Mohon tunggu...
Vetiana Halim
Vetiana Halim Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dengan 4 anak

Ibu Rumah Tangga yang berharap komdisi negeri ini menjadi Berkah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dilematis Penanganan Covid -19

28 September 2020   11:01 Diperbarui: 28 September 2020   11:06 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dilematis Antara sektor Ekonomi dan Kesehatan, Mana Dulu?

Oleh Vetiana Halim.

Jabar menghadapi situasi dilematis dalam penanganan covid 19. Pasalnya akhir-akhir ini kasus covid meningkat cukup tajam, pasca pelonggaran yang diberlakukan di Jawa Barat. Kepala Dinas Pendidikan Pendidikan Jawa Barat, Dedi Supandi mengumumkan jumlah sekolah yang boleh melaksanakan tatap muka turun dari 71 sekolah menjadi 50 sekolah. Hal ini 21 sekolah yang tadinya berada di zona hijau kini kembali menjadi zona merah. Keputusan ini dilakukan untuk menghindari kluster baru virus covid-19.

Sementara itu, sejak pandemi corona masuk, perekonomian mengalami kelesuan. Padahal  Jawa Barat memiliki potensi besar sebagai pusat industri, perdagangan, pendidikan hingga wisata. Untuk itu Pemda Jabar merampungkan dokumen Jabar Resilience Culture Province (JRCP) yang ditetapkan melalui Peraturan Gubernur Jawa Barat No 1 tahun 2020 tentang Peningkatan Kapasitas Budaya Masyarakat Tangguh Bencana di Daerah Provinsi Jawa Barat. Salah satunya dengan membangun Command Center untuk sistem kebencaanaan. Fungsinya sebagai quick response saat terjadi bencana.

Selama ini Jawa Barat, seperti halnya pemerintah pusat, mengalami kesulitan menangani dampak covid-19 karena adanya dilematis antara faktor kesehatan dan ekonomi. Tak bisa dipungkiri, kegiatan perekonomian sangat menurun sehingga mengakibatkan meningkatnya pengangguran dan inflasi karena adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar. Di Sisi lain, saat dilakukan pelonggaran, kasus covid -19 meningkat.

Sebenarnya, kasus seperti ini tidak akan terjadi jika kita berkaca pada kebijakan yang pernah Rasulullah ambil saat terjadinya pandemi. Juga pernah terjadi saat wabah thoun menyerang negeri Syam di masa kehilafahan Umar Bin Khathab. 

Saat itu adalah saat Syariat Islam ditegakkan dan hanya hukum Allah yang menjadi pertimbangan untuk menyelesaikan masalah pandemi. Umar bin Khathab mengambil langkah lockdown wilayah Syam. Sementara kegiatan perekonomian wilayah yang terdampak ditangani oleh negara, karena negara memiliki sistem keuangan yang kuat dan mandiri. Pemerintah fokus menangani kesehatan rakyatnya hingga pandemi berlalu.

Berbeda dengan hari ini. Karena sistem yang terapkan bersifat kapitalistis, maka faktor ekonomi menjadi pertimbangan yang berbenturan dengan kesehatan. Hal ini karena rapuhnya sistem keuangan negara, yang pemasukannya hanya mengandalkan pajak. Sementara sumber pemasukan yang strategis seperti harta milik umum, sudah dilego ke swasta. Bahkan swasta asing. Sehingga tidak bisa diandalkan untuk menopang perekonomian saat pandemi.

Seharusnya kita berkaca pada Syariat Islam yang mampu menyelesaikan masalah dengan cepat dan tuntas. Pandemi covid-19 adalah ujian dari Allah Swt bagi kita. Namun, Allah sudah menurunkan pula langkah-langkah praktis penyelesaiannya melalui diterapkannya Syariat Islam yang tertuang dalam Departemen Kemaslahatan Negara, Sistem Ekonomi dan Sistem Keuangan Negara yang mampu menopang rakyatnya untuk tetap melangsungkan kehidupan. Maka nyatalah bahwa hanya Sistem Islam dalam naungan khilafah yang mampu membawa kita keluar dari masalah pandemi ini. Penegakkannya menjadi mahkota kewajiban bagi kaum muslimin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun