Mohon tunggu...
Tristan Adi Nugraha
Tristan Adi Nugraha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Terkadang Menulis

.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Masih Butakah Keadilan di Indonesia?

5 Juni 2021   22:21 Diperbarui: 5 Juni 2021   22:28 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jika melihat definisi menurut Aristoteles, keadilan merupakan tindakan yang terletak di antara memberikan terlalu banyak ataupun terlalu sedikit. Dalam kata lain aktivitas keadilan adalah memberi sesuatu kepada orang lain seimbang dengan  yang kita dapatkan dari orang lain pula. Keadilan menjadi suatu hal ideal yang berusaha diterapkan di masyarakat beradab pada masa kini. Masyarakat Indonesia sendiri memiliki Pancasila sebagai pedoman kehidupan dimana sila ke-5 berbunyi "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia." Pendahulu kita sangat mendambakan adanya keadilan sosial yang menyelimuti kehidupan masyarakat kita. Namun terkadang harapan memang tidak sesuai dengan kenyataan. Sering kali kita membaca berita yang mengemukakan kasus-kasus ketidakadilan yang terjadi di Indonesia. Bahkan kasus-kasus tersebut ada yang berasal dari pengadilan, dimana segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum diadili. Hal ini membuat kami sebagai mahasiswa berpikir bahwa keadilan bukan lagi suatu harapan yang dijunjung tinggi di negeri ini. Beberapa contoh kasusnya akan dijelaskan secara ringkas dibawah ini.

Ketidakadilan sangat terlihat jelas terjadi di kalangan mereka yang miskin, tak berdaya dan dipandang sebelah mata di negara kita ini. Seakan mereka yang miskin tak memiliki hak untuk mendapatkan keadilan. Mereka yang miskin selalu dikesampingkan di hadapan hukum. Seperti contoh, beberapa kasus yang menyayat hati banyak masyarakat Indonesia. Masih ingatkah kasus seorang nenek yang mencuri kakao? Beliau divonis hukuman 1,5 tahun di balik penjara hanya karena kesalahpahaman dengan tiga buah kakao seharga Rp10.000. Apakah masih kurang meyakinkan? Ada pula kasus pencurian kayu oleh seseorang bernama Jasmin yang hasil kayu tersebut dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup yaitu membeli beras. Jasmin pun divonis 1 tahun penjara dan denda sebesar Rp50.000.000,000. Layakkah hukuman seperti itu dijatuhkan kepada mereka yang mencoba untuk bertahan hidup? Untuk kebutuhan perut saja, Jasmin harus mencuri. Lalu bagaimana ia bisa mendapatkan uang sebesar 50 juta? Pada kedua kasus ini para pelaku tidak melakukan pelanggaran hukum untuk memperkaya diri sendiri melainkan hanya untuk bertahan hidup, namun hukuman yang dijatuhkan terlihat sangat berat. Lantas, bagaimana dengan para koruptor yang melakukan tindak pidana yang jauh lebih berat?

Bila memang tindakan mencuri tidak dibenarkan, mari kita bandingkan dengan tindakan korupsi yang dilakukan oleh mereka para petinggi negara, para wakil rakyat yang memiliki kekuasaan dan kedudukan serta kaum elite pemerintahan. Mereka dengan mudah merampas apa yang menjadi milik rakyat dengan nominal yang sangat besar dan hukuman yang dijatuhkan begitu ringan dan bahkan dapat lolos dari sanksi. Jadi dimana letak keadilan? Bukankah seharusnya mereka mendapat sanksi tegas akan apa yang mereka lakukan seperti tertulis dalam Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 dimana dikatakan bahwa "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)"?. Namun tanpa rasa bersalah, mereka dengan mudah lepas dari sanksi yang seharusnya mereka dapatkan. Mereka bebas berkeliaran diluar sana dan tetap menikmati dunia yang tidak melihat perbuatan mereka. Bukankah seharusnya mereka sangat layak mendapatkan hukuman yang berat? Jelas hukum di Indonesia seakan dibutakan oleh mereka yang memiliki kekuasaan serta kekayaan. Dengan mudah hukum Indonesia disuap dengan sejumlah uang serta kedudukan. Terlihat sangat mudah menindas masyarakat kecil yang melakukan pelanggaran ringan. Hal ini mengingatkan kita terhadap pernyataan tentang hukum di Indonesia "tajam ke bawah dan tumpul ke atas" yang dirasa sangat tepat untuk menggambarkan ketidakadilan yang terjadi di Indonesia. Aneh sekali rasanya hal-hal seperti ini masih terjadi di masyarakat beradab di zaman modern. Keadilan rasanya hanya cita-cita bangsa yang tidak akan pernah tercapai karena uang.

Hal yang kami simpulkan adalah bahwa ketidakadilan di Indonesia membawa kericuhan dan memperburuk citra bangsa yang lalu membuat masyarakat menaruh ketidakpercayaan terhadap lembaga hukum. Bahayanya adalah jika masyarakat tidak akan menaruh kepercayaan mereka kepada siapapun selain diri mereka sendiri sehingga kita dapat kembali menjadi masyarakat yang belum beradab. Maka perbaikan yang dapat dilakukan adalah pemberian penyuluhan untuk menumbuhkan kesadaran hukum di masyarakat seperti salah satunya yang sudah dilakukan dengan wajibnya mata pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan di jenjang pendidikan masyarakat Indonesia. Tujuannya adalah agar kesadaran dari diri sendiri dan hati nurani dalam mempertimbangkan kasus-kasus yang membutuhkan keadilan hukum karena hal ini menjadi barang mahal dan langka di negara ini. Kesadaran ini diharapkan akan muncul jika pemerintah dan masyarakat sudah konsisten untuk mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku di negara ini. Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama membangun hukum seadil-adilnya dan mulai mempertegas hukum ke atas agar kehidupan masyarakat Indonesia menjadi lebih harmonis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun