Mohon tunggu...
Venansius
Venansius Mohon Tunggu... Guru - Guru, Musisi, dan Budayawan

Guru, Musisi, Budayawan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mata Tuhan

13 September 2021   14:29 Diperbarui: 13 September 2021   14:33 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Itu makhluk yang kami ceritakan padamu, Musto! Itu!” Seorang dari sepasang kekasih itu menepuk pundak Musto sambil mengantar telunjuknya ke arah makhluk dan kumpulan orang tak terbilang banyaknya.

“Kalian tahu apa yang sebenarnya terjadi?” Musto bertanya pada keduanya. Keduanya menjawab dengan pertanyaan.

“Kamilah yang seharusnya bertanya demikian sebab kau mengetahui banyak hal daripada kami”.

“Apakah kalian masih melihat busur itu?” Ketiganya menengadah dan melihat sesuatu yang bisa disebut penampakan busur di antara awan gemawan yang telah diliput mendung tebal. Sementara hujan mulai semakin lebat dan kerumunan orang itu semakin mendekat, naiklah Musto dan sepasang kekasih itu ke puncak gunung. Kali ini bukan untuk berbicara pada Tuhan melainkan untuk meminta pertolongan sesegera mungkin. Musto yakin sekali bahwa Tuhan telah melihat semuanya, maka tidak mungkin Tuhan tidak terlibat.

“Sekarang kalian yakin bahwa saya tidak terpengaruh mistik, bukan. Setelah ini kalian akan melihat bagaimana Tuhan mendatangkan bantuan untuk kita”. Sepasang kekasih itu hanya diam mendengar apa yang dikatakan Musto. Setelah sampai di puncak gunung, Musto berteriak memanggil Tuhan. Seperti awalnya tadi, hanya guntur dan kilat yang peduli pada teriakan Musto. Usaha Musto berteriak menjadi sia-sia. Kerumunan orang yang tak terbilang banyaknya sudah ada di hadapan Musto dan sepasang kekasih itu. Mereka dilingkari oleh manusia seperti semut menggauli gula. Dan, seekor makhluk berbadan meyerupai naga dengan empat tanduk di masing-masing kepala membungkuk mendekati mereka bertiga. Sejurus kemudian, salah satu bagian kepala makhluk itu membuka mulut untuk menelan ketiganya sekaligus.

Musto berteriak kuat-kuat. Semakin mendekat mulut itu semakin gelap di dalam sana. Lalu amat gelap sekali sehingga hanya tinggal suara saja yang terdengar. Sedetik kemudian Musto membuka mata. Dilihatnya seorang perempuan berdiri memeluk dada di depannya. Musto kemudian duduk lalu mengusap wajahnya yang sembab. Perempuan itu adalah isterinya.

“Kau mimpi buruk lagi, ya?” Musto tak menjawab. Itu telah menjadi kebiasaanya. Lalu ia mulai menceritakan dari awal mimpi itu. Istrinya mendengar penuh perhatian. Musto tidak menyianyiakan kesempatan berharga itu. Hingga detik akhir cerita Musto, istrinya tetap mendengar.

“Benarkah Tuhan bisa ada di mana-mana?” Senang bukan kepalang Musto terhadap istri tercinta dan demi menunjukkan benarnya keadaan itu, Musto mengangguk keras. Setelah itu, istrinya bangkit berdiri dan menolak kepala Musto sehingga dia kembali tersandar di bantal sambil berlalu dia berkata, “Jangan percaya pada mimpi, Musto!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun