dan Sang Ilahi (Allah/Theos) dianggap sama dan satu hakikat. Hal inilah yang malah menjebak manusia, terutama orang-orang Indonesia ketika berbicara soal konsep Tuhan. Mereka akan selalu kesulitan ketika harus berdiskusi mengenai Tuhan. Bahkan penyamaan hakikat ini akan mematikan diskusi, karena kalau berbicara tentang Tuhan secara kritis, maka akan ada bagian-bagian yang dianggap tabu (bahkan dosa).

Jika kita mendalami sedikit, Tuhan dalam bahasa Yunani berarti Kurios. Kata "Kurios" tidaklah selalu merujuk kepada Tuhan yang Ilahi, tetapi menjadi suatu gelar atau panggilan terhadap sosok yang dihormati atau ditinggikan (tuan). Dari permainan kata semacam ini saja kita sudah memahami bahwa di balik paham Kurios kepada Sang Ilahi, berarti konsep "Dia" adalah "yang dihormati", "yang diagungkan dan dimuliakan". Maka yang menjadi pertanyaan saya adalah, bukankah selama ini manusia sendiri telah semakin mempersempit kebebasan pandangan dan penghayatan terhadap Sang Ilahi?

Membongkar kepastian Tuhan...

Hal tersebut menjadi meradang ketika beragam keyakinan mulai memutlakan konsepnya masing-masing mengenai "Dia" Sang Ilahi. Saya rasa tidak ada yang salah ketika setiap keyakinan memegang teguh pahamnya, karena konsep itu adalah pandangan dan penghayatan yang mereka hidupi masing-masing. Tetapi ketika manusia berpikir secara sempit, tanpa adanya alternatif, maka yang terjadi adalah gaya yang legalistis dan beranggapan bahwa selain yang ada di dalam "our circle" pasti salah dan sesat. Umat beragama dengan segala konsep mereka juga seakan memiliki "our circle" mereka sendiri. Sehingga mereka akan memandang rendah bahkan salah terhadap pandangan di luar cara pandang mereka.

Disini saya mempertanyakan, bukankah untuk memperkaya pemahaman dan penghayatan, dibutuhkan keterbukaan untuk memahami konsep di luar kepastian mereka mengenai Tuhan? Selain mendapat pemahaman baru, mereka juga tidak akan main judge terhadap konsep-konsep lain. Karena perlu disadari pula bahwa zaman sudah berkembang, begitu pula dengan pemikiran. Sang Ilahi yang kita kenal melalui Tuhan pada masa kini sudah tidak hanya dipikirkan melalui perspektif agama dan keyakinan belaka. Jika zaman bisa terus maju dan berubah, masa "Dia" yang kita imani cuma gitu-gitu aja? Hehehe...

Bahkan seringkali kita sebagai pemeluk keyakinan memandang rendah dan buruk terhadap mereka yang mengatakan "Tuhan itu tidak ada" dan semacamnya. Disini yang menjadi pertanyaan siapa yang salah? Mereka? Atau kita?

Dengan adanya alternatif dalam memahami konsep mengenai "Dia", setidaknya membantu kita memahami cara berpikir orang-orang seperti demikian. Tadi saya katakan bahwa Tuhan dan Sang Ilahi tidak bisa disamakan begitu saja. 

Ya, disinilah cara berpikir tersebut berguna. Memang sulit menerima mereka yang menyatakan bahwa Tuhan itu tidak ada. Tetapi kita juga perlu mendalami, bukankah itu juga konsep? Sehingga mereka memahami konsep Sang Ilahi yang tak terbatas melalui konsep "ketiadaan" atau "ketiadaan Tuhan" karena "Dia" begitu luasnya sehingga manusia tak dapat menggapai-Nya dan menyelami-Nya...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun