Mohon tunggu...
Vidia Hamenda
Vidia Hamenda Mohon Tunggu... Ahli Gizi - pegawai

suka nulis dan jalan jalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tak Ada Guna Melihat Dunia dengan Fanatisme Sempit

6 Desember 2017   05:20 Diperbarui: 6 Desember 2017   06:15 2051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: theoriticaleyes.blogspot.com

Tiga bahkan empat tahun ini bangsa Indonesia hidup dalam nuansa politik yang amat kental. Aneka 'pesta demokrasi' yang melahirkan pemimpin-pemimpin daerah dan nasional lahir dalam nuansa politik yang seperti ini. Hanya saja, cara untuk meraih kekuasaan itu menggunakan perbedaan menjadikan nuansa kebangsaan kita menjadi berbeda dari sebelum-sebelumnya.

Kita sekarang gemar sekali bertengkar, saling memaki, sampai unjuk kekerasan dengan orang lain yang dianggap berbeda. Ini tidak hanya berlaku pada orang lain atau kelompok lain, juga pada saudara besar bahkan sekandung yang memilih jalan berbeda dengan kita.

Bahwa perbedaan itu sunnatullah dan manusia hidup dalam keriuhan perbedaan, semua orang telah tahu. Namun, bahwa manusia bisa menghargai dan menerima perbedaan? Nah, yang terakhir ini banyak orang yang tidak mampu atau pura-pura kurang memahaminya.

Padahal jika kita mau reflektif, sejak kecil sampai dewasa kita ada daam atmosfer perbedaan. Orangtua kita berbeda jenis, watak, keluarga, perilaku, hobby, emosi, temperamen, latarbelakang profesi dll. Mereka bersatu dan kemudian lahir anak-anak. Sehingga jika kita tak mampu menghargai perbedaan dan tidak mau menerimanya, maka bisa dipastikan bahwa akan banyak orang menderita dan tidak merasa bahagia.  

Mengapa orang tidak bisa menerima dan menghargai perbedaan? Salah satu sebabnya adalah sempitnya ilmu dan pengetahuan. Sehingga seseorang melihat lalu menghakimi orang lain berdasarkan keterbatasan ilmu yang dimilikinya. Selain sempitnya ilmu dan wawasan, yang paling berbahaya -dan menjadi sebab utama orang tidak menghargai serta menerima perbedaan- adalah kuatnya sikap fanatisme. Orang terjebak pada fanatisme sempit.

Fanatisme adalah satu keyakinan merasa diri atau pendapatnya paling benar, sehingga ketika melihat orang lain tidak sesuai dengan pendapatnya, ia akan menganggapnya sebagai orang yang salah dan keliru. Sebenarnya menganggap orang lain salah dan keliru bukanlah hal yang terlalu buruk, selama kita tidak menganggap orang yang salah dan keliru itu sebagai musuh. Celakanya, orang fanatik biasanya akan menganggap orang yang salah atau keliru sebagai musuh yang halal darahnya dan tidak lagi dianggap sebagai manusia yang memiliki hak asasi.

Ketidaksiapan menerima pendapat yang berbeda dari orang lain biasanya berasal dari fanatisme sempit. Bila diselidiki lebih lanjut, fanatisme itu sendiri muncul dari sifat egosentris yang berlebihan, dalam istilah akhlak dinamakan sebagai sifat ananiyah. Pada akhirnya, sifat ini hanya akan mengarahkan kita pada keangkuhan yang membawa bencana -jangan lupa bahwa Allah mengutuk siapa saja yang berjalan di muka bumi ini dengan penuh keangkuhan-.

Karena itu, mungkin kita perlu mulai mereview dan memikirkan ulang sikap-sikap kita terhadap orang lain yang berbeda itu. Bahwa perbedaan atas kita adalah takdir yang harus diterima, baik secara individu maupun kebangsaan. Kita hidup di negara Indonesia yang punya banyak sekali perbedaan. Namun dengan berbeda kita sejatinya bisa belajar banyak dari perbedaan itu kita bisa memperkaya visi kita menjadi lebih luas. Kesadaran inilah yang penting kita miliki sehingga kita bisa lebih mampu melampaui banyak hal.

Tak ada guna kita berada dalam fanatisme sempit yang akan melahirkan sifat intoleran. Fanatisme menjadikan kita tak bisa memandang dengan kacamata luas dalam melihat sesuatu. Membuat jiwa kita kerdil dan tak bebas berkarya karena di otak kita sering ada pagar dan belenggu-belenggu.

Marilah bersama melepaskan fanatisme sempit kita terhadap sesuatu. Kita harus mulai belajar untuk menghargai perbedaan dan mulai melangkah dengan segala kekayaan atas bermacamnya hal di sekitar kita. Dengan begitu kita akan terasa lebih berarti bagi sekitar kita maupun dunia yang lebih luas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun