Mohon tunggu...
Siti Hutami Novickarina
Siti Hutami Novickarina Mohon Tunggu... Lainnya - Head in the Clouds

A writer who's eager to learn and do what she loves.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Dihantui Trauma

1 Juni 2021   17:00 Diperbarui: 13 Juni 2021   17:15 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika mataku tersentak terbuka dan kusadari aku sedang terbaring di tempat tidurku di tengah kesunyian dan kegelapan dini hari, sontak saja air mata jatuh mengalir ke pipiku sebelum aku bisa menghentikannya. Aku baru saja mengalami mimpi buruk tentang trauma yang kualami di masa lalu. Sudah ketiga kalinya dalam seminggu terakhir ini aku kembali dihantui mimpi burukku saat aku tertidur. Dan tentu saja, mimpi buruk itu selalu membangunkanku di sekitar pukul dua atau tiga pagi dan membuatku menangis dalam diam sendirian.

Mimpi buruk ini pertama kali terjadi sekitar setahun yang lalu ketika hal traumatis terjadi di lingkungan kerjaku. Aku bukan seseorang yang mudah bergaul dan terbuka dengan orang-orang baru. Jiwa introvert-ku selalu membawaku untuk mengobservasi terlebih dahulu tipe-tipe orang yang ada di lingkungan sosial baru yang harus aku temui sehingga aku tahu aku harus menjadi pribadi seperti apa agar bisa beradaptasi dengan mereka. Ya, orang-orang yang baru mengenalku pasti akan selalu menganggapku sebagai pribadi yang pendiam dan tertutup. Tapi aku tidak masalah dengan label tersebut karena aku memang tidak nyaman untuk bercerita dengan orang yang belum kupercaya.

Sampai pada suatu hari di bulan keenamku bekerja, rekan-rekan kerjaku mengajakku untuk ikut bervakansi kecil dengan mereka. Sejujurnya, aku tidak tertarik untuk ikut. Bepergian dengan orang-orang yang belum kukenal dengan baik? Kurasa tidak. Namun, mereka memaksaku untuk ikut, bahkan atasanku juga mendorongku untuk ikut dengan mengatakan bahwa ini akan menjadi momen tepat untuk aku lebih bersosialisasi dengan rekan-rekan kerjaku di luar kantor. Pada akhirnya, dengan perasaan tidak enak dan didesak, aku memutuskan untuk ikut.

Tanpa kuketahui, malamku di penginapan yang kami singgahi adalah malam terburuk yang pernah kualami sampai detik ini dan telah menanamkan rasa trauma dalam diriku yang masih belum bisa kusembuhkan hingga sekarang. Salah seorang rekan kerjaku telah melakukan hal yang biadab kepadaku saat aku sedang tertidur di kamarku yang memang tidak memiliki kunci. Dan lebih dari itu, rekan-rekan kerjaku yang lain membiarkannya melakukan itu kepadaku di mana mereka bisa menghentikannya dan menolongku.

Rasa percayaku terhadap rekan-rekan kerjaku pun pupus karena kejadian itu. Keputusan untuk keluar dari pekerjaanku sudah bulat, namun di luar rencanaku tiba-tiba pandemi datang menimpa Ibu Pertiwi. Tidak mudah untuk mencoba bertahan di dalam lingkungan kerja yang tidak sehat, hingga beberapa bulan kemudian aku pun akhirnya memberanikan diri untuk melaporkan apa yang terjadi kepadaku ke pihak manajemen dan mengajukan pengunduran diriku di saat yang sama.

Trauma itu terus menghantuiku hingga hari ini bahkan ketika aku sudah mulai bekerja di perusahaan baru bulan lalu. Di luar kendaliku, trauma ini mengontrol cara bersosialisasiku dengan lingkungan kerja baru ini dan membuatku tidak ingin terlalu berteman dekat dengan rekan-rekan kerja baruku. Aku tahu aku tidak bisa terus bersikap seperti ini, tapi aku tidak bisa memaksakan traumaku untuk cepat sembuh karena aku tahu pada akhirnya obat terampuh untuk mengatasi trauma adalah waktu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun