Mohon tunggu...
veni Wp
veni Wp Mohon Tunggu... Jurnalis - seorang yang biasa saja. berjalan di atas kaki sendiri

Menjadi Manusia yang Seutuhnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Larilah

22 Juli 2019   10:29 Diperbarui: 22 Juli 2019   10:38 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kau sedang ada masalah apa?" aku menatap dalam mata itu. Kata bingung hadir dalam otak. "Tidak ada," jawabku dengan tenang menatap senja. Senja, begitu banyak orang mengaguminya jika ia terlihat. Selepas dia menghilang, semua orang tidak mengagungkannya kembali.

"Manusia memang penuh penyangkalan." ternyata dia tidak sediam yang aku pikirkan. Kata-kata terus keluar dari bibir indahnya. Suaranya membuat anomali cuaca dalam tubuh. Air laut menerpa kakiku, namun tidak dengan dia. Seolah kaki itu milik bidadari yang tak mampu untuk dikotori.

"Aku tidak menyangkal, tapi memang aku baik-baik saja. Jangan menjadi manusia yang sok tahu." dia masih tidak menatap aku balik. Dengan setia aku menunggunya. Senyum itu tercipta, "Aku tidak yakin, karena seseorang ke pantai terkadang ingin menenangkan diri." warna biru laut memang membawa ketenangan. Tempat yang begitu indah.

"Tapi itu terkadang kan?" Shani hanya mengankat bahu, dia berbalik bersamaan dengan sempurnanya matahari tenggelam. Senja telah pergi. "Tapi aku yakin, kamu sedang mengindari sesuatu yang tidak nyata namun nyata." dia tetap tidak menatap aku. Perempuan itu menarik roh yang beberapa hari ini bersembunyi. Menghindari segala hal yang tidak disukai.

Aku berdiri dengan emosi dan keinginan. Kedua hal ini bersatu dan tenggelam dalam otak. Semua berasal dari kebaikan jiwa yang penuh nafsu. Tentu itu sebuah kebaikan untuk diriku sendiri. Nafasku berhembus sangat berat. Begitu berat terasa semuanya.

Sepatu yang tadinya putih terlihat bewarna cokelat. Aku tidak mungkin bertahan dalam dinginnya angin laut. Dengan langkah pelan dan pasti, aku menuju ke sebuah rumah yang begitu sederhana. Seorang laki-laki berumur 65 tahun keluar dari rumah. Aku tersenyum kepadanya, ini adalah senyum tulus yang telah lama tidak ingin muncul.

Obrolan mengalir senada dengan deru air laut bertemu dengan pantai. Malam semakin menampakkan kuasanya. Dia berkuasa dengan segala kegelapan. Namun, bintang mampu meredakan kesombongan sang malam. Gadis itu keluar dari bilik rumah kakek Sandi. Dia berjalan membawa kehangatan dalam nampan dan juga jiwanya.

"Silahkan di minum kopi hangatnya. Ini kopi cucu kakek yang paling enak." aku menghirup aroma kopi. Kopi itu masuk ke selaksa rindu kebutuhan diri. Bukan lagi keinginan dalam diri. Segelas kopi ini mengingatkan aku akan sosok dia yang memberikan kehangatan.

"Jadi, kamu kesini untuk menemukan ketenangan?" Shani menatap aku dengan senyum mengejeknya. Perempuan sialan. Aku kalah telak. "Ya, begitulah kek, semua mengikat aku dengan paksaan." Kakek Sandi hanya menganggukan kepalanya. Menatap kembali ke langit malam. "Kamu sebenarnya lari dari masalah dan tidak ingin menghadapinya."

Aku menatap kegelapan, dimana masih terlihat disana masalah itu mulai mendekat. Dia tidak pernah aku tinggalkan. Terus mengejar dan mencoba meraih lenganku untuk menghadapnya. Aku masih menghindarinya dan mencari jalan lain. Jalan yang tidak bisa dia lewati.

"Manusia lemah, laki-laki macam apa kamu!" dia mencoba menguji kesabaranku. "Jangan seperti itu Shani, temani dia, kakek mau tidur dulu." bahkan perempuan itu tidak menatap aku sama sekali. Angin malam menerpa wajahnya dan menerbangkan rambutnya yang tergerai. Bagaimana mungkin aku meninggalkan dia untuk terus berlari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun