Oleh Vetiana Halim
Kritik pedas bagi pemimpin Jawa Barat datang dari Saiful Huda yang mengatakan bahwa Jabar adalah provisi miskin. Namun , kekayaah kepala daerahnya naik 6,6 miliar.
Beberapa yang indikator yang dikemukakan oleh Saiful huda adalah, banyak warga yang tidak memiliki fasilitas MCK, tingginya angka putus sekolah dan naiknya pernikahan muda, larinya investor ke Jateng dan Jatim yang menyebabkan pengangguran. Kondisi ini serupa dengan masa kepemimpinan sebelumnya.
Kemiskinan adalah ciri khas dari diterapkannya kapitalisme. Belum pernah ada negara kapitalisme yang bersih dari kemiskinan. Hal ini disebabkan faktor mendasarnya bahwa ukuran kesejahteraan yang mereka gunakan adalah naiknya laju pendapatan nasional secara agregat. Ini tidak menunjukkan kondisi real perekonomian masyarakatnya.
Laju pendapatan nasional yang dihitung secara agregat, menjumlahkan seluruh pendapatan masyarakat yang berpenghasilan tinggi dengan berpenghasilan rendah. Tidak teridentifikasi bahwa masyarakat yang bepenghasilan sangat tinggi jumlahnya sangat sedikit, dibandingkan dengan masyarakat yang berpenghasilan sangat rendah yang merupakan mayoritas penduduknya.
Investasi pun menjadi tolok ukur kesejahteraan adalah  tidak tepat. Memang benar adanya investasi membuka peluang kesempatan kerja, namun jika investasinya dibidang strategis (seperti public facilities, barang tambang) yang seharusnya dikelola negara, akan menjadikan ekonomi biaya tinggi dan membuat daya beli masyarakat semakin lemah.
Belum lagi adanya lepas tangan pemerintah terhadap layanan pendidikan dan kesehatan, menambah tingginya tingkat kemiskinan masyarakat. Dan semakin terpuruknya masyarakat dalam kebodohan. "Wajar" jika dalam sistem kapitalisme kesejahteraan hanya menjadi mimpi yang tak kunjung nyata.
Berbeda dengan sistem Islam di bawah naungan Khilafah yang pernah menorehkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Di era kepemimpinan khalifah Umar bin Abdul Azis, masyarakat berlomba untuk membayar zakat dan tidak didapati kaum duafa yang behak menerima harta zakat.
Islam telah menetapkan indkkator kesejahteraan diukur per indivu, bukan agregat, yaitu terpenuhinya kebutuhan pokok. Sementara pendidikan dan kesehatan merupakan layanan yang akan diperoleh seriap anggota masyarakat dan disediakan oleh negara Sehingga ini menunjukkan kondisi real kesejahteraan masyarakat.
Negara, melalui sistem keuangannya yang kuat dan mandiri mampu menbiayai seluruh kebutuhan rakyatnya berupa fasilitas publik seperti jalan raya, ketersediaan bbm dan listrik yang akan membuat ekonomi biaya rendah. Daya beli masyarakat menjadi tinggi.
Pemerintah menyediakan pendidikan dari sejak dasar hingga perguruan tinggi, Â dan merangsang penduduknya untuk mencari ilmu yang akan mengeluarkan mereka dari kebodohan