Mohon tunggu...
Travel Story

Desertifikasi dan Efek Jangka Panjangnya

14 September 2017   20:37 Diperbarui: 14 September 2017   20:54 2356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Melelehnya es di kutub utara menyebabkan naiknya air laut dan beresiko menimbulkan bencana. Contonya seperti menenggelamkan pulau-pulau dan berimbas kepada menurunnya presentase daratan yang ada saat ini atau kemungkinan terburuknya adalah hilangnya semua daratan dari muka bumi. Tetapi akibat dari emisi gas greenhouseini tidak berhenti pada masalah meluapnya air, tetapi juga ketiadaan air itu sendiri. Ketiadaan air yang di maksud disini adalah desertifikasi.

Desertifikasi didefinisikan sebagai degradasi atau penurunan tanah di area-area yang kering dan gersang ataupun area yang memiliki tingkat kelembaban sedang, biasanya degradasi ini menyebabkan beberapa faktor perbedaan iklim dan aktivitas manusia itu sendiri. Desertifikasi dapat berjangka panjang karena dipengaruhi juga oleh iklim lokal maupun iklim global yang mengantarkan pada kekeringan berkepanjangan. Hal ini juga berimbas kepada menurunnya jumlah vegetasi dan tanah-tanah yang ada. 

Degradasi daratan seperti ini dapat terjadi di seluruh dunia, namun akan sangat berpotensi menjadi desertifikasi apabila terjadi di lahan yang kering, tandus ataupun gersang. Selain itu, desertifikasi yang terjadi di area-area semacam ini sangat riskan mengalami desertifikasi permanen, atau dengan kata lain berpotensi mengalami keadaan yang benar-benar mirip seperti gurun.

Pemanasan global juga merupakan dampak lain dari emisi gas greenhouse yang sudah mencapai ke atmosfer dan diperkirakan dapat mempengaruhi perubahan cuaca dan kejadian-kejadian ekstrem lainnya. Pemanasan global pun mau tidak mau juga akan berdampak pada keadaan di muka bumi ini. Salah satunya yaitu banyak lahan-lahan kering yang mengalami curah hujan yang sangat rendah di tambah dengan erosi tanah karena angin dan mengeringnya sumber-sumber air disertai dengan naiknya temperatur udara secara tiba-tiba dan sangat drastis. Terlebih lagi, penggundulan hutan yang marak terjadi turut berperan dalam menurunkan curah hujan di beberapa daerah dan berefek merantai kepada naiknya level bahaya desertifikasi di daerah tersebut.

Sebagai elemen penyusun 40% daratan di muka bumi ini, Benua Asia dan Benua Afrika berpotensi lebih besar mengalami perubahan iklim ekstrem dan desertifikasi dibandingkan wilayah lain. Daratan-daratan ini sudah pernah melewati masa dimana curah hujan sangat rendah dan tak menentu ataupun hujan yang berujung kepada badai, bahkan area-area yang jauh dari gurun tiba-tiba menjadi tidak subur, berbatu ataupun berpasir. Penyebab dari terjadinya hal-hal semacam itu adalah terlalu banyak lahan yang digunakan sebagai ladang, tempat menggembala binatang ternak, banyaknya penebangan liar, dan sistem irigasi yang buruk.

Tetapi, desertifikasi tidak terbatas kepada wilayah-wilayah gersang di Asia dan Afrika saja. Berdasarkan informasi dari organisasi yang bergerak di bidang lingkungan, Greenpeace, pada hakikatnya wilayah Mediterania juga akan mengalami hal-hal yang serupa seperti yang terjadi di Asia dan Arika. Jika emisi dari gas greenhouse ini terus meningkat, temperatur global diperkirakan juga ikut meningkat drastis di masa yang akan datang dan akan menjadi perubahan iklim terbesar sepanjang sejarah. 

Ketidakstabilan iklim regional juga akan menimpa Mediterania. Contoh dari ketidakstabilan Iklim tersebut seperti terjadinya panas yang teramat panas, melelehnya gletser, naiknya air laut dan akan memperluas samudera di muka bumi ini. Air di muara-muara Mediterania juga diperkiraan akan meningkat hingga 1 meter di tahun 2100. Hal ini akan berujung kepada hilangnya beberapa pesisir pantai dan naiknya tingkat keasinan air laut.

Beberapa hal lain yang juga diperkirakan terjadi di masa depan akibat dari desertifikasi ini adalah produksi peternakan yang akan mengalami fase-fase sulit karena rendahnya kualitas dari lahan yang ditempatinya, keuntungan dari alam dan perladangan juga menurun seiring dengan kemarau panjang yang menimpa. Hasil panen juga akan terancam krena menipisnya persediaan air, meratanya hama, dan lahan yang berkurang akibat dari desertifikasi. 

Kombinasi dari panas dan polusi juga akan terjadi hingga mengantarkan pada meningkatnya resiko terjangkitnya penduduk oleh gangguan pernafasan, sedangkan cuaca yang semakin ekstrem akan menambah angka kematian. Persediaan air di beberapa tempat yang kurang tepat juga dapat menimbulkan penyakit kolera, disentri, dan beberapa penyakit yang menginfeksi seperti malaria dan demam berdarah.

Available at:

Smith, Donald. 2000. when Green Earth turns into sand. Tanzania:National Geographic.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun