Mohon tunggu...
Vethria Rahmi
Vethria Rahmi Mohon Tunggu... Penulis - Pranata Humas Ahli Muda Kanwil Kemenag Riau

Thalabul Ilmi yang tak berhenti belajar

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Cara Bersih-bersih Sanubari, Gapai Idul Fitri Hakiki

19 Mei 2020   07:39 Diperbarui: 19 Mei 2020   07:40 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshot YouTube: Rajab Amali

Kebanyakan orang dalam menyambut Idul Fitri selalu seperti saya yang dulu. Dulu saya mengutamakan bersih-bersih pada hal-hal yang bersifat materi, khususnya untuk menyambut euforia Idul Fitri.  Misalnya,  sibuk bersih-bersih dinding rumah dengan mengecatnya bersama saudara. Kemudian bersih-bersih gudang yang selama setahun dibiarkan berdebu bahkan menjadi sarang tikus.  bersih-bersih gorden, lemari buku, halaman belakang,  halaman depan dan sebagainya. 

Bersih-bersih yang berorientasi pada hal-hal demikian, tentu saja tidak salah, malahan wajib. Tapi bagi saya pembersihan fisik itu sebagai rutinintas biasa saja. Karena sejatinya pola hidup bersih demikian tidak harus menunggu menjelang Idul Fitri, bukan?. Karena sewajarnya kita harus menjaga kebersihan yang bersifat fisik. Mulai dari tubuh kita sendiri, rumah kita sendiri, lingkungan kita sendiri baik RT, RW, Kelurahan, Kecamatan sampai satu Kota/kabupaten. Bahkan dimana saja kita berada wajib menjaga kebersihan secara lahiriah. Ya, karena itu bagian dari iman atau bagian dari hidup sehat.

Namun sahabat kompasianer, bahwa yang luar biasa itu bagiku adalah membersihkan sanubari yang tercemari dari motivasi, harapan, pemikiran dan tujuan hidup tercemari. Mengapa demikian?. Misalnya, jujur saja waktu remaja motivasiku melakukan bersih-bersih rumah karena masih sebatas takut dicemooh orang-orang yang kukagumi dan sebaliknya ingin mendapat pujian sebagai wanita pembersih. Tentu saja itu motivasi yang dangkal, bukan?.  Sehingga saat orang tidak memujiku sebagai wanita yang rajin menjaga kebersihan, aku pernah menjadi malas bersih-bersih. Tentu saja kemalasan kita ada konsekuensinya.

Suatu ketika aku bad mood, rumah kubiarkan  saja menjadi kotor, berantakan dan berbau serta banyak tikusnya, hingga kencing tikus membuatku sakit. Saat itulah aku merasa tertampar. Bahwa motivasiku dalam bersih-bersih masih kekanak-kanakan. 

Sejak itu aku meyakinkan diri bahwa motivasi bersih-bersih haruslah diluar dari kepentingan pribadiku yang teramat dangkal itu. Bersih-bersih haruslah menurut yang telah menciptakan semesta jagat raya ini. Bersih-bersih haruslah tepat sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para Rasulullah. 

Karena bersih-bersih menurut kepentingan pribadi belum tentu baik menurut Allah, KitabNya dan Rasulullah. Sedangkan bersih-bersih menurut Islam, pastilah baik bagi hidupku dan orang lain serta bagi semesta ini. Kenapa yakin begitu?.

Sebelumnya perlu disegarkan ingatan kita bahwa di bulan suci (bersih) ini sebagai bulan diturunkan Al-Quran yang notabene sebagai kitab suci atau shuhufan Muthah-harah (lembaran-lembaran bersih lagi membersihkan). 

Tentu saja memahami Al-Quran bagaikan air dapat berfungsi untuk membersihkan motivasi, harapan, pemikiran, dan tujuan hidup yang bernoda.  Kalau semua itu sudah kita bersihkan, dapat diharapkan perilaku kita pun bersih dari mitos, apriori dan modus jahat. Bukankah setiap perilaku sangat ditentukan oleh suatu pemahaman yang meresap kedalam jiwa?. 

Pasti, kelakuan kita digerakkan apa yang ada dalam bawah sadar kita. Maka berhati-hatilah dalam membangun motivasi, harapan, pemikiran, tujuan. Pastikan, Allah Ridha tidak?.

Oleh karena itu, seseorang yang sejak dini hanya diajarkan dan dilatih dengan budaya hoax, mitos, fitnah, kecurangan, keberutalan, kekerasan oleh lingkungan pergaulannya, maka dia tak punya pilihan lain selain menduplikasi perilaku tersebut. Itulah sifat alamiah manusia sebagai peniru. Terkecuali manusia itu pernah mempelajari dan melatih dirinya dengan nilai-nilai kelembutan sikap mulia. Maka mungkin dia punya kesempatan merubahnya dengan meniru keteladanan yang indah dari Rasul-Nya. Walau kesempatan itu sekecil benih sawi.

Pada prinsipnya, Al-Quran sebagai ajaran yang bersih lagi membersihkan, juga  memberikan batasan mana yang haq dan mana yang bathil secara jernih sempurna. Hal itu tidak diragukan lagi. Namun penafsiran dan penerjemahan yang dlakukan manusia dengan segala potensi apriorinya dapat mencemari kebersihan (kesucian) dari pesan-pesan Al-Quran yang membatasi itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun