Mohon tunggu...
Vetiana Halim
Vetiana Halim Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dengan 4 anak

Ibu Rumah Tangga yang berharap komdisi negeri ini menjadi Berkah

Selanjutnya

Tutup

Money

Impian Kesejahteraan Masyarakat

4 Oktober 2021   19:30 Diperbarui: 4 Oktober 2021   19:50 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Oleh Vetiana Halim

Kritik pedas bagi pemimpin Jawa Barat datang dari Saiful Huda yang mengatakan bahwa Jabar adalah provisi miskin. Namun , kekayaah kepala daerahnya naik 6,6 miliar.

Beberapa yang indikator yang dikemukakan oleh Saiful huda adalah, banyak warga yang tidak memiliki fasilitas MCK, tingginya angka putus sekolah dan naiknya pernikahan muda, larinya investor ke Jateng dan Jatim yang menyebabkan pengangguran. Kondisi ini serupa dengan masa kepemimpinan sebelumnya.

Kemiskinan adalah ciri khas dari diterapkannya kapitalisme. Belum pernah ada negara kapitalisme yang bersih dari kemiskinan. Hal ini disebabkan faktor mendasarnya bahwa ukuran kesejahteraan yang mereka gunakan adalah naiknya laju pendapatan nasional secara agregat. Ini tidak menunjukkan kondisi real perekonomian masyarakatnya.

Laju pendapatan nasional yang dihitung secara agregat, menjumlahkan seluruh pendapatan masyarakat yang berpenghasilan tinggi dengan berpenghasilan rendah. Tidak teridentifikasi bahwa masyarakat yang bepenghasilan sangat tinggi jumlahnya sangat sedikit, dibandingkan dengan masyarakat yang berpenghasilan sangat rendah yang merupakan mayoritas penduduknya.

Investasi pun menjadi tolok ukur kesejahteraan adalah  tidak tepat. Memang benar adanya investasi membuka peluang kesempatan kerja, namun jika investasinya dibidang strategis (seperti public facilities, barang tambang) yang seharusnya dikelola negara, akan menjadikan ekonomi biaya tinggi dan membuat daya beli masyarakat semakin lemah.

Belum lagi adanya lepas tangan pemerintah terhadap layanan pendidikan dan kesehatan, menambah tingginya tingkat kemiskinan masyarakat. Dan semakin terpuruknya masyarakat dalam kebodohan. "Wajar" jika dalam sistem kapitalisme kesejahteraan hanya menjadi mimpi yang tak kunjung nyata.

Berbeda dengan sistem Islam di bawah naungan Khilafah yang pernah menorehkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Di era kepemimpinan khalifah Umar bin Abdul Azis, masyarakat berlomba untuk membayar zakat dan tidak didapati kaum duafa yang behak menerima harta zakat.

Islam telah menetapkan indkkator kesejahteraan diukur per indivu, bukan agregat, yaitu terpenuhinya kebutuhan pokok. Sementara pendidikan dan kesehatan merupakan layanan yang akan diperoleh seriap anggota masyarakat dan disediakan oleh negara Sehingga ini menunjukkan kondisi real kesejahteraan masyarakat.

Negara, melalui sistem keuangannya yang kuat dan mandiri mampu menbiayai seluruh kebutuhan rakyatnya berupa fasilitas publik seperti jalan raya, ketersediaan bbm dan listrik yang akan membuat ekonomi biaya rendah. Daya beli masyarakat menjadi tinggi.

Pemerintah menyediakan pendidikan dari sejak dasar hingga perguruan tinggi,  dan merangsang penduduknya untuk mencari ilmu yang akan mengeluarkan mereka dari kebodohan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun