Mohon tunggu...
Venansius
Venansius Mohon Tunggu... Guru - Guru, Musisi, dan Budayawan

Guru, Musisi, Budayawan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hayat Waria

19 Oktober 2021   08:51 Diperbarui: 19 Oktober 2021   08:57 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Aku inginkan anak perempuan, bukan seperti dia. Anak haram!”

Waria belum cukup umur untuk mengerti kata anak haram. Bukankah dia satu-satunya abak bagi ayah dan ibunya? Waria tak paham mengapa ibu selalu mengancamnya ketika ia bertanya soal nama saja.

Setelah duduk di bangku SMP, Waria paham mengapa ia bisa menanggung keadaan seperti ini, dengan pakaian layaknya anak perempuan serta rambut panjang yang berjuntai padahal dia lelaki. Dan sungguh lelaki. Kelaminnya saja kelamin lelaki. Tapi kenapa dia mesti berdandan? Bukankah sering Waria merasa tersanjung ketika dikatakan, “kau cantik sekali, Waria”. Memang tampaknya Waria sudah sangat cantik, secantik anak perempuan seusianya. Maka tak ada yang mengira bahwa Waria sesungguhnya adalah lelaki.

Semua koleksi pakaiannya dalam lemari adalah pakaian perempuan. Sepatu pun sepatu perempuan. Apalagi di kamarnya ada meja rias dan di atasnya terdapat berbagai aksesori seperti giwang dan anting-anting. Sungguh, itu dandanan anak perempuan. Tak habis dia mengerti mengapa benda-benda itu juga dia miliki. Dan dia pun tak mau bertanya pada ibu karena takut.

Dulu, setia pagi, ibu selalu menata rambutnya. Terkadang dikepang dua atau dibuatkan kuncir. Setelah itu, ibu mencium dahinya dengan lembut dan melepasnya berlari menuju sekolah. Dan ibu selalu mamarahinya apabila didapatinya dia bermain dengan lelaki. Maka teman bermain Waria semuanya adalah perempuan. Hanya itu ingatan manis Waria soal ibunya.

Sekarang dia mengerti mengapa dia disebut anak haram oleh ibu. Ibu yang menginginkan anak perempuan tak lebih menganggap anak lelaki bernama Waria sebagai anaknya. Ibu tetap tak bisa merubah dirinya menjadi perempuan sejati. Hanya kelakuan saja seperti anak perempuan dengan baju kembang serta dibelikan boneka. Semua itu adalah usaha kegilaan ibu yang gagal.

Persoalan lain, ayah tak pernah punya banyak waktu untuk tinggal di rumah. Dia lebih sibuk dengan pekerjaannya, bahkan sering Waria mendengar ibu menuduh ayah bermain perempuan di tempat lain. Tentu saja Waria tak ingin turut campur persoalan ayah dan ibu. Waria hanya bisa berlari menyembunyikan diri di bawah meja atau di bawah ranjang sambil membekap telinga, tak ingin mendengar pertengkaran sengit. Tapi, matanya melihat bagaimana ayah memukuli ibu lalu menusuk perut ibu dengan pisau dapur. Waria melihat itu semua dan dia masih kecil, tak mengerti mengapa hal itu harus ia hadapi. Sejak saat itu, mulut Waria telah terlatih untuk menjadi bungkam.

Beberapa waktu setelah pemakaman ibu, ayah memutuskan pergi bersama selingkuhannya membentuk mahligai baru. Waria dititipkan pada neneknya.

“Ayah akan kembali menjemputmu”. Begitu janji ayah beberapa saat sebelum berangkat sambil mengecup dahinya seperti ibu biasa mencium dahinya sebelum beranjak dari rumah menuju sekolah. Waria tetap bungkam.

Semua itu, gambaran pudar masa lalu masih jelas dalam ingatan Waria. Ia tak tahan tinggal bersama nenek yang terus menudingnya sebagai anak tak berguna. Kelakuan nenek merobek hatinya yang sudah terlanjur hancur. Nenek menghina dirinya, menolak kepala Waria dengan telunjuk, “dasar anak tidak normal, pergi saja menyusul ibumu”. Waria hanya bisa menangis dan terus menangis hingga matanya tak lagi mengeluarkan air. Waria pergi meninggalkan rumah nenek malam harinya dengan tujuan yang tak pernah dia tahu. Malam tahu kemana Waria pergi.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun