Mohon tunggu...
Vemi Nabila Wibisono
Vemi Nabila Wibisono Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

Pecinta makanan yang memiliki kandungan Mono Sodium Glutamat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama FEATURED

Memaknai Autism Awareness Day, Apakah Dunia Sudah Adil bagi Penyandang Autisme?

2 April 2020   23:46 Diperbarui: 2 April 2022   06:33 2705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menyendiri. (sumber: SHUTTERSTOCK via kompas.com)

Kembali lagi ke masalah perasaan, adik saya juga memiliki perasaan yang sama seperti kalian para anak-anak yang terlahir normal. Ia memiliki keinginan yang kuat untuk berkuliah, karena ia melihat saya berkuliah dan mendapatkan teman di sana. 

Adik saya memang tidak suka belajar, tapi dia sangat suka berteman, lucunya adik saya lebih suka berteman dengan anak-anak normal ketimbang yang sama-sama menyandang autisme seperti dia. 

Namun dunia justru menghancurkan ekspektasi adik saya, berkali-kali adik saya ditolak di kampus-kampus yang menyediakan layanan pembelajaran untuk penyandang autisme, pun jika memang ada kampus yang dapat "menerima" keadaan adik saya, mungkin kali ini justru dompet akan berkata sebaliknya. 

Pada masa SMA-nya sebelum adik saya lulus, ia memiliki banyak teman, meskipun teman-temannya juga gemar menjahilinya, namun adik saya adalah adik yang sangat pemberani, teman-temannya jutru akan ia jahili balik.

Pada akhirnya saya sadar bahwa adik saya dengan kondisinya yang seperti ini meskipun ia sulit diterima di lingkungannya, namun tanpa disadari lingkungan tersebut mulai dapat menerima kondisi adik saya dikarenakan usaha yang dilakukan oleh adik saya sendiri.

Begitulah awalan sepenggal kisah dari adik saya sebagai penyandang autime yang sangat luar biasa. Lalu masuk ke pertanyaan inti yang ingin saya bahas di tulisan ini, yaitu sudahkah dunia ini adil bagi penyandang autisme? Pertanyaan yang cukup berat, karena hal ini mencakup tatanan sosial di dalam masyarakat. 

Masyarakat sendiri dapat saya katakan sebagai representasi dari dunia yang saya maksud. Jadi lebih tepatnya, apakah masyarakat saat ini sudah memperlakukan penyandang autisme dengan adil? Saya sendiri merenungkan hal ini cukup lama sambil berusaha memikirkan apa yang dirasakan oleh adik saya. 

Pada akhirnya saya mencapai kesimpulan dari proses dialektika saya, yaitu tentu saja belum. Saya rasa saya tidak perlu menorehkan data atau fakta ilmiah untuk mengatakan "belum" dalam argumen saya sendiri, karena saya melandasi tulisan ini murni dengan pengalaman saya sebagai kakak dari penyandang autisme.

Terkadang berusaha untuk menahan perasaan kecewa saya sendiri, menahan perasaan yang saya rasa dapat memperburuk hati saya sendiri, jika memikirkan bagaimana masyarakat memperlakukan penyandang autisme khususnya adik saya sendiri.

Saya sendiri diajarkan untuk berani oleh ibu saya dengan membawa adik saya jalan-jalan ke supermarket di dekat rumah saya, hal tersebut saya pikir awalnya biasa saja, sampai akhirnya saya dilepas hanya berdua dengan adik saya yang mengoceh sendiri asik dengan dunianya sambil menggunakan headset untuk menghalangi kebisingan di luar sana sebagai pelengkap dunianya. 

Rasanya benar-benar perlu keberanian yang besar, saya awalnya hanya berasumsi jika para pengunjung di sana menatap dengan tatapan tidak mengenakan terhadap kami, sampai pada akhirnya saya membuktikannya dengan melihatnya satu persatu. Saya menyesal telah membuktikannya, karena nyatanya benar adanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun