Karena ilmu Umar belum sampai pada masalah ini, Umar tetap menangis terisak-isak. Umi sangat bangga punya anak salih seperti Umar. Punya keinginan yang kuat untuk puasa. Meskipun masih kecil, namun semangatnya melebihi orang dewasa.
Suara azan subuh menghentikan pembicaraan Umar dan orang tuanya. Umar mengakhiri sahurnya dan bersiap sholat Subuh.
Orang tua Umar percaya kali ini puasanya tercapai sampai Magrib. Dia pergi ke rumah Eyang dan Bundo (orang tua Abi).Sorenya sekitar jam 15.30, Umi menanyakan masalah puasa Umar melalui telepon. Nyatanya, Umar masih bertahan.
Umi semakin bersemangat mempersiapkan makanan untuk berbuka. Umi akan membuat pesanan Umar saat sahur. Dia ingin berbuka dengan sup buah.
Umi membuat mie kesukaan anaknya. Sup buah, dendeng kesukaan Umar, dan sayur labu siam beserta wortel. Semua dibuat Umi penuh cinta. Umi membayangkan Umar akan makan dengan lahap saat berbuka nanti.
30 menit menjelang berbuka, Umar pulang bersama Abi. Dia membawa lotek pemberian Bundo. Dia bersemangat membuka pintu.
"Assalmmulaikum Umi. Ada lotek untuk kita berbuka. Umar masih puasa, Mi."
"Masyaallah, Umar mantap. Hebat Umi dan Abi. Luar biasa anak Umi," jawab Umi mencium-cium pipi anaknya.
Semua sudah siap di atas meja. Teh, sup buah, mie, dendeng balado, dan lainnya. Semua kesukaan Umar.
Tak lama kemudian, azan Mgrib berkumandang di Mesjid Komplek Perumahan tempat tinggalnya.
Umar mengucap syukur.