Mohon tunggu...
veni Wp
veni Wp Mohon Tunggu... Jurnalis - seorang yang biasa saja. berjalan di atas kaki sendiri

Menjadi Manusia yang Seutuhnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Larilah

22 Juli 2019   10:29 Diperbarui: 22 Juli 2019   10:38 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dia tertawa mengejek, "Tanpa sengaja dalam kondisi sadar? Pikirkan dengan otak yang rasional!" dia menghilang, muncul perempuan itu. Perempuan yang dulu selalu mengerti aku dan membawa aku ke dalam kedamaian. Dia tersenyum begitu manis dan ketika melihatku, senyum itu berubah menjadi sendu. 

"Jangan menunjukan kesedihan itu, jangan." aku mencoba meraih lembut wajahnya. Aku tidak mampu melihatnya seperti ini. Tapi, aku tidak siap untuk kembali bertemu dengannya.

Aku melangkah keluar rumah. Terdengar deburan ombak menerjang pantai. Langit biru begitu sempurna. Kesempurnaan yang sama juga terlihat di wajah Shani. Gadis pantai yang sangat mempesona dengan sikapnya. Langkah kaki membawa aku mendekat dengannya. Aku mencoba melepaskan semua masalah yang ada. 

"Tatapanmu manja namun tidak," Shani menatapku dengan mata tajamnya. Senyum aku ciptakan melihat responnya. "Kamu perempuan, aku tahu dalam diri kamu, kamu membutuhkan hangatnya sebuah pelukan."

"Tidak, seharusnya kamu yang membutuhkannya. Kamu harus menghadapinya. Berhentilah lari, apa yang kamu lakukan sampai tidak ingin bertemu dengan masalah itu?" untuk pertama kalinya aku mendengar dia berbicara panjang. Kata-katanya mampu membuat aku terdiam. Seketika wajah perempuan tercipta di langit biru. Dia kini terlihat tersenyum. "Aku tidak melakukannya, semua hanya kesalahan Shani."

"Ceritalah, aku akan mendengarkannya, laki-laki lemah." terlihat ketulusan di matanya. Aku menatap dalam mata itu, mata yang indah. Namun, mata itu tidak mampu membuat aku melupakannya. "Aku dan sahabat perempuanku melakukan sesuatu hal yang tak seharusnya, layaknya seorang suami istri." mungkin aku tidak masalah dengan orang-orang yang melakukan seks bebas, tapi tidak denganku.

"Dan itu terjadi ketika dia merasakan yang namanya patah hati. Aku menemaninya, sampai kami terbawa suasana. Nafsu dalam jiwaku tidak mampu aku tahan." kau begitu setia mendengarkan ceritaku. Memberikan waktu untuk aku menyelesaikannya. Mengamati setiap kata yang keluar dari mulutku.

"Bagaimanapun, kamu telah melakukan itu semua. Walaupun kamu tidak sengaja." langit dan laut menarik kamu untuk mendekat. Menantang angin laut yang mampu menerbangkan rambutnya. 

Namun, tidak dengan kesempurnaan di jiwanya. "Lihatlah, langit di ujung sana," aku mengikuti arah pandang matanya. "Mendung bukan? Perempuan itu sedang berjuang menahan semuanya. Dan kamu?" Shani menunjuk wajahku, "Pengecut, pergi dan lari dari dia yang begitu berani menantang semuanya." wajah perempuanku begitu sendu di ujung sana. Dia tidak menarik aku untuk kembali.

"Kembalilah, dia membutuhkanmu untuk bersama melawan kerasnya dunia." aku menggeleng, tetap dalam pendirian. "Ada seseorang yang hidup di dalam tubuhnya, kasihmu telah menghasilkan buah kasih kalian. Mulailah mencintai dia sebagai perempuan bukan sebagai sahabat."

Shani begitu tulus, dia mengatakan sebagai sesama perempuan. Perasaan yang begitu kuat membuat aku sedikit mengingat masa itu. Dia yang begitu ceria dan entah sekarang aku tidak tahu bagaimana dengannya. Aku seperti laki-laki yang tidak tahu diri. "Tapi aku belum bisa memberikan yang terbaik buat dia, aku takut membuatnya tersiksa." ya, aku begitu penakut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun