Mohon tunggu...
Verly Tielung
Verly Tielung Mohon Tunggu... Administrasi - "Hati yang penuh syukur bukan saja merupakan kebajikan yang terbesar, melainkan merupakan induk dari segala kebajikan yang lain." (Cicero, Filsuf Romawi, 106-43 SM)

Tou Minahasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menakar Makna "Pengucapan" Orang Minahasa

4 Juni 2021   20:40 Diperbarui: 5 Juni 2021   06:58 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Danau Mooat, Bolmong Timur (Dok. Pribadi)

"SI tete timete witu un tete tinetean ni tete ne ma tete ni tete." (kakek berjalan di atas jembatan yang dilalui oleh kakek dari kakeknya kakek). Ungkapan tua leluhur  Minahasa ini menyiratkan pesan. Segala hal baik yang diwariskan para leluhur harus dilanjutkan dan dipelihara turun temurun. 

Salah satu warisan leluhur yang masih turun temurun terpelihara bahkan akhir-akhir ini kian gempar digelar orang Minahasa adalah budaya "pengucapan syukur" ("pengucapan"). Akar budaya ini jelas. Namun, pemaknaannya perlu ditakar ulang agar praktiknya tidak membias.

Akar Budaya "Pengucapan"

"Alangkah senang dan gembira ria sama-sama memetik sambil bernyanyi-nyanyi. Padinya makin berkurang isinya, bila kita lupa kepada-Nya. Segeralah kita adakan upacara untuk mengucapkan terima kasih." Penggalan syair lagu Maowey Kamberu yang ditampilkan pada babak pertama seni tradisional Minahasa (Maengket) ini berisi ungkapan syukur leluhur Minahasa atas hasil panen yang diterima. 

Ungkapan syukur yang sama ditemukan juga dalam ritual leluhur, Mupu' um Bene. Dalam ritual ini, masyarakat membawa padi (hasil panen) dan beberapa hasil bumi lainnya untuk dikumpulkan dan didoakan sebagai bentuk syukur kepada Opo Empung (Tuhan). 

Ritual Mupu' um Bene mirip dengan ritual Rumages. Rumages berasal dari kata rages yang berarti kurban. Rumages adalah ritual syukur leluhur Minahasa.  Ritual dilaksanakan dengan mempersembahkan kurban sebagai ungkapan syukur dan penghormatan kepada para leluhur. Setelah upacara selesai, masyarakat makan bersama. Orang luar yang kebetulan lewat di kampung diundang juga untuk menikmati berkat yang ada.

Maowey Kamberu, Mupu' um Bene dan Rumages menjadi asal muasal budaya "pengucapan" yang sampai sekarang gemar digelar orang Minahasa.

Opo Empung: Sosok Sentral "Pengucapan"

D Steindl-Rast (2004) dalam "Gratitude as thankfulness and as gratefulness" membedakan konsep syukur dalam dua kondisi yaitu kondisi personal (muncul sebagai ungkapan terima kasih terhadap seseorang yang memberikan kebaikan: thankfulness) dan kondisi transpersonal (muncul sebagai ungkapan terima kasih dari pribadi yang sadar bahwa dirinya telah menerima kebaikan meski sosok atau kekuatan yang memberi tak terlihat: gratefulness).

Ritual-ritual adat Minahasa menunjuk pada konsep syukur dalam kondisi transpersonal. Syukur para leluhur muncul sebagai ungkapan terima kasih pada sosok yang tak terlihat tapi diyakini telah memberikan hasil panen yang limpah. Sosok ini dianggap sentral karena memiliki kekuatan untuk mengatur segala kondisi dan proses kehidupan. Semua yang ada dan yang dimiliki para leluhur disadari berada dalam kuasa sosok itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun