Mohon tunggu...
Muh Ferdhiyadi N
Muh Ferdhiyadi N Mohon Tunggu... -

Melawan lupa. Merawat dendam. Menolak patuh.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gerakan Literasi untuk Apa dan Siapa?

8 September 2017   13:17 Diperbarui: 8 September 2017   14:26 5575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penelitian yang dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2012 menunjukkan, Indonesia menduduki peringkat 60 dengan skor 396 dari total 65 peserta negara untuk kategori membaca. Hasil ukur membaca ini mencakup memahami, menggunakan, dan merefleksikan dalam bentuk tulisan. Skor rata-rata internasional yang ditetapkan oleh PISA sendiri adalah sebesar 500. 

Sementara Central Connecticut State Universityasal Amerika Serikat merilis data bertajuk World's Most Literate Nations Ranked pada 9 Maret tahun 2016 lalu. Penelitian itu menempatkan Indonesia di peringkat ke 60 dari total 61 negara. Studi penelitian ini melihat perilaku literasi dan sumber daya yang mendukung mereka seperti jumlah perpustakaan, fasilitas baca publik dan pembacaan surat kabar. 

Sementara itu berdasarkan data Pusat Data dan Statistik Kemendikbud tahun 2015, angka buta huruf di Indonesia masih tinggi yang jumlahnya mencapai 5.984.075 orang. Ini tersebar di enam provinsi meliputi Jawa Timur 1.258.184 orang, Jawa Tengah 943.683 orang, Jawa Barat 604.683 orang, Papua 584.441 orang, Sulawesi Selatan 375.221 orang, Nusa Tenggara Barat 315.258 orang (baca lebih lanjut di https://tirto.id/literasi-indonesia-yang-belum-merdeka-bBJS.

Data-data hasil penelitian literasi yang menunjukkan rendahnya peringkat Indonesia adalah hal yang paling mendasar terkait dengan kemampuan baca tulis. Pemerintah, baik pusat maupun daerah telah mencoba berbagai macam kebijakan dan inovasi untuk meningkatkan budaya literasi di masyarakat mulai dari pelatihan, seminar, dan berbagai deklarasi gerakan literasi di berbagai daerah. Tetapi, secara tidak langsung terjadi penyempitan makna literasi karena gerakan tersebut hanya berkutat pada peningkatan minat baca tulis dan lebih ironi, ketika gerakan literasi hanya dijadikan sebagai ajang untuk mendapatkan penghargaan sebagai pemimpin yang peduli pada dunia literasi atau hanya sekedar memperbaiki peringkat literasi dalam skala nasional dan internasional. 

Munculnya gerakan literasi berbasis komunitas terkhususnya di Sulawesi Selatan juga kebanyakan bukan dari inisiasi dan inisiatif pemerintah itu sendiri. Mengharapkan pemerintah sebagai barisan paling depan dalam memajukan dunia literasi menurut saya adalah pilihan yang kesekian kalinya bagi para pegiat literasi, justru beberapa komunitas literasi membuktikan bahwa mereka bisa secara mandiri, kreatif dan kolaboratif diberbagai kegiatan literasi tanpa kehadiran pemerintah.

Optimisme dan semangat kita selalu ada ketika melihat perkembang gerakan literasi berbasis komunitas yang digagas oleh anak-anak muda dari pelosok desa, kota, sekolah dan kampus-kampus. Kampanye meningkatkan budaya membaca dan menulis adalah kegiatan yang seringkali dilakukan oleh komunitas literasi.

Bahkan perayaan literasi atau tempat bertukar pikiran, pengalaman dan gagasan sering kali dilakukan oleh komunitas-komunitas literasi salah satunya adalah kegiatan "Literacy Weekend and Book Camp" yang diselenggarakan oleh Komunitas Barru Membaca pada awal bulan agustus tahun ini dengan menghadirkan 16 komunitas literasi di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Salah satu agenda dari kegiatan ini adalah perkenalan profil setiap komunitas yang kemudian melahirkan proses berbagi pengalaman dan perluasan jaringan untuk semakin memperkuat gerakan literasi di masing-masing tempat komunitas melaksanakan programnnya.

Sekali lagi merebaknya gerakan literasi berbasis komunitas menjadi salah satu indikator  sebuah fase awal dari tahapan mewujudkan kemajuan dunia literasi di Indonesia akan tetapi menjadi catatan penting pula bagi para pegiat-pegiat literasi dan komunitasnya untuk membuktikan bahwa gerakan literasi tidak sampailah pada tahapan meningkatkan budaya baca tulis tetapi secara kompleks gerakan literasi hadir untuk memecahkan ragam persoalan yang terjadi di masyarakat khususnya masyarakat yang berada pada kelas sosial menengah ke bawah atau berada tepat di tengah-tengah kemiskinan, kekerasan, tindakan diskriminasi dan hal-hal yang berkaitan dengan ketidakadilan kemanusiaan yang disebabkan oleh kuasa modal dan kursi kekuasaan. 

Rendahnya minat baca tulis dan tingginya angka buta huruf Indonesia juga berbanding lurus dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat. Semakin tinggi tingkat kemiskinan maka semakin rendah pula rendah kesadaran masyarakat terhadap segala hal yang berkaitan dengan literasi.Apa yang saya kemukakan ini sesuai dengan fakta yang terjadi di Kecamatan Tallo, dimana wilayah tersebut jumlah penduduk miskinnya mencapai 11.211 KK (Data Dinas Sosial kota Makassar, 2016). 

Pengalaman dari Komunitas Ruang Abstrak Literasi yang melakukan observasi sebelum memulai program Lapak Baca Pesisir secara rutin di Pantai Marbo Tallo, menyimpulkan bahwa tidak adanya perpustakaan publik yang memadai dan perkembangan industri yang begitu cepat di Kecamatan Tallo seperti industri makanan, minuman, furniture, jasa, perdagangan dan pembuatan kapal membuat anak-anak dan pemuda usia sekolah di Kecamatan Tallo lebih memilih untuk bekerja pada industri-industri tersebut yang tentunya akan sangat membatasi waktu belajar dan bermain mereka sehingga budaya baca tulis tidak mengalami perkembangan.

Tentu kita pun harus menolak lupa pada sejarah, bahwa embrio awal mula munculnya pergerakan nasional adalah berawal dari perjuangan literasi itu sendiri. R.A Kartini dengan surat-suratnya yang mengkritik sistem feodalisme di Pulau Jawa dan R.A Tirtho Adhi Suryo melalui tulisan-tulisannya bersama surat kabar Medan Priyai yang dibentuknya pada tahun 1907 memberikan inspirasi bagi pemuda-pemuda untuk bersatu dan mengorganisasikan diri  melawan penindasan kolonialisme Belanda. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun