Mohon tunggu...
Konstantinus Jalang
Konstantinus Jalang Mohon Tunggu... Penulis - Penulis adalah Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang

Berfilsafat dari Bawah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mereka Sedang Menertawakan Masa Depan

6 Mei 2021   21:03 Diperbarui: 6 Mei 2021   21:28 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Nino sedang bermain gitar sambil sedikit mendengungkan lagu berjudul "Sewindu" karya Tulus. Sementara Lewis, teman dekat Nino, sedang menyeduh kopi sachet yang baru saja dibelinya di warung ibu kost. Nino dan Lewis sebenarnya sedang menunggu Dimas yang katannya akan datang membawa beberapa batang rokok surya. Dimas tiba-tiba datang, persis saat Lewis dan Nino baru dua kali meneguk kopi hangat racikan Lewis. Rupanya, ketiga pemuda ini sering kali menghabiskan waktu bersama untuk hal-hal yang tidak terlalu penting.

Di sore itu, ketiga pemuda ini memang sedang tidak punya kesibukan pribadi yang mendesak. Kadang-kadang, meskipun ada kesibukan yang lebih penting, ketiganya masih saja nekat melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak terlalu penting. Kalau tidak bermain game, ketiganya hanya duduk bersama sambil menarikan jari di layar handphone masing-masing. Kelalaian yang dilakukan berulang kali, rupanya sudah menjadi kebiasaan yang dianggap wajar. Kelalaian diri sudah menjadi sesuatu yang enak untuk ditertawakan. Mereka sering kali menjadikan kelalaian mereka sendiri sebagai materi joke di tempat nongkrong.

Mereka bukannya tidak punya komitmen akan masa depan yang baik, tetapi mereka lebih ke tipe pemuda yang cenderung senang menertawakan kelalaian ketimbang mencemaskannya. Mereka yakin Tuhan kasih jalan terbaik, meskipun jarang berdoa. Mereka pernah sedih, tetapi jarang berhenti di momen sedih tersebut. Mereka jarang patah semangat hanya gara-gara masalah asmara. Mereka tidak pusing dengan jadi apa di masa depan. Mereka tidak cemas akan jodoh di hari pernikahan. "Intinya, ada kopi, ada rokok dan sesekali makan daging panggang, itu sudah hidup..", kata Lewis. Mereka merasa lebih nyaman bersantai-santai dulu, ketimbang huru-hara di masa muda. Prinsip ini tentu saja menjengkelkan bagi orang-orang disiplin dan pekerja keras.

Nino dan Lewis yang sedang rindu menghisap rokok begitu bahagia, tatkala tahu Dimas datang dengan membawa beberapa batang rokok suryanya. Tanpa mengeluarkan rokok dari saku jaketnya terlebih dahulu, Dimas langsung saja meneguk kopi hangat yang sedang parkir di depan muka Nino dan Lewis. Gaya Dimas juga biasa dilakukan baik oleh Nino maupun Lewis saat keduanya menjadi penyumbang rokok. Sore itu, ketiganya duduk bersama sambil bernyanyi dengan iringan gitar si Nino. Kebetulan, Dimas membawa enam batang rokok, jadi, ketiganya masing-masing menghisap dua batang rokok sambil menyeduh segelas kopi hangat buatan Lewis. Duduk-duduk seperti ini bisa berlangsung dua sampai tiga jam, tergantung jumlah rokok. Yang perokok pasti paham hehe..

Ketiga pemuda ini sudah terbiasa dengan ritme hidup yang demikian selama bertahun-tahun. Bagi mereka, tertawa lebih penting ketimbang merengut. Mereka juga punya kisah pilu, tetapi dilipur oleh tertawa yang kadang-kadang lebay. Tetapi, meskipun demikian, di lubuk hati yang paling dalam, ketiganya tetap punya prinsip hidup yang memang sedikit suam-suam kuku. Ketiganya masih punya siasat tersembunyi di balik beban yang ditertawakan. Ketiga pemuda ini seperti menghadirkan alternatif yang lain sama sekali perihal cara membahagiakan diri sendiri.

Oleh: Venan Jalang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun