Mohon tunggu...
Vera Syukriana
Vera Syukriana Mohon Tunggu... Guru - guru

meyakini dan mensyukuri adalah awal kesuksesan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan Bersama Umar: Buka Bersama dengan Alumni Umi, Lulusan Korona (Part 24)

12 Mei 2021   07:47 Diperbarui: 12 Mei 2021   07:52 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Vera syukriana, S.Pd

Awal tahun 2020 terjadinya pandemi yang sangat menakutkan semua warga Indonesia. Adanya virus covid-19 melumpuhkan semua aspek kehidupan manusia. Terutama bidang ekonomi dan pendidikan. Umi sebagai pendidik sangat merasakan menurunnya pengetahuan peserta didik karena harus belajar sendiri di rumah melalui daring.

Peserta didik diberikan pembelajaran melalui gawai orang tau. Mereka banyak yang kebingungan dengan pembelajaran yang diberikan. Orang tua pun tidak bisa sepenuhnya mendampingi karena harus berjuang mempertahankan kehidupan keluarga.

Orang tua harus mencari nafkah keluar sehingga mereka belajar sendiri sebisanya tanpa bantuan orang tua. Meskipun ada orang tua, masih banyak orang tua memiliki keterbatasan ilmu. Dan ada juga orang tua meninggalkan gawai pada anaknya tanpa pengawasan orang dewasa. Apabila mereka menggunakan untuk hal negatif, maka ini dapat merusak moral anak bangsa.

Inilah yang dirasakan oleh peserta didik umi lulusan tahun itu. Orang banyak mengatakan mereka "Lulusan Korona". Lulusan korona banyak disalah artikan. Masyarakat berpendapat bahwa lulusan ini tidak perlu nilai dan diluluskan tanpa syarat. Ada juga berpendapat kalau mereka lulus tidak ada ujian. Dan banyak lagi pendapat lain.

Sebenarnya, mereka bukan seperti yang dianggap masyarakat. Mereka lulus tetap berdasarkan nilai. Meskipun pandemi, mereka tetap ujian. Soal-soal dijemput orang tua ke rumah guru. Mereka mengerjakan di rumah di bawah pengawasan orang tua atau orang dewasa yang mewakili. Kami guru selalu mengawasi melalui virtual dan WAG.

Peserta didik juga diminta mengirimkan hasil ujian dan mengirimkan foto sebagai dokumentasi peserta didik ujian saat itu. Mereka juga memakai seragam dan kokarde layaknya ujian di sekolah. Dan tak kalah pentingnya, mereka harus bekerja jujur. Nah, hasil ujian mereka tetap di kalkulasi untuk nilai rapor dan ijazah.

Pandemi, mengurangi kebersamaan kami. Sejak minggu terakhir bulan Februari, kami sudah belajar belajar secara daring. Mereka selalu komunikasi dengan umi. Sampai sekarang. Masa covid membuat mereka tidk dapat bertemu da acara berbuka bersama mereka tidak boleh dilaksanakan.

Padahal, setahun sebelumnya mereka berbuka bersama di rumah. Jangankan buka bersama, ke mesjid saja melaksanakan sholat tarweh di larang karena saat itu banyak yang diserang virus yang mengganaskan ini.

Tahun ini, mereka sepakat untuk datang ke rumah. Dengan alasan Kota Solok masih berada pada zona hijau. Masyarakat sudah boleh melaksanakan tarweh berjamaah di mesjid dan banyak yang melaksanakan buka bersama. Walaupun mereka sudah alumni, mereka tetap merasakan kedekatan dengan umi. Mereka sudah menganggap umi seperti orang tua mereka. Mereka datang ke rumah untuk buka bareng. Dalam rangka temu kangen dengan umi dan teman-teman yang dipisahkan oleh perbedaan sekolah.

Ada yang sekolah di SMPN, Tsanawiyah, dan pesantren yang letaknya jauh dari Kota Solok. Mereka harus bersabar menunggu kepulangan temannya yang sekolah di pondok pesantren. Akhirnya, mereka menemukan waktu yang tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun