Mohon tunggu...
Vau-G
Vau-G Mohon Tunggu... Wiraswasta -

" ...Menulis merupakan salah satu kesempatan berbagi hal baik (berupa inspirasi, pengalaman, dan pengetahuan) kepada banyak orang dalam jangkauan ruang lintas waktu yang jauh ke depan. Salam Olah Kata & Pikiran...Terus mem-Baca, me- Nelaah & me-Nulis..."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Taber Laot dan Muang Jong – Tradisi Adat Masyarakat Pesisir Pantai Kepulauan Bangka-Belitung ( Bagian 2)

30 Mei 2016   19:58 Diperbarui: 20 Juni 2016   23:59 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ritual Puja Pantai oleh Suku Mah Meri - farm2.staticflickr.com Images


Gagasan masyarakat setempat yang bernilai baik berupa pandangan hidup, tata nilai,  adat istiadat dan norma terdapat dalam kearifan lokal, kita temui dalam ritual dan mitos. 

Salah satu ritualnya yaitu ritual bahari merupakan suatu keyakinan akan keberadaan kekuatan di luar kemampuan manusia, permohonan keselamatan, usaha mempertahankan kehidupan dan rasa syukur atas apa yang telah diterima. Berbentuk upacara yang telah dikembangkan ke arah ekonomi sebagai salah satu agenda budaya.

Kekayaan ritual bahari sebagai kekayaan budaya dan daya cipta dilihat dari nilai-nilai simbolis yang disampaikan sebagai kearifan lokal masyarakat setempat untuk bertahan hidup. Setelah pada artikel “Taber Laot dan Muang Jong – Tradisi Adat Masyarakat Pesisir Pantai Pulau Bangka ( Bagian 1)” membahas ritual adat Taber Laot, maka pada kesempatan ini, kita akan membahas mengenai Muang Jong. Baik ritual Taber Laot maupun Muang Jong memiliki kesamaan sebagai  tolak bala, harapan akan hasil laut dan keselamatan ketika melaut.

Suku Sekak atau Sawang

Lokasi Tinggal Suku Sekak di Bangka-Belitung - derosaryebed.blogspot.co.id Images
Lokasi Tinggal Suku Sekak di Bangka-Belitung - derosaryebed.blogspot.co.id Images

Di kawasan Asia Tenggara terdapat 3 kelompok  suku laut [1], dua diantaranya hidup di wilayah Indonesia yaitu Suku Bajo di Sulawesi sampai Filipina, Moken di pesisir barat Myanmar sampai Malaysia, dan Sekak di sekitar perairan Riau sampai Kepulauan Bangka Belitung.

Suku Sekak lebih dekat dengan suku Moken. Seorang ahli antropologi maritim dari Universitas Tokyo, Akifumi Iwabuchi, menyatakan bahwa Moken dan Sekak memiliki ritual bahari yang sama yaitu Muang Jong, sebuah miniatur kapal yang berisi aneka sesajian.

Secara geografis, pesisir barat Myanmar sampai ke Belitung merupakan jalur pelayaran internasional sejak zaman dahulu. Sehingga memungkinkan terjadinya migrasi suku Moken dan Sekak. Menurut laporan Jl. Van Sevenhoven (Komisaris Belanda ) di Belitung tahun 1803 mengatakan bahwa orang Sekak hidup di antara Pulau Bangka dan Belitung sebagai pemandu, penyelam dan nelayan handal. Kapal-kapal dagang yang melewati selat Bangka pada waktu itu masih dipenuhi lumpur, sehingga membutuhkan pemandu yang mengerti kondisi perairan setempat.Pengetahuan kondisi perairan tersebut diperoleh dari pengalaman panjang orang Sekak melayari selat Bangka.

Peta Lokasi Suku Sekak, Kampong Laut; Belitung - wikimapia.org Images
Peta Lokasi Suku Sekak, Kampong Laut; Belitung - wikimapia.org Images
Suku Sekak kebanyakan tinggal di daerah Bangka Selatan, Belitung , dan Belitung Timur. Suku Sekak dapat ditemui di  Pulau Bangka di wilayah Jebu Laut, Kundinpar, Lepar dan Pongok. Sedangkan di Belitung di Juru Seberang, Kampung Baru dan Gantung. Tempat tinggal mereka dikenal dengan KPL  atau Kampong Laut. Keunikan suku ini lebih menyukai tinggal di laut dan daerah pesisir pantai. Bahasa yang dipakai adalah bahasa suku laut.

Asal usul Suku Sekak

Menurut catatan EP Wieringa dalam “Carita Bangka” (Rijksuniversiteir Leiden, 1990) mengalihbahasakan catatan Legenda Bangka yang disusun oleh Haji Idris tahun 1861, pasal 26, menyebutkan bahwa orang Sekak adalah keturunan prajurit Tuan Sarah. Tuan Sarah seorang pedagang yang ditunjuk Sultan Johor untuk memimpin pasukan penyerbu bajak laut di Bangka pada awal 17. Setelah para bajak laut berhasil diusir, sebagian pasukan tersebut tetap tinggal di Bangka. Ini yang menjadi cikal-bakal orang Sekak.Terkadang Suku Sekak dikenal juga dengan Manih Bajau ( keturunan bajak laut [2]).

Batman - visitbangkabelitung.com Images
Batman - visitbangkabelitung.com Images

Batman, tokoh adat Sekak, menyebutkan bahwa nenek moyang mereka berasal dari Lingga, salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau. Dari Lingga, baru kemudian merantau ke Belitung. Didasari  dengan lagu tradisional Sekak yang berjudul  Campak Daik. Daik merupakan ibu kota Kesultanan Lingga. Sekarang Daik menjadi ibukota Kabupaten Lingga dengan wilayan laut berbatasan dengan Kepulauan Bangka Belitung.

Lioba Lenhart dalam Konstruktion, Oszilation udn Wandel Etnicher Der Orang Suku Laut (Shaker, 2002) memasukkan orang Sekak sebagai sub-suku orang laut. Suku Laut yang terdapat di Natuna, Anambas, Tanjung Pinang dan Lingga sebagai orang Laut. Sedangkan yang berada  di sekitar Bengkalis, Riau sebagai orang Kuala.

Orang Sekak memiliki pola hidup berpindah-pindah ( nomaden) dari satu tempat ke tempat lainnya, dari satu pulau ke pulau lainnya dengan menggunakan perahu. Pola perpindahan tergantung dengan pergantian musim yang mempengaruhi periode tangkap ikan. Jika periode tidak menangkap ikan, mereka akan tinggal sementara di sekitar pantai.

Baru tahun 1985, mereka menetap di daratan dan melaut ketika mencari nafkah. Setelah ada kebijakan tinggal di darat diberlakukan oleh pemerintah, orang Sekak mulai menikah dengan orang suku-suku lain. Sehingga tidak banyak yang bisa disebut sebagai orang Sekak Asli. Tinggal di darat memberi pengaruh akan semakin hilangnya identitas sebagai orang laut. Sebelumnya orang Sekak tinggal di perahu yang dikenal dengan Kolek. Dengan lebar 2m dan panjang 10m. Kolek ini menjadi rumah bagi keluarga orang Sekak. Pada waktu tinggal di kolek, orang Sekak hanya sesekali ke darat untuk mencari air tawar jika telah lama tidak turun hujan di lautan. Sekarang mereka telah tinggal di parak (rumah panggung).

Rumah Panggung Orang Sekak di Pulau Pongok Bangka Selatan - derosaryebed.blogspot.co.id Images
Rumah Panggung Orang Sekak di Pulau Pongok Bangka Selatan - derosaryebed.blogspot.co.id Images
Kebijakan tinggal di darat, membuat orang Sekak mulai mengganti kolek dengan perahu mesin. Waktu melaut-pun menjadi singkat. Tidak ada lagi yang melaut hingga berbulan-bulan lamanya. Melaut tidak lagi menjadi berlangsung terus menerus. Jika kondisi hasil melaut sedang kurang, mereka dapat bekerja di pertambangan timah. Muncul ketidaksesuaian dengan falsafah hidup yang bersahabat dengan laut yang telah dipegang teguh sejak zaman nenek moyang.

Hasil penelitian menunjukkan ada sekitar 120 keluarga Sekak di seluruh Bangka Belitung. Dan hanya 50 orang yang telah berusia di atas 50 tahun yang dapat berbicara bahasa Sekak. Sisanya berbicara dalam bahasa melayu Bangka atau Belitung.

Jumlah orang Sekak terus merosot. Diduga dipicu pernikahan dengan kerabat dekat sebagai tuntutan menikah dengan keluarga asli Sekak. Dikhawatirkan akan hilangnya adat-istiadat orang Sekak. Ada tinggal beberapa orang yang memahami adat istiadat Sekak seperti Wak Jem dan Batman yang mengetahui detail ritual, mantra-mantra dan masih fasih berbahasa Sekak.

Identitas penamaan suku

Sebagian orang di dalam suku menyebut dirinya orang Sekak, yang lain menyebut sebagai orang  Sawang. Penamaan orang Sekak mengandung sedikit konotasi negatif. Ada yang berpendapat jika sebutan tersebut sebagai pelesetan dari kata “pekak” (dalam bahasa Bangka) berarti tunarungu. Terlalu banyak menyelam, mengakibatkan pendengaran orang Sekak terganggu.

Dalam catatan Sobron Aidit (1960-an), muncul sebutan sebagai orang Sawang.  Untuk arti “Sawang” sendiri berarti  jaring laba-laba yang berwarna hitam yang menempel di dinding rumah. Para tetua, lebih senang menyebut identitas dirinya sebagai orang Sekak dan pada generasi muda sebaliknya. Namun lebih banyak literatur ilmiah yang mengacu pada nama “Sekak”.

Dalam ekspresi pandangan Andrea Hirata dalam kisah Laskar Pelangi digambarkan bahwa suku Sawang (Sekak) adalah orang-orang yang memiliki integritas & etos kerja yang tinggi, murah hati, dan tidak pernah berurusan dengan masalah hukum.

“…Tak ada kepelitan mengalir dalam pembuluh darah orang Sawang… Sejarah menunjukkan bahwa orang-orang Sawang memiliki integritas, mereka hidup eksklusif dalam komunitasnya sendiri, tak usil dengan urusan orang lain, memiliki etos kerja yang tinggi, jujur, dan tak pernah berurusan dengan hukum. Lebih dari itu mereka tak pernah lari dari utang-utangnya.” (Hirata, 2008:164)

Hal di atas mengindikasikan bahwa masyarakat suku Sekak sangat memiliki nilai moral kultural yang tinggi yang dapat menghindari konflik dan menjamin terwujudnya persatuan dan kesatuan dalam hidup bermasyarakat.

Kesenian Suku Sekak

Terdapat aneka kesenian suku Sekak seperti tarian dan lantunan lagu bersyair pantun. Tarian dibagi menjadi tarian ritual dan tarian adat. Yang termasuk tarian ritual seperti  Tari Pencak Silat, Kuda Dareng, Ancak, Jitun, Mancing Ikan, Numbak Duyung, Simbang Raje, Lanun, Simbe Gelumbang dan lain-lain.

Tari adat mencakup tari Sampan Ngeleng, Cingadek, Sembah Raje, Bulan Terang Kelima Belas, Bedaek, Beluncong, Ketimang Burong, Telusor Tebing, Gajah Manunggang, Nyalui, Aku Berayun, Mate Angin dan lain-lain.

Kerajinan orang Sekak yang terkenal yaitu Tikar Tagem ( Tikar Besar Kajang), sejenis tenda untuk perahu.

  • Campak Dalong

Adalah kesenian tradisional khas suku Sekak. Campak yang berarti menyepak atau menendang sedangkan Dalong berarti kalung. Dikenal  pula sebagai “ Sampan Gelang”.  Kesenian ini diperkirakan telah ada sejak tahun 1010 M.

Gerakan menyepak ini mengibaratkan menyepak gelombang laut yang datang ke pesisir. Dalong yang dipakai terbuat dari kerang kecil yang dirangkai dalam seutas benang.

Kesenian Campak Dalong terdiri dari seni tari dan seni lisan. Dalam ritual Muang Jong dipertunjukkan tari Campak Dalong yang diiringi dengan Deker sebagai nyanyian untuk memanggil roh leluhur. Campak Dalong menggunakan tiga gendang yaitu Gendang Nganak, Gendang Tengah, Gendang Nduk. Diiringi 1 gong, 1 orang penyanyi dan beberapa penari.

Lagu-lagu  dalam kesenian Campak Dalong antara lain:

  • Deker – nyanyian  untuk memanggil roh leluhur,
  • Loncong – nyanyian untuk mengantar jenazah suku Sekak ke daratan,
  • Daek – lagu penghibur suku Sekak,
  • Dalong – lagu pemberi semangat suku Sekak saat melaut,
  • Gajah Manunggang

Tokoh-tokoh Pengiat Kesenian dan Budaya Suku Sekak

Idris Said atau Bang Deris yang memimpin sanggar kesenian suku Sekak yaitu Sanggar Ketimang Burong. Tampil mempromosikan berbagai kesenian suku Sekak sampai event tingkat nasional. Pekerjaan sehari-hari sebagai nelayan dengan keahlian seni diwariskan langsung oleh sesepuh suku Sekak.

Maestro Campak Dalong yang dikenal dengan nama Batman yang lahir di Pulau Kalang Bau, Belitung Timur, merupakan keturunan suku Sekak. Memiliki ilmu keturunan, hingga mampu melaksanakan ritual-ritual adat seperti Muang Jong. Untuk mempertahankan kesenian Campak Dalong, Batman memberi pelatihan setiap jum’at atau minggu malam di teras rumahnya. Sering diundang dalam kegiatan Festival Serumpun Sebalai dan Seni Tradisi yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Profesor Akifumi Iwabuchi, seorang pengajar Antropologi Kelautan dan Arkeologi Bawah Air sejak tahun 1994 di Universitas Tokyo Ilmu Kelautan & Teknologi di Jepang. Telah melakukan penelitian selama kurang lebih 25 tahun di pesisir Sumatera  dan menerbitkan buku “ The People of Alas Valley”. Memiliki inisiatif mengumpulkan para tetua suku Sekak di lima daerah Bangka Belitung, Pulau Semujur, Teluk Kelabat, Pulau Lepar Pongok, Tanjung Pandan, dan  Gantung Manggar untuk berdiskusi dan menetapkan soal adat dan budaya suku Sekak sehingga kebudayaan dapat dipertahankan.

Organisasi  Suku  Sekak

  • Teluk Kelabat

Ketua : Sakban ( Desa Air Asem)

Wakil : Awang ( Jebu Laut)

  • Pulau Semujur

Ketua : Batman ( Baskara Bhakti)

Wakil : Bujang Badrin ( Puding Besar)

  • Lepar Pongok

Ketua : Arip ( Kumbung)

Wakil : Silan ( Pongok)

  • Tanjung Pandan

Ketua : Awang ( Juru Seberang)

Wakil : Jauhari ( Kampung Laut)

  • Gantung Manggar

Ketua : Sunardo ( Seberang)

Wakil : Senanto ( Seberang)

Pembentukan organisasi akan membuat jalinan semakin solid antar orang Sekak, sehingga secara bertahap mampu menggali kembali adat dan tradisi nenek moyang.

Muang Jong

Muang Jong - programpeduli.org Images
Muang Jong - programpeduli.org Images

Muang Jong ( buang jung ; buang jong )adalah tradisi ritual selamatan laut yang dilakukan oleh suku Sekak. Muang Jong berarti membuang patok [3].Upacara ini diselenggarakan setahun sekali . Diadakan pada musim pancaroba/peralihan, sebelum memasuki musim angin barat sekitar bulan September sampai dengan Oktober. Oleh orang Sekak dikenal dengan musim Tenggare’ pute. Pada musim angin barat, angin akan mulai  bertiup kencang dan gelombang laut menjadi tinggi menghujam.

Pemilihan waktu pelaksanaan didorong pula faktor kesiapan dan pendanaan. Ritual ini memerlukan waktu kurang lebih selama 5 hari 5 malam berturut-turut yang dipimpin langsung oleh seorang Tetua Adat. Memberikan sesajian kepada Penguasa Laut dengan membuat jong yang berisi aneka sesajian dan ancak [4] yang akan di-larung ke laut.

Tujuan ritual ini sebagai tolak bala ( membuang kemalangan), harapan akan perlindungan dari badai, gelombang laut besar  dan pembajakan, hasil tangkapan melaut yang melimpah, serta kesehatan baik jasmani maupun rohani. Hal ini didorong oleh keyakinan bahwa laut merupakan sumber rezeki dan memerlukan upaya agar selamat ketika melaut.

Tradisi Muang Jong telah masuk dalam agenda event tahunan, bagian kegiatan promosi budaya Bangka Selatan.

A.1. Muang Jong di Desa Baskara Bakti Kecamatan Namang Kabupaten Bangka Tengah.

Tahapan pelaksanaan ritual meliputi:

  • Penetapan waktu pelaksanaan ritual. Setelah penetapan waktu, Tetua Adat akan mempersiapkan perlengkapan upacara seperti mencari kayu bernama kayu Juluk Antu. Kayu ini memiliki keunikan tersendiri yaitu pada waktu akan diadakan ritual, kayu ini akan sulit ditemui oleh orang awam. Sehingga memerlukan ritual tersendiri untuk  menemukannya.
  • Membentuk kayu-kayu tersebut menjadi dua buah perahu kecil. Perahu utama dibuat dengan ukuran panjang 3 meter dan lebar 1.5 meter. Sedangkan  kapal satunya berukuran lebih kecil. Dibentuk pula patung-patung menyerupai manusia.
  • Pada hari pertama ritual, Tetua Adat dan masyarakat mendatangi tepi pantai untuk melakukan ritual pada jam 21.00 WIB sampai menjelang subuh jam 04.30 WIB. Selama ritual digelar tradisi kesenian Campak Dalong. Untuk membuat suasana laut menjadi ramai. Dengan harapan makhluk-makhluk halus yang akan di-larung ke laut lepas akan terus terjaga. Pada hari ini, perahu kecil dilarung ke tengah laut dengan dibacakan doa-doa tertentu. Tradisi di hari pertama ini dikenal dengan ritual buang bala.
  • Pada hari kelima, Tetua Adat akan mempersiapkan sesajian untuk perahu utama. Seperti air limus hitam ( minuman softdrink – City), 1 buah telur ayam kampung, ayam betina ( kondisi hidup), ketupat sebanyak 7 buah, lepat 7 buah, dan tembakau sungel.
  • Setelah semua siap, Tetua Adat akan membacakan doa-doa tertentu dan Jong dilarung ke laut lepas.

Perahu utama diwarnai dengan warna putih, hitam dan kuning. Perahu ditulis,“ Rancang kuning berlayar malam, tuju haluan ke laut lepas ”. Tujuan dari perahu tersebut ke pulau Punggur Pelabuh Dalam yang diterima oleh Siti Fatimah – Putri Duyung penguasa laut. Dengan pengirim sesajian dikenal dengan Bujang Item Salah Nama.

Syair-syair yang didendangkan selama lima hari lima malam yaitu:

  • Antu Berayun,
  • Campak Mesir,
  • Gajah Manunggang,
  • Sakit Perut,
  • Aduy Aduy,
  • Andeca Andeci,
  • Arobia Rumba,
  • Cabut Keris Berbelah Manggis,
  • Campak Dalong,
  • Campak Darat,
  • Cek Mina,
  • Cek Siti,
  • Cemburu,
  • Cerai Kasih,
  • Cingadek,
  • Daek,
  • Dambus Teritip,
  • Dari Mesir,
  • Dunia,
  • Dusun Melayang,
  • Egak Iger,
  • Hitam-hitam,
  • Jambu Merah,
  • Jitun,
  • Karang Ganu,
  • Keteter,
  • Ketimang Burung,
  • Lenggang-lenggang,
  • Lenggang Kangkung,
  • Mak Inang,
  • Mayang Ampar,
  • Nasi Dingin,
  • Nek Unai,
  • Nelsur Tebing,
  • Pucuk Katis Daun Mempelai,
  • Selenggang,
  • Selenggang Pulang,
  • Ulak Gusung,
  • Ngincang (Loncong),
  • Tekenang Laju (Loncong),
  • Tekenang Kanjuk (Loncong),
  • Dan Bujang Awang.

A.2. Muang Jong di Desa Kumbung dan Desa Tanjung Sangkar Kecamatan Lepar Pongok Kabupaten Bangka Selatan.

Ketika angin laut berhembus kencang dan air laut menjadi pasang pada bulan antara Agustus dan September ( dikenal dengan musim tenggara), maka ritual Muang Jong akan diadakan.

Ritual dijalankan dengan mempersiapkan beberapa kebutuhan yaitu:

I. Tahap persiapan acara

  • Penentuan waktu pelaksanaan yang dilakukan oleh Tetua Adat.
  • Menyampaikan berita pelaksanaan ritual kepada masyarakat dan pemerintah daerah setempat.

Bahan Kayu - humasresbeltim.blogspot.com Images
Bahan Kayu - humasresbeltim.blogspot.com Images
  • Menentukan lokasi tempat pengambilan bahan kayu untuk pembuatan Jong dan perlengkapan lainnya lewat bantuan roh-roh halus. Salah satu lokasi pengambilan kayu di pulau Ibul yang terletak di seberang laut Desa Kumbung. Menurut kepercayaan, Pulau Ibul merupakan tempat tinggal para leluhur mereka yang pertama kali. Orang Sekak akan menuju lokasi dengan membawa peralatan seperti parang, kapak, gendang dan gong. Para pemuda bertugas menebang dan mengangkat kayu. Sedangkan para pemudi akan menyanyi dan menari ketika penebangan kayu. Sebagai bentuk penghormatan kepada roh-roh penunggu hutan. Bahan-bahan lain yang perlu dipersiapkan yaitu daun kelapa (janur), cat kertas, dan kain layar berwarna putih.
  • Pembuatan Jong, Tiang Jitun, Balai Panonang, dan Tempa.                                                                                                                                         Pembuatan perlengkapan ritual diarahkan langsung oleh Tetua Adat. Dengan membagi kelompok-kelompok kerja, sehingga dalam waktu sehari dapat selesai.                                                                                                                                                                                                                                   -  Jong merupakan miniatur kapal dengan panjang 4 meter. Lengkap dengan sebuah ragak(keranjang) sebagai tempat meletakkan sesajian. Sesajian berupa seekor ayam ( jantan ataupun betina), empat buah telur ayam, empat buah kepeng ( semacam kue serabi), setandan pisang, empat bungkus beras @ 1 Kg. Jong diberi hiasan berbentuk manusia  yang memegang senjata dan awak-awak kapal. Kertas krep, janur. cat minyak warna putih, merah dan hijau, bahan-bahan memperindah Jong. Warna Jong tidak boleh sama dengan warna-warna kapal yang biasa dipergunakan orang Sekak. Tak lupa Jong dipasangi layar berwarna putih.                                                                                                                                                                             -  Balai ( rumah-rumahan) dibuat sebanyak 4 buah. Berbentuk limas sebesar 1x1 m. Satu buah dibuat dengan ukuran lebih besar.                               -  Tiang Jitun setinggi 5 meter dengan bahan kayu gelam. Dua buah kayu dipersatukan dengan bentuk hampir menyerupai huruf X yang dipersatukan menggunakan tali.                                                                                                                                                                                                     - Tempa adalah semacam saluran air yang terbuat dari kayu-kayu kecil yang dilapisi tikar dan kain. Berfungsi untuk memandikan para pelaksana ritual Muang Jong.   

II. Tahap pelaksanaan acara.

a. Melaksanakan ritual Balai  dan Jitun.

  • Setelah perlengkapan telah siap, tiang jitun ditancapkan  di lokasi yang telah ditentukan. Ritual balai dan jitun mulai dilaksanakan pada malam hari. Tanda pemberitahuan lewat bunyi gong dan gendang  pada pukul 18.30 WIB. Orang Sekak akan mulai berdatangan ke lokasi acara. Tetua Adat akan memeriksa perlengkapan ritual seperti baskom berisi air, talam dengan mayang pinang dibungkus kain putih, semangkuk beras kunyit, dupa dan kemenyan. Tetua Adat dibantu oleh 2 orang yang bertugas mengatur perlengkapan dan memberikan penawar jika ada yang tak sadarkan diri.
  • Balai Panonang - Dokumentasi DISPARBUDPORA Kab. Bangka Selatan, 2008 Images
    Balai Panonang - Dokumentasi DISPARBUDPORA Kab. Bangka Selatan, 2008 Images
  • Ritual diawali dengan pembacaan doa dengan bunyi gong dan gendang yang terus menerus dibunyikan. Balai akan diangkat dan diletakkan di pundak. Bergerak ke kiri-kanan  dan kedepan-belakang. Sambil mengucapkan:

Balai panonang klanggeng,

Rumah pangayun klanggeng.

Balai panonang klanggeng,

Kalo la milu klanggeng, jangan la mabu.

Jika ada yang tak sadarkan diri, makan para pembantu Tetua Adat akan mengibaskan mayang pinang ke arah orang tersebut.

Tunjung Angin - visitbangkabelitung.com Images
Tunjung Angin - visitbangkabelitung.com Images
Kesenian tradisional  Naik Jitun dikenal pula dengan Tunjung Angin. Tetua Adat akan membacakan doa hingga dirinya tak sadarkan diri. Para pembantu akan mengantarkan sang Tetua Adat menuju tiang jitun. Tetua Adat akan menaiki tiang jitun diiringi bunyi gendang dan gong. Para pembantu akan menembangkan lagu:

Lu-lu bateri Jawa

Mangatun dan lenggang

La yun semarang

La nenek bebuai

Di jitun nan tinggi

La bapak bebuai

Di Kayu besar

Setelah Tetua Adat turun, para pembantu bergantian naik ke tiang jitun. Selesainya naik jitun, diisi tari-tarian dengan iringan lagu Dalung, Ya Ali, dan Gajah Manunggang.  Gajah Manunggang memperlihatkan gerakan mengayuh dayung perahu sebagai simbol suku Sekak yang berprofesi sebagai pelaut dan bahagia atas hasil laut yang melimpah. Lagu tersebut akan dilantunkan secara berulang-ulang hingga pagi hari.

b. Ritual Muang Jong

Dimulai dengan mengarak Jong keliling kampung dari ujung desa menuju ke pantai. Pantai yang dipilih adalah pantai Kumbung Ujung Gusung, Bangka Selatan. Ritual ini tetap diiringi dengan bunyian gong dan gendang. Masyarakat yang ingin menyaksikan ritual, dapat bergabung ke barisan.

Setelah sampai di pantai, sekitar pukul 08.00 WIB dibawah arahan Tetua Adat, jong dan semua perlengkapan dibawa ke perahu. Satu jong yang berisi sesajian dan 3 buah balai. 1 balai sisanya akan ditinggal untuk dibuang ke daratan.

3 balai yang dibawa akan dibuang ke tiga lokasi. Satu bersama dengan jong yang di-larung, dua balai akan di buang ke tanjung. Setelah sampai di lokasi pelarungan jong, beberapa orang akan turun terlebih dahulu untuk mengelilingi perahu, menyisir  dan memastikan lokasi aman dari gangguan makhluk halus. Sang Tetua Adat akan berkomunikasi dengan seseorang [5] yang ditunjuk sebagai wakil penerima persembahan jong. Setelah Dewa Laut menerima persembahan tersebut, jong akan di-larung ke lautan lepas. Bersamaan dengan itu, Tetua Adat akan memberi isyarat untuk dilaksanakan pembuangan balai di tanjung dan daratan.

Orang yang mewakili Dewa Laut akan dipanggil naik ke perahu dan disadarkan lagi. Para pembantu akan mendendangkan:

Pulang kekire pulang ade guru

Lakile ada guru kekire ia mulang

Akhirnya acara pun telah selesai, para peserta akan kembali ke daratan dengan gembira dan bernyanyi. Acara tersebut selesai sekitar pukul 12.00 WIB.

III. Tahap akhir ritual

Rombongan peserta akan kembali ke daratan dan menuju ke tempat pemandian dari air tanah yang dialirkan ke tempa. Ritual ini dilakukan dengan menyiram para pelaksana upacara satu demi satu yang bertujuan untuk menghindarkan gangguan makhluk-makhluk halus dari laut. Para peserta yang menyaksikan upacara tersebut juga akan di siram air hingga basah kuyup. Ada kepercayaan jika tidak terkena air, maka akan memperoleh malapetaka.

Beberapa pantangan dan aturan dalam ritual Muang Jong yaitu:

  • Sebelum dan sesudah ritual dilarang berkelahi. Jika ada yang melanggar akan dikenakan sanksi dikucilkan dan didenda membayar biaya peralatan selama pelaksanaan ritual.
  • Warna jong tidak boleh sama dengan warna perahu yang dipakai sehari-hari.
  • 3 hari setelah ritual, tidak diperbolehkan melaut.
  • Semua peserta upacara baik pelaksana maupun penonton harus mengikuti arahan. Termasuk ketika ada penonton yang tak sadarkan diri.
  • Pada waktu ritual pemandian, setiap orang harus bersedia terkena siraman air.

Lambang dan makna dalam ritual Muang Jong

  • Jong melambangkan hadiah berupa kapal kepada Dewa Laut,
  • Warna cat yang khusus sebagai bentuk penghormatan,
  • Sesajian sebagai persembahan untuk memperoleh hasil melaut yang melimpah,
  • Balai berbentuk limas sebagai persembahan rumah kepada Dewa Laut,
  • Warna putih pada ikat kepala Tetua Adat, kain layar dan pembungkus mayang pinang sebagai lambang kesucian,
  • Gotong royong dalam mempersiapkan ritual memiliki makna kebersamaan dan turut peduli dengan ritual budaya suku Sekak.

A.3. Muang Jong Tanjung Pendam,  Kecamatan Tanjung Pandang – Kabupaten Belitung

Belitung - radarbangka.co.id Images
Belitung - radarbangka.co.id Images

Muang Jong diselenggarakan juga oleh masyarakat pesisir pantai di Tanjung Pendam, Kecamatan Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung secara turun temurun oleh suku Sekak yang bermata pencaharian sebagai nelayan.

Muang Jong berlangsung selama 3 hari. Setelah ritual adat, masyarakat suku Sekak dilarang mengarungi lautan hingga 3 hari ke depan.

Ritual prosesi Muang Jong:

  • Pelaksana upacara oleh Tetua Adat,
  • Berasik - kontak batin antara Tetua Adat dengan makhluk halus melalui pembacaan doa. Pada saat proses berasik berlangsung, akan tampak perubahan gejala alam seperti angin yang bertiup kencang ataupun gelombang laut yang begitu deras.
  • Malam sebelum jong di-larung kelaut, dilakukan semedi dan tari-tarian. Tarian Ancak dilaksanakan di hutan. Seorang pemuda akan mengoyang replika kerangka rumah yang telah dihiasi daun kelapa ke empat arah mata angin. Iringan gendang dan gong turut mengisi acara tarian. Bertujuan untuk mengundang para makhluk halus dan penguasa lautan dalam ritual Muang Jong. Tarian ini berakhir ketika penari tak sadarkan diri dan memanjat tiang jitun.

Tari Sambang Tali juga dipertunjukkan dalam acara ini. Dimainkan oleh sekelompok pria. Nama tarian ini dari nama burung yang biasa menjadi petunjuk lokasi yang banyak ikan. Terkadang, burung ini mampu menjadi petunjuk jalan menuju daratan ketika para nelayan kehilangan arah.

  • Numbak Duyung, yakni mengikatkan tali pada sebuah pangkal tombak dengan dibacakan doa-doa tertentu. Konon tombak ini dapat untuk menangkap ikan duyung. Kegiatan dilanjutkan dengan memancing ikan di laut. Jika ikan yang diperoleh banyak, maka orang yang dapat ikan tersebut, tidak diperbolehkan mencuci tangan di laut.
  • Acara jual beli Jong. Pada acara ini, orang darat (penduduk sekitar perkampungan suku Sekak) turut dilibatkan. Tidak mempergunakan uang, tetapi dengan sistem barter antara orang darat dengan orang Sekak. Terlihat kerukunan dan saling dukung. Dalam prosesi ini, orang darat akan meminta agar orang Sekak  memperoleh banyak rejeki, dan sebaliknya orang Sekak meminta agar tidak dimusuhi saat berada di darat.
  • Beluncong. Menyanyikan lagu-lagu khas orang Sekak dengan alat-alat musik sederhana.
  • Nyalui. Mengenang arwah orang-orang yang telah meninggal lewat nyanyian.
  • Sebelum upacara pelarungan jong, dilakukan kontak batin.

Penurunan Jong – Potret Belitung pdf Images
Penurunan Jong – Potret Belitung pdf Images
  • Jong dilepaskan di tengah laut. Biasa dilakukan di dekat perkampungan suku Sekak.
  • Rombongan kembali ke daratan.
  • Hiburan.
  • Selesai.

Para pengunjung yang datang dari luar Kabupaten Belitung, dapat dengan mudah menuju ke Tanjung Pendam.  Dari Bandara Udara H.A.S. Hanandjoeddin (Tanjung Pandan) dapat menggunakan alat transportasi mobil ataupun  motor. Melihat ritual adat Muang Jong, para pengunjung tidak dikenakan biaya.

A.4. Muang Jong Kampung Laut, Desa Selingsing, Kecamatan Gantung – Kabupaten Belitung Timur.

Terletak sekitar 10 km dari pusat kota Manggar – Ibukota Kabupaten Belitung Timur. Memiliki komunitas mencapai 50 kepala keluarga. Salah satu ritual adat yang diadakan yaitu Muang Jong. Acara dilaksanakan pada malam hari sekitar pukul 21.00 WIB, setelah Tetua Adat merapalkan doa-doa yaitu Bediker. Sebagai sarana berkomunikasi dengan makhluk-makhluk halus. Secara bersama-sama para peserta ritual bernyanyi dan berdendang syair-syair dengan iringan alat musik tradisional suku Sekak, mengelilingi miniatur perahu. Terkadang ketika ritual dilaksanakan, ada peserta yang kehilangan kesadaran. Dalam kepercayaan orang Sekak, telah “kemasukan”  roh para leluhur yang turut hadir dalam ritual. Ritual Bediker dilakukan selama 2 hari.

Keesokan hari diisi dengan ritual Kude Dareng, Jual-Beli Jong, Ke Pulau Taun, Mancing, Numbak Dutong, Kesenian Gajah Nunggang dan Campak Laut yang berlangsung hingga malam.

Puncak acara dengan mengarak-arak jong ke pantai ( dalam acara ini dilaksanakan di Pantai Tanjung Mudong). Setelah mencapai lokasi yang dimaksud Tetua Adat, ritual Sampan Geleng dilaksanakan sebelum pelepasan jong ke laut.  Jong di-larung ke tengah laut lewat  iringan nyanyian dan syair-syair.

Ritual Adat Muang Jong di Nusantara

A. Sedekah Laut

Ritual Sedekah Laut ditemukan di beberapa daerah pesisir pulau Jawa seperti Pekalongan, Pacitan, Bantul, Cilacap, Tegal, Juwana dan Rembang. Dilakukan dengan me-larungkepala kerbau dan hasil bumi ke tengah laut. Sebagai bentuk  persembahan kepada Penguasa Laut atau Mbaurekso. Masing-masing daerah memiliki keunikan ritual tersendiri.

                A.1. Pekalongan

Sedekah Laut Pekalongan - jateng.tribunnews.com Images
Sedekah Laut Pekalongan - jateng.tribunnews.com Images

Sedekah laut atau Nyadran merupakan ritual pe-larung-an Ubo Rampe ke tengah laut, diadakan pada tanggal 1 suro ( Muharam) oleh para nelayan dan pemilik kapal. Harapan akan keselamatan, hasil tangkapan yang melimpah dan rasa syukur atas apa yang telah diperoleh. Terdapat pertunjukan wayang kulit dengan lakon Badeg Basu yang berceritera mengenai asal usul binatang di alam.

Persembahan sesajian  berupa seekor kerbau, 3 meter calico, tumpeng, jenang merah putih, kembang setaman, jajan pasar, buah-buahan, hasil bumi, beras, pohon tebu, pohon dan buah pisang, kopi dan teh ( pahit dan manis), air putih, tembakau, permainan wayang dan gamelan, tiga macam ikan beserta wadah, replika rumah, uang dan uang-uangan, sepasang baju wanita –pria, seperangkat perlengkapan berhias wanita, kelapa gading, dan bambu gading. Semua sesajian ini perlambang keamanan, kegembiraan, kehormatan, keikhlasan, dan kehidupan para nelayan yang melaut.

                 A.2. Juwana, Pati

Sedekah Laut Pati - coretantintakehidupanku.blogspot.com Images
Sedekah Laut Pati - coretantintakehidupanku.blogspot.com Images

Dilaksanakan satu minggu setelah hari raya Idul Fitri dengan ritual larung sesaji dan pertunjukan wayang kulit serta aneka hiburan.  Sesajian berupa kepala kerbau dan berbagai macam ubo rampe yang akan di-larung ke laut. Bertujuan untuk memperoleh keselamatan dan hasil melaut yang melimpah.

Ritual ini juga memiliki manfaat sebagai alat membangun solidaritas dan karakter antar warga masyarakat.

                A.3. Cilacap

Sedekah Laut Cilacap - jalan2.com Images
Sedekah Laut Cilacap - jalan2.com Images

Bermula pada pemerintahan Bupati Cilacap ke-3 Tumenggung Tjakrawerdaya III yang memerintahkan Ki Arsa Menawi (sesepuh para nelayan Pandanarang) untuk me-larungsesaji ke laut selatan pada hari Jumat Kliwon bulan Syura tahun 1875.

Sejak tahun 1983 telah dijadikan sebagai pertunjukan wisata, didahului dengan prosesi Nyekar  (ziarah) ke Pantai Karang Bandung – Pulau Majethi, sebelah timur Pulau Nusakambangan dan mengambil air bertuah yang diyakini tempat tumbuh bunga Wijayakusuma.  Dilaksanakan oleh Ketua Adat nelayan Cilacap untuk memohon tangkapan ikan yang melimpah dan keselamatan ketika melaut.

Sesaji dibawa menggunakan Jolenyang berisi jajanan pasar, makanan mentah, mainan anak-anak, kepala kerbau, sapi atau kambing. Malam hari setelah selesai upacara Sedekah Laut, dilanjutkan dengan aneka pertunjukan kesenian tradisional dari tiap-tiap desa.

                 A.4. Bantul

Sedekah Laut Bantul - dkp.bantulkab.go.id Images
Sedekah Laut Bantul - dkp.bantulkab.go.id Images

Diadakan di Dusun Ngentak, wilayah Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul – Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka merupakan nelayan di wilayah pantai Pandan Simo. Ritual ditujukan kepada Penguasa Laut Selatan, Nyai  Roro Kidul untuk memohon memperoleh keselamatan dan penghasilan ikan yang melimpah. Diadakan sekali dalam setahun, jatuh pada hari minggu pertama di bulan Syawal.

B. Jamuan Laut, Serdang dan Langkat; Sumatera Utara

Jamuan Laut - melayuonline.com Images
Jamuan Laut - melayuonline.com Images

Ritual Jamuan Laut merupakan warisan sejak zaman dahulu, sebagai tolak bala lewat memberikan persembahan kepada Penguasa Laut yang dikenal dengan Jimbalang atau Mambang Laut. Upacara ini dilaksanakan 4 tahun sekali atau jika ada “isyarat” (berupa mimpi) yang diterima Pawang Laut. Waktu pelaksanaan pada tanggal 1, 5, dan 30 bulan Hijriah ( sekitar bulan Juli dan Agustus penanggalan Masehi). Ritual berlangsung selama tiga, tujuh atau sembilan hari sesuai kesepakatan antara  Pawang Laut, Tokoh Adat, pemerintah daerah dan pemuka masyarakat.

Dilaksanakan oleh masyarakat Melayu  - Serdang; Sumatera Utara yang bertempat di Pantai Cermin. Sedangkan di daerah Langkat oleh masyarakat Melayu - Jaring Halus. Masyarakat ini mempercayai bahwa di lautan tinggal 8 penunggu yang menguasai setiap penjuru mata angin yaitu Mayang Mengurai (Penguasa bagian Timur), Laksamana, Mambang Tali Arus (Penguasa bagian Selatan), Nambang Jeruju, Katimanah (Penguasa bagian Barat), Panglima Merah, Datuk Panglima Hitam (Penguasa bagian Utara) dan Babu Rahman.

Titik tengah dari empat arah penguasa laut, diletakkan Tapak Jamuan Laut. Penentuan letak diputuskan  lewat musyawarah. Posisinya terletak di hamparan lahan yang luas, bersih dari tindakan kejahatan, tidak mengganggu alam sekitarnya dan memiliki nilai sejarah. Memenuhi nilai sejarah akan tempat awal kedatangan masyarakat pertama di daerah tersebut.

Ritual ini dilaksanakan Pawang Laut yang memiliki kemampuan untuk menguasai makhluk halus dan Penguasa Laut.

Perlengkapan dalam Jamuan Laut yang dikenal dengan Ramuan Jamu Laut meliputi:

  • Makanan – cucur, buah Melaka, lepat manis, apam, kue rubiah dan kue keras,
  • Beras putih dan kuning,
  • Bertih – padi yang disangrai,  
  • Sembilan pohon bakau,
  • Limau purut,
  • Kambing hitam jantan yang disembelih,
  • Dua ekor ayam putih yang disembelih,
  • Logam, cawan dan pakaian putih,
  • Pawang Laut berpakaian  dan ikat kepala berwarna putih,
  • Darah, tulang dan air,
  • Gambar beragam ikan,
  • Kemenyan.

Benda-benda yang akan dipersembahkan mengandung makna tertentu yang disesuaikan dengan adat-istiadat dan kepentingan sosial-budaya masyarakat setempat.

C. Simah Laut, Sampit; Kalimantan Tengah

Simah Laut - alfianuchiha.wordpress.com Images
Simah Laut - alfianuchiha.wordpress.com Images

Dilaksanakan di Pantai Pandaran, Sampit; Kalimantan Tengah. Merupakan ritual tolak bala, sebelum para nelayan melaut. Waktu pelaksanaan 10 hari setelah Idul Fitri.

Ritual dimulai dengan doa bersama oleh tokoh agama, kemudian me-larungkan miniatur  kapal berukuran 1,5 x 0.6 meter ke laut. Berisi kue tradisional ( seperti kue cucur, apem, wajik, bubur merah, dan bubur putih), telur serta kepala kerbau. Dibuat untuk empat tempat sebagai sesajian penguasa laut di empat penjuru mata angin.

Harapan masyarakat agar hasil melaut yang melimpah dan dijauhkan dari marabahaya di lautan.

D. Macceratasi – Masyarakat Pesisir Kotabaru, Kalimantan Selatan

Macceratasi - cybertravel.cbn.net.id Images
Macceratasi - cybertravel.cbn.net.id Images

Macceratasi merupakan ritual adat dengan menumpahkan darah hewan ke laut. Diadakan saat menjelang tahun baru Masehi di Pantai Gedambaan, Pulau Laut Utara Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan.

Ritual berlangsung selama 2 hari, dipimpin oleh Tokoh Adat dengan mengadakan upacara Tampung Tawar. Hewan yang disembelih antara lain kerbau, kambing, dan ayam. Darah hewan ini akan dialirkan ke laut, sementara dagingnya dibagikan kepada masyarakat yang hadir.

Meniti - wisatamelayu.com Images
Meniti - wisatamelayu.com Images
Ritual diisi dengan pertunjukan kesenian tradisional  seperti Hadrah, Pencak Silat, dan Meniti. Baru pada hari ke-2  ritual me-larung miniatur rumah perahu, lengkap dengan sajian berbagai makanan matang.

E. Haroana Andala – Masyarakat Bone-Bone, Kota Bau-Bau, Pulau Buton – Sulawesi Tenggara

Ritual dipimpin oleh Tetua Adat dengan menyangrai gabah kering dalam sebuah bejana tanah. Gabah sangria ini dihamburkan  ke bibir pantai bersamaan panjatan doa. Persembahan yang disiapkan berupa ikan dalam berbagai olahan, kue-kue khas wolio,  dan 2 ekor ayam beda warna. Ditaruh di sebuah bahtera (perahu) khas Buton berukuran mini yang disebut Bhoti. Bhoti di-larungmenuju kawasan segitiga teluk Bau-Bau antara Bau-Bau, Waara dan Kauruapuna ( Pulau Muna). Lewat ritual ini, harapan agar laut terus menjadi tempat mengais rezeki yang berlimpah, dan senantiasa bersahabat dengan para nelayan.

F. Mappadensi - Suku Mandar ;  Sulawesi Tenggara

Merupakan ritual suku Mandar yang dilaksanakan sebelum dan sesudah melaut. Dengan cara memberi makan Penjaga Laut ( Setassasi) ,  supaya memperoleh  keselamatan dan  hasil tangkapan yang melimpah. Ritual ini dipimpin oleh Tetua Adat ( Srodro) yang mampu berhubungan dengan roh-roh Para Leluhur.

Sesajian yang dipersembahkan berupa tumbuhan, nasi , telur, gambir, dupa, kambing, dan ayam kepada Penjaga Laut. Ritual ini mengandung fungsi sosial untuk saling bekerjasama dan  memiliki rasa senasib sepenanggungan.

G. Nampo Tawar - Suku Bajo; Pulau Bungin, Kabupaten Sumbawa, Propinsi Nusa Tenggara Barat

Ritual sebagai persembahan kepada Penguasa Laut. Dikenal pula dengan ritual Turun ke Laut. Bertujuan agar para nelayan selamat dan memperoleh hasil tangkapan yang melimpah. Biasa dilakukan untuk kapal baru yang akan mulai melaut. Malam sebelum berangkat melaut, diadakan pembacaan doa bersama, persiapan sesajian yang berisi tiga macam bunga dengan warna berbeda, bubur putih, tumpeng ketan warna kuning dan pembakaran kemenyan. Dilanjutkan dengan makan bersama.

Terdapat ritual lanjutan yaitu mengoleskan bubuk beras warna kuning ke bagian perahu sambil mengitari perahu sebanyak 3 kali. Merupakan simbol perlindungan bagi awak dan perahu.

Ritual Adat Muang Jong di Malaysia

A. Puja Pantai

Ritual Puja Pantai ( Oceanic Healing) dikenal juga dengan Menjamu Hantu Laut atau Menyemah Pantai merupakan salah satu ritual yang dilaksanakan oleh para nelayan di Pantai Timur terutama di wilayah Kelantan dan Terengganu. Diadakan sebelum musim tangkap ikan. Semah putih atau kepala kerbau putih di-larungke laut sebagai persembahan kepada Semangat Laut atau Hantu Air. Bertujuan agar para nelayan bebas bahaya ketika melaut. Selain itu ritual ini bermanfaat sebagai wadah kumpul antara para nelayan dan petani.  Sembari beristirahat dari pekerjaan, berbicara dan diskusi mengenai peluang-peluang dan cara mengatasi masalah yang dihadapi dalam pekerjaan. Terjadi saling tukar informasi satu sama lain.

Sekitar tahun 40-an diadakan selama tujuh hari tujuh malam di Pantai Cahaya Bulan (dahulu bernama Pantai Cinta Berahi). Persembahan berupa kepala kerbau putih yang di-larung untuk Jin Laut Datuk Selepang Kaki. Pawang akan membacakan doa sambil mengenggam beras kunyit pada waktu senja hari. Setelah itu melambai-lambai tangan ke arah laut, sebagai tanda kepada makhluk-makhluk halus untuk menerima persembahan pada tengah malam hari terakhir Puja Pantai.

Penguasa Laut Datuk Selepang Kaki, anak dari Damenit dan Namenit. Memiliki beberapa pembantu yaitu Panglima Hitam, Tun Teja Muda, Jamal, Jobin, Tedung, Anas, Jamanas, Manas dan lain-lain. Area kekuasaan meliputi tujuh muara sungai mulai Pulau Redang , Terengganu, hingga ke Pantai Tumpat – Kelantan.

Puja Pantai - Suku Mah Meri; Kampung Judah, Pulau Carey dan Banting

Puja Pantai, Pulau Carey-Selangor - mukhrizhazim.com Images
Puja Pantai, Pulau Carey-Selangor - mukhrizhazim.com Images

Suku Mah Meri merupakan sub-suku Orang Asli Senoi. Tinggal di sepanjang pesisir Selangor dari Sungai Pelek sampai Pulau Carey. Suku ini dikenal  pula sebagai  “Manusia Bertopeng Malaysia”. Topeng hasil pahatan yang menjadi simbol penghormatan kepada Para Leluhur. Suku Mah Meri merupakan salah satu dari 18 suku yang tinggal di Semenanjung Malaysia.

Setiap tahun diadakan ritual Puja Pantai pada hari ke -5 dari Tahun Baru Imlek. Biasa dilaksanakan di Kampung Judah, Pulau Carey dan Banting. Bertujuan agar bebas dari gangguan makhluk halus dan memperoleh rezeki melaut yang berlimpah. Suku ini percaya bahwa adanya kekuatan para makhluk halus yang dapat mempengaruhi dalam mencari rezeki. Makhluk halus yang dikenal “ Hantu Air”, diberikan persembahan berupa Semah  (kepala kerbau) yang di-larungke laut. Dipimpin langsung oleh seorang “Shaman”.

Shaman -fotowarung.net Images
Shaman -fotowarung.net Images
B. Orang Kadazan, Daerah Papar dan Kimanis, Sabah – Malaysia Timur

Ritual Inajung-ajung merupakan  perahu kecil yang di-larung ke laut. Diadakan setiap tahun saat perayaan Monsung Dahungan. Bertujuan agar para makhluk halus membantu memberikan kelimpahan rezeki. Sesajian berupa makanan seperti nasi, buah-buahan, pinang dan aneka makanan hasil laut. Perahu yang di-larung,jika kembali ke pantai, merupakan tanda akan terjadi kekurangan rezeki.

Kesimpulan

Ritual Muang Jong dan berbagai ritual yang sejenis dilaksanakan akan adanya harapan atas hasil melaut yang melimpah dan keselamatan. Kepercayaan akan adanya sesosok yang memiliki kekuatan diluar kemampuan manusia seperti  Putri Duyung Penguasa Laut, Dewa Laut, Mambang Laut, Penjaga Laut, Makhluk Halus dan lain sebagainya. Dengan bentuk simbolisasi tergantung pada pemahaman budaya masing-masing di masyarakat. Perkembangan ritual ini mengikuti tingkat pengetahuan yang berkembang. Inilah yang kemudian menjadi warisan kearifan lokal.

Melalui ritual ini diharapakan waraisan budaya bangsa, khususnya yang berkaitan dengan tradisi masyarakat pesisir dapat terpelihara dengan baik. Pada akhirnya akan meningkatkan pemahaman dan apresiasi masyarakat terhadap nilai-nilai tradisi yang terkandung dalam budaya pesisir pantai.

Pesan Para Leluhur

Jagania mpu kalalesana andala yitu

Bholi so umakidha uwala antona maka haragangia dhuka temo padhangia iya

Ro namo O tawo teingkita manusia ko sarong tasangu

Artinya:  Jagalah selalu luasnya lautan itu. Jangan hanya pandai mengambil isinya tetapi hormati pula dengan penciptanya. Karena laut dengan kita manusia adalah satu kesatuan yang saling membutuhkan.

Demikianlah ulasan mengenai tradisi masyarakat pesisir pantai Kepulauan Bangka Belitung. Semoga dapat menambah dan memperkaya wawasan para pembaca. ( Vau-G/www.bapang007.blogspot.com)

Catatan Kaki:

Tabel Suku Laut di Asia Tenggara
Tabel Suku Laut di Asia Tenggara
[1]  ^ suku Laut adalah suku bangsa yang bertempat tinggal di perahu dan hidup mengembara di perairan Provinsi Riau dan pantai Johor Selatan. Suku Laut masuk dalam kategori “Suku Terasing” di Indonesia sedangkan di Malaysia sebagai “Orang Asli”.

[2]  ^ bajak laut adalah sekelompok orang yang melakukan kekerasan di perairan bebas tanpa  mendapat wewenang  dari pihak yang berkuasa seperti pemerintah hingga termasuk dalam ruang lingkup pelanggaran hukum. Dimana tindakan ini untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok tertentu. Sebutan lain bajak laut yaitu perompak laut atau lanun.

[3]  ^ patok merupakan sejenis perahu kecil yang terbuat dari kayu. Ditaruh berbagai sesajian.

[4]  ^ replika kerangka rumah-rumahan sebagai simbol tempat tinggal.

[5]  ^ salah seorang yang turun memeriksa kondisi lokasi yang menjadi wakil dari Dewa Laut. Berada dalam keadaan tak sadarkan.

Referensi:

  • Abdulhadi. 13 November 2015. Campak Dalong, Kesenian Tradisional Khas Suku Laut Bangka Belitung. Kebudayaan Indonesia, kebudayaanindonesia.net. Diakses tanggal 28 April 2016, Jam 09.11 WIB.
  • Sartini, Ritual Bahari di Indonesia: Antara Kearifan Lokal dan Aspek Konservasinya. Mata Kuliah Kearifan Lokal, Fakultas Filsafat UGM.
  • Kepariwisataan: Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 10-Provinsi_Babel.pdf Diakses tanggal 29 April 2016, Jam 12.10 WIB.
  • Kadir, Herson. FSB Universitas Negeri Gorontalo. Ekspresi Pandangan Dunia Kelompok Sosial Pengarang dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata. Litera -  Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Volume 12, Nomor 1, April 2013, Halaman 129- 145.
  • Hurahura, 15 Juli 2012. Suku Sekak yang Terancam Punah. Majalah Arkeologi Indonesia.  Hurahura.wordpress.com. Diakses tanggal 6 Mei 2016, Jam 20.00 WIB.
  • Begalor.com. 06 November 2008. Sekilas Suku Sawang dan Keseniannya. portal.belitungkab.go.id. Diakses 6 Mei 2016, Jam 20.33 WIB.
  • Buang Jong, Ritual Adat Suku Sawang. tamadunbangkabelitung.com.Diakses tanggal 28 April 2016, Jam 23.47 WIB.
  • Roziqin, Nur. 25 Februari 2014. Buang Jong Suku Sawang Ritual Menghormati Leluhur. korantransaksi.com. Diakses tanggal 6 Mei 2016, Jam 21.04 WIB.
  • Tradisi Buang Jung di Daerah Lepar Pongok Bangka Selatan.7 Desember 2015. Cermin Kemarin, cksej.blogspot.com. Diakses tanggal 6 Mei 2016, Jam 20.47 WIB.
  • Batman “Sang Penyair Dari Laut”. Visit Bangka Belitung – Come & Explore, visitbangkabelitung.com. Diakses 6 Mei 2016, Jam 20.36 WIB.
  • Begalor.com. Sekilas Suku Sawang dan Keseniannya. 6 November 2008. Portal.belitungkab.go.id. Diakses tanggal 6 Mei 2016, Jam 20.33 WIB.
  • Profesor Jepang Prakarsai Persatuan Suku Sekak. 9 November 2012, Jam 00.14 WIB. radarbangka.co.id. Diakses tanggal 6 Mei 2016, Jam 20.41 WIB.
  • Orang Sekak di Bangka Belitung Terancam Punah. 20 November 2012, Jam 06.25 WIB. tribunnews.com. Diakses tanggal 6 Juni 2016, Jam 08.07 WIB.
  • Ritual dan Kepercayaan Masyarakat Pulau Bungin Kabupaten Sumbawa, Propinsi Nusa Tenggara Barat. varianwisatabudayasundakecil.blogspot.co.id.Diakses tanggal 6 Mei 2016, Jam 20.54 WIB.
  • Dulu Puja Pantai, Sekarang Pesta Laut. 6 Juli 2012. andongmisnon.blogspot.co.id. Diakses tanggal 28 April 2016, Jam 11.27 WIB.
  • Sejarah sedekah laut. 20 November 2012. Cah Cilacap, facebook.com. Diakses tanggal 28 April 2016, Jam 11.13 WIB.
  • Jamuan Laut: Upacara Tolak Bala Adat Melayu Serdang, Sumatera Utara. m.melayuonline.com. Diakses tanggal 28 April 2016, Jam 09.13 WIB.
  • Macceratasi. id.wikipedia.org. Diakses tanggal 28 April 2016, Jam 09.06 WIB.
  • Pesta Puja Pantai. ms.wikipedia.org. Diakses tanggal 28 April 2016, Jam 11.31 WIB.
  • Ngaliman. Sedekah Laut. muslimlokal.blogspot.co.id. Diakses tanggal 28 April 2016, Jam 11.10 WIB.
  • Sedekah Laut Poncosari. gudeg.net. Diakses tanggal 28 April 2016, Jam 11.24 WIB.
  • The Mahmeri and The Sea. mukhrizhazim photojournalist. mukhrizhazim.com. Diakses tanggal 25 Mei 2016, Jam 06.28 WIB.
  • Haroana Andala., Ritual Bahari Yang Nyaris Tenggelam Di Dasar Samudera. Hamzah…….Infokom Kota Bau-Bau, hamzahbaubau.wordpress.com. Diakses tanggal 25 Mei 2016, Jam 06.28 WIB.
  • Lapian, Adrian B. 2009. Orang Laut Bajak Laut Raja Laut – Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX. Penerbit Komunitas Bambu.
  •  Marsanto, Khidir. 29 Desember 2010. Negara, Adat Melayu, dan Orang Suku Laut di Kepulauan Riau*, iidmarsanto.wordpress.com. Diakses tanggal 6 Mei 2016, Jam 21.08 WIB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun