Mohon tunggu...
Vicia Nafela
Vicia Nafela Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Motivasi tanpa aksi adalah halusinasi

Selanjutnya

Tutup

Money

Raut Topeng Masyarakat di Balik Sengkarut Minyak Goreng

4 Juni 2022   21:36 Diperbarui: 4 Juni 2022   22:13 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar minyak goreng kemasan. Sumber foto: istockphoto.com

Setelah hampir 8 bulan berlalu, fenomena kenaikan harga minyak goreng menjadi polemik di kalangan masyarakat, khususnya bagi ibu rumah tangga dan para pelaku usaha. Tidak hanya pedagang kecil dan pedagang kaki lima, tetapi pengusaha rumah makan juga terkena imbasnya. Akibat isu kenaikan harga yang sangat signifikan ini, masyarakat terpaksa memperoleh minyak goreng dengan harga yang sangat mahal. Keresahan-keresahan yang muncul dari polemik ini mengarahkan sebagian elemen masyarakat untuk mencoba beralih menggunakan minyak goreng curah. Jenis minyak goreng ini dinilai kurang baik untuk kesehatan, tetapi menjadi opsi pilihan karena harganya yang lebih murah.

Banyaknya pendapat dan perbincangan yang muncul di berbagai media, ikut melakoni drama kenaikan harga minyak goreng yang hingga kini masih terus terjadi. Pemerintah berharap bahwa solusi dalam pengambilan kebijakan untuk mengendalikan harga minyak goreng dengan subsidi akan berlangsung efektif. Akan tetapi, ternyata masih saja terdapat wilayah yang mengeluhkan kesulitan memperoleh minyak goreng karena pasokan yang ada telah habis di pasar ritel.

Dari hal tersebut, muncul berbagai dugaan maupun stigma negatif masyarakat yang tertuju pada praktik-praktik terlarang di pasar perdagangan komoditas. Beragam stigma dan dugaan ini menimbulkan kewaspadaan masyakarat terhadap pemerintah. Selain itu, Komisi Pengawas  Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya praktik kartel monopoli perdagangan minyak kelapa sawit. Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) juga telah melaporkan sembilan perusahaan yang diduga menjadi penyebab kelangkaan minyak goreng.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa harga minyak goreng meningkat sejak Oktober 2021. Hal ini terjadi pada minyak goreng kemasan dan curah. Kenaikan harga minyak goreng juga diakibatkan karena kondisi ekonomi dunia yang saat ini cenderung mengalami kenaikan. Peningkatan permintaan masyarakat terhadap minyak olahan kelapa sawit dibandingkan dengan minyak nabati juga mempengaruhi kenaikan harga saat ini.

Penurunan aktivitas negara-negara penghasil sawit, karena terdampak pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu, turut mempengaruhi nilai ekspor secara kumulatif pada tahun 2022. Kemungkinan-kemungkinan lain yang juga mempengaruhi, yaitu banyaknya kenaikan harga pasar internasional terhadap hasil olahan sawit yang sangat tinggi. Pengusaha-pengusaha minyak olahan kelapa sawit tentunya akan memiliki kecenderungan mengirimkan hasil olahannya untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional. Selain harga minyak yang lebih tinggi, penjualan pasar internasional jauh lebih menjanjikan dan sangat menguntungkan.

Akibat langkanya minyak goreng bagi kebutuhan industri dalam negeri, pemerintah menutup pintu ekspor minyak olahan kelapa sawit. Para pengusaha olahan minyak kelapa sawit dibuat kebingungan dan harus memutar otak agar tetap mendapatkan keuntungan bagi industri minyak goreng dalam negeri. Kebutuhan bahan baku dalam negeri yang disesuaikan dengan harga bahan baku global dapat mengakibatkan kenaikan harga bahan baku. Hal ini tentu akan sangat berdampak bagi masyarakat.

Pengusaha industri pengolahan minyak goreng tetap yakin terhadap harga pasar dengan harga jual minyak goreng sekarang yang tinggi, karena minyak goreng olahan kelapa sawit adalah salah satu bahan baku kebutuhan pokok dengan nilai gizi yang tinggi dan harganya yang relatif berada dibawah harga hasil olahan nabati lainnya. Tentunya para petani kecil yang bergerak di bidang usaha perkebunan sawit akan mendulang kesempatan emas, jika buah segar hasil perkebunan sawit dapat dibeli dengan harga yang lebih tinggi oleh industri pengusaha pengolahan minyak sawit nasional.

Peran masyarakat sebagai konsumen mengharapkan akan adanya campur tangan pemerintah dalam polemik minyak goreng, agar harga minyak goreng di tingkat masyarakat subsidi dapat lebih terjangkau. Tidak hanya distributor, pelaku pasar tradisional, pedagang eceran, pengusaha warung makan, hingga pedagang kecil, seperti penjual gorengan turut dihantui kepanikan dan keresahan karena harga minyak goreng yang tinggi. Pasalnya, banyak pedagang yang menilai bahwa subsidi dapat menekan harga minyak goreng yang sempat melambung tinggi, para pedagang pun khawatir harga minyak goreng akan kembali naik dan langka. Masyarakat berharap kepada pemerintah agar tidak menghambat pertumbuhan sektor perkebunan sawit dan sektor usaha industri atau perusahaan pengolahan minyak goreng kelapa sawit.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun