Oleh : Varhan Abdul Aziz
Alumni Magister Ketahanan Nasional Universitas Indonesia
"Orang tidak dapat mengabdi kepada Tuhan, dengan tidak mengabdi kepada sesama Manusia. Tuhan bersemayam di gubuk si Miskin."
- Ir. Soekarno-
22 September merupakan hari spesial bagi insan lalu lintas. Korps Lintas Polri lahir di tanggal tersebut 65 tahun lalu. Setiap tahun peringatan ini diselenggarakan dengan meriah dan suka cita. Tapi ada yang berbeda di tahun ini..
Kita semua paham, kondisi pandemi yang melanda mengharuskan kita melakukan adaptasi. *Peringatan tahun ini dilakukan dengan sederhana namun hikmat*. Kira2 begitu amanat Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Pol Istiono.
Benar, tidak ada atraksi, parade pasukan dan lainya. Justru barisan tukang becak yang berjajar berjarak berjauhan, tukang bentor, warga marginal dihadirkan. Mereka diberikan bantuan dan di fasilitasi rapid test gratis.
Protocol kesehatan ketat diterapkan. Becak dan bemo diparkir berjarak. Pemberian bantuan pun dilaksanakan sudah disiapkan bingkisan2 dan tanpa bersentuhan. Semua becak dan bentor diparkir berjarak.
Pengemudinya, penerima bantuan dan yg akan dirapid, dipastikan duduk berjarak. Sebelum masuk ke area, semua wajib diukur suhu, mencuci tangan dan masuk melalui bilik disenfektar 10 detik, dengan menahan nafas dan memejamkan mata.
Yang mengharukan adalah, keseluruhan dari peserta, adalah kalangan marginal yang jangankan untuk rapid, untuk makan saja sulit. Korlantas agaknya berusaha merealisasikan bantuan yang tepat sasaran.
Masyarakat yg kurang mampu ini punya stigma pasrah pada keadaan. Jarang pakai masker, seperti tidak takut corona, bahkan seakan tidak peduli, karena menganggap corona tidak ada. Disinilah edukasi sekaligus bantuan Sosial Korlantas menjadi efektif.
Terbukti, baru dilakukan tahap awal rapid, 6 orang  peserta test dinyatakan reaktif. Seluruh Petugas yg ber APD lengkap, telah diminta Kepala Korlantas untuk mengawal hingga tuntas. Mereka yang reaktif diantar ke Puskesmas untuk langsung SWAB dan Isolasi Mandiri.
Dari contoh kasis nyata didepan mereka, para peserta yang awalnya banyak menyepelekan menjadi takut, khawatir dan akhirnya merasa waspada. Mereka yang menganggap remeh bermasker menjadi berjanji pada diri mereka untuk bermasker dimanapun untuk melindungi diri.