Mohon tunggu...
Viecri Bendarwis Adikara
Viecri Bendarwis Adikara Mohon Tunggu... Lainnya - manusia yang berusaha memanusiakan manusia🔅

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga NIM: 20107030058

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Festival Lampion, Bukti Legalnya Agama Konghucu di Indonesia

3 Maret 2021   09:27 Diperbarui: 3 Maret 2021   10:14 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Surakarta atau yang biasa kita kenal dengan Solo ialah kota yang berada di indonesia teapatnya di provinsi Jawa Tengah. Kota ini terkanal akan budayanya. Baik makanan, keindahan tata ruang kotanya serta banyak terdapat tempat wisata yang ada baik wisata religi dan lain-lain. 

Selain itu yang paling mengesankan dan menyimpan banyak memori adalah kesopanan dan keramahan masyarakatnya yang menjadikan banyak orang selalu ingat dan rindu dengan kota Solo, bahkan ketika orang menyebut nama Solo yang terlintas pertama dipikiranya adalah tentang kesopanan dan keramahan orang-orangnya.

Berbicara mengenai budaya di kota ini tidak lepas dari yang namanya "Lampion", festival ini digelar setahun sekali dalam perayaan Imlek.  Tepatnya di dekat pasar Gedhe, lalu mengapa bisa terciptanya suatu festival tahunan untuk memperingati imlek seperti itu? Tentunya tidak lepas dari kilas balik sejarah masa lampau yang melatar belakanginya.

Dahulu kala umat khonghucu mengalami diskriminasi entah dilarang merayakan festival keaagaman dan bahkan belum diakui menjadi agama di Indonesia akan tetapi pada masa pemerintahan presiden Idonesia yang ke-4 Adurrahman Wahid atau yang biasa dikenal dengan sebutan Gusdur, beliau menetapkan dan menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina. 

Dalam diktum menimbang, disebutkan bahwa selama ini pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, Adat Istiadat Cina dirasa oleh Warga Negara Indonesia keturunan Cina telah membatasi ruang geraknya dalam menyelenggarakan kegiatan keagamaan, kepercayaan, Adat Istiadatnya. Selain itu disebutkan bahwa penyelenggaraan kegiatan agama, kepercayaan, dan adat istiadat pada hakikatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hak asasi manusia. 

Dengan adanya Keppres ini, Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaa, dan Adat Istiadat Cina dicabut dan penyelenggaraan kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat istiadat Cina dilaksanakan tanpa memerlukan izin khusus sebagaimana berlangsung sebelumnya. Keputusan Tersebut berlaku sejak 17 Januari 2000.

Pengakuan Khonghucu sebagai agama yang diakui pada masa pemerintahan Gusdur membawa dampak yang amat banyak dalam perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Tidak hanya berhenti pada pengakuan agama saja namun juga diperbolehkannya budaya Cina untuk dipelajari dan dipertunjukkan di Indonesia. 

Berbagai pengakuan seperti pemberian hak-hak sipil dan berpolitik, sosial dan budaya yang pada masa sebelumnya tidak pernah didapatkan oleh etnis Tionghoa.

Berkat pengakuan dari Gusdur yang bapak humanis itu kemudian diadakannya sebuah budaya festival lampion muncul di kota solo dan kota lainya akan tetapi yang paling menarik dan terkesan yakni ada di solo, selain itu budaya lampion itu merupakan hasil asimilasi dua budaya antara budaya tionghoa dan budaya jawa, sebagai buktinya, setiap kali perayaan Imlek, Solo selalu menyelenggarakan Grebeg Sudiro. Grebeg Sudiro merupakan kirab budaya yang dilakukan saat Imlek tiba. 

Warga setempat berbaur membuat gunungan yang terbuat dari kue keranjang. Mereka berjalan mengambil rute mengelilingi Kelurahaan Sudiroprajan, kampung pecinan di Solo.

lampion khas dengan bentuk bulat berwarna merah menggelantung, mulai terpasang di sepanjang jalan. Sekitar Kelenteng Tien Kok Sie Pasar Gede juga sudah mulai bersolek. Pagar depan dan kedua pintu masuk Klenteng kecil ini telah dipasang selendang dan pita berwarna merah menyala. Cahaya lilin dan kertas juga dijadikan hiasan. 

Kawasan Pasar Gede menjadi daya tarik bagi muda-mudi dalam menikmati malam. Wisatawan asal kartasura yang malam itu datang bersama teman-temannya, khusus menempuh perjalanan 30 menit dengan sepeda motornya untuk menikmati dan menyambangi malam merah menyala Kota Solo sekaligus mencicipi jajanan kuliner dan tidak lupa untuk berfoto ria diantara lautan manusia yang tengah berfoto di dekat lampion tersebut. "Ini pertama kali datang dalam perayaan imlek. Penasaran aja dengan suasana imlek di solo yang katanya menarik" ujar wisatawan dalam sebuah wawancara.

Sekitar 5000 an lampion terpasang di depan pasar Gedhe dan panitia perayaan festival imlek juga memasang lampion dengan bentuk 12 shio, serta neon box 12 shio, lampion shio tikus dan lampion Dewa Rejeki di Koridor Jensud hingga kawasan Pasar Gede. Selain festival lampion itu para pendatang juga disuguhi dengan perahu hias yang berjalan diatas kali pepe dengan pemandangan diatasnya yakni ribuan lampion yang terpampang, Perahu tersebut akan dijalankan oleh juru mudinya pada pukul 17.00 WIB sampai pukul 21.00 WIB Karena itu pihaknya menyediakan penggal Kali Pepe yang melintas di tengah Kota Solo ini sepanjang 300 meter. Penumpang yang akan merasakan sensasi tersebut dipungut biaya Rp10.000 per orang, yang berkapasitas sekitar 11 orang, Untuk menjamin keamanan, perahu hanya boleh ditumpangi maksimal tujuh orang untuk sekali perjalanan.memang banyak para pengunjung yang mengeluh akibat kalinya bau akan tetapi jika tidak menaiki perahu tersebut akan merasa kurang karena itu sebuah pengalaman baru yang hanya bisa didapatkan setahun sekali saat perayaan imlek.

Guna menyemarakkan suasana keramaian tersebut pihak panitia penyelenggara juga menggelar bazar makanan dan minuman, pakaian dengan harga yang tentunya tidak akan merogoh kantong anda terlalu banyak yang berada di tepi Kali Pepe yang menampilkan potensi ekonomi rakyat dan mereka menyiasati agar pengunjung tidak merasa bosan mereka menggelar hiburan di tempat tersebut selama acara digelar."Hiburan yang kami adakan setiap malam diusahakan ganti terus. Di antaranya ada Koes Plus-an, musik bambu, band dan sebagainya," ujar Yunanto selaku pihak panitia penyelenggara.

Semua acara ini, festival ini diadakan tidak luput peran dari sang bapak pluralis kita yakni Abdurahman Wahid atau Gusdur, oleh karena itu hargailah jasa beliau karena berkat beliau orang tionghoa bisa bebas berekspresi akan agama mereka dan jangan jadikan alasan agama untuk perbedaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun