Mohon tunggu...
Vanessa Karsten
Vanessa Karsten Mohon Tunggu... Freelancer - is not really a writer

Mengabadikan momen lewat tulisan. Pelita Harapan '21.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Kisah di Balik Sepucuk Surat

18 Agustus 2020   12:35 Diperbarui: 18 Agustus 2020   12:50 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari itu, 22 Maret 1942 merupakan hari terbaik dalam hidupnya. Hari dimana ia dan kerabat kecilnya, Djaya, akan mengucapkan janji suci untuk saling mencintai satu sama lain seumur hidup mereka.

"Sah?"

"Sahh" ucap para saksi yang turut tersenyum gembira dan bertepuk tangan.

Perasaan takut, gusar, cemas menghampiri benak mereka, bagaimanapun, semua hal yang dilakukan akan tetap berada dibawah pengawasan tentara Jepang. Namun, terlepas semua perasaan buruk itu, Djaya menatap istrinya dengan penuh haru dan lengsung menecup kening istri tercintanya. Dalam hati Ia bersumpah, bahwa Ia akan menjaga dan mencintainya hingga ajal menjemput mereka berdua.

Tak lama setelah itu, terdengar suara langkah-langkah kaki menuju tempat mereka mengucapkan janji suci itu. Mereka berdua tahu, ini saatnya. Mereka tahu. Ini akhirnya.

"DIAM!! Ada keributan apa disini?!" Suara teriakan keras seorang komandan tentara dari pihak Jepang itu memecahkan suasana. Perasaan gembira yang dirasakan setiap manusia di tempat itu perlahan berubah menjadi sebuah kecaman. 

"Semuanya yang ada disini, ikut saya!" Komandan itu memerintah dengan menarik paksa orang-orang yang terduduk ketakutan. Seorang ayah berteriak histeris ketika melihat putri kecilnya dibawa paksa oleh orang-orang tidak berperasaan itu. 

"TIDAKK! Jangan ambil anakku!" Teriak bapak itu sambil memohon. Percuma saja, Komandan itu tetap memaksa untuk membawa mereka semua pergi dari situ. Semua orang berusaha berlari untuk menyelamatkan diri mereka. Di antara mereka, ada sepasang insan yang saling berpelukan dan menagis terisak.

"Maafkan aku, Maryam. Maafkan aku" ucap Djaya disela isaknya. Tangannya yang berbalut kulit sawo matang mendekap erat gadis yang yang selama ini ada disepanjang hidupnya  seolah tidak akan pernah bertemu kembali. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun