Mohon tunggu...
Ade Firman Fathony
Ade Firman Fathony Mohon Tunggu... -

Seorang rakyat melata yang kalo lagi kurang kerjaan kadang nongkrong di http://vatonie.wordpress.com/, ngopi di http://blogperadilan.blogspot.com/, atau tenguk2 di http://kompasiana.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Catatan seorang Hakim

12 April 2012   01:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:44 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih terngiang pernyataan lantang salah seorang Komisionaris KY DR.SUPARMAN MARZUKI,SH.MH dalam Seminar Nasional di FH UNS beberapa bulan yang lalu bahwa "Negara telah main-main dalam memperlakukan para Hakim"...

Kalimat yang diucapkan memang pendek, akan tetapi sangat panjang dan dalam maknanya jika dikaitkan dengan pernyataan Konstitusi Negara ini bahwa para Hakim adalah pelaksana/penyelenggara salah satu pilar penting Negara yang disebut Negara Hukum ini. Dengan liar pikiran saya lalu berani menyimpulkan bahwa memperlakukan para Hakim secara main-main,  bolehlah diartikan Negara telah main-main pula di dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara Hukum. Tentu pikiran liar saya ini terlalu ekstrim bagi orang lain, akan tetapi pikiran ini tentu juga bukan tanpa alasan. Ambil contoh yang ringan-ringan saja, penelantaran hak-hak selaku Pejabat Negara yg telah ditetapkan untuk dilaksanakan ternyata tak kunjung dilaksanakan, gaji pokok yang tidak naik setelah 11 tahun,tidak terjaminnya keamanan ketika melaksanakan tugas, intervensi eksternal thd kebebasan Hakim melalui media ..bla..bla..bla.. Tuntutan kepada Hakim untuk menghukum mati koruptor, tanpa berpikir bahwa setelah memutus mati seseorang, tentu ada faktor ancaman keamanan bagi Hakim ybs...dan sampai sekarang perlindungan itu tidak dijamin...dan setiap hari Hakim harus hidup dibawa ancaman para pihak berperkara...tanpa ada satu orang pun yang peduli... Tuntutan kepada Hakim untuk jujur, berintegritas, anti suap, tanpa pernah dengan sungguh2 dan segera berpikir bahwa pemenuhan kebutuhan hidup dan keluarga yg proporsional dgn beban tanggung jawab wajib juga dipenuhi... Tuntutan kepada Hakim untuk mentaati Kode Etik dan PPH, tanpa berpikir bahwa masyarakat sekeliling, Eksekutif, Legislatif sdh tidak lagi menghargai kode etik-nya masing-masing... Tuntutan...tuntutan dan tuntutan agar Hakim berlaku bak malaikat...sedangkan cabang Kekuasaan lain berlaku bak lintah penghisap yg segera menunjuk hidung para Hakim sbg biang kegagalan penegakan Hukum. Mangkrak-nya RUU KUHAP dan RUU KUHP, adalah satu contoh saksi bisu betapa "main-mainnya" Negara, membiarkan para Hakim mjd sasaran sumpah serapah masyarakat ttg ketidak adilan...bahkan institusi Negara yg teramat penting yg bernama Pengadilan dgn puncaknya Mahkamah Agung kadang dijadikan "komoditas pengalihan isue" , tanpa berpikir bahwa ketika kepercayaan publik merosot maka di situlah Negara mjd kehilangan esensi-nya. Kalimat sakral konstitusi yang menyebutkan Mahkamah Agung sbg "Penyelenggara Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka" hanyalah mjd kalimat indah...bagaimana mau "menyelenggarakan sebuah Kekuasaan Yang Merdeka" jika alokasi anggaran-nya 0,5 % dari APBN ????? Bagaimana mau "menyelenggarakan sebuah Kekuasaan Yang Merdeka " jika mengelola anggaran-nya sendiri saja tidak mandiri ?? Bagaimana mau "menyelenggarakan sebuah Kekuasaan Yang Merdeka" jika para Hakim Agung-nya dipilih oleh Cabang Kekuasaan yang lain ???? Lembaga politik pula... Masih banyak daftar pertanyaan yang lain yang membuktikan pernyataan pak Suparman Marzuki di atas....bukti paling telak adalah kehadiran seorang Kepala Negara beberapa tahun lalu di Gedung Mahkamah Agung tidak berdampak apa-apa terhadap kesejahteraan para Hakim...sampai saat ini ! Hmmmm...memang Negara ini main-main... (Dari catatan seorang kawan, Karawang, akhir bulan Kabisat 2012) Baca juga tulisan Agus Prayudi (Hakim PN Pangkajene): "Surat dari 'Yang Mulia' Untuk Negara" di sini Baca juga tulisan Achmad Fauzi (Hakim PA Kotabaru): "Ancaman Kemerdekaan Hakim" di sini Semoga apa yang kami suarakan nantinya bisa mengangkat kesakitan yang anda rasakan karena kami bermaktub dalam hati, kami sering merasakan ketidakadilan, maka kami tidak akan menyakiti rasa keadilan anda. Semoga kesakitan kami bisa menjadikan kami lebih peka dengan ketidakadilan. Semoga kesakitan kami ini bisa memberikan arti lebih kepada anda, memberikan kepada anda hakim yang agung, yang tidak memikirkan lagi perut dan keselamatan anak istri kami ketika kami bekerja untuk anda. (Agus Prayudi) Karena Yakinlah, di Indonesia masih banyak hakim berhati jujur yang tak kenal waktu memancangkan pilar-pilar keagungan hukum. (Achmad Fauzi)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun