Mohon tunggu...
Vanessa Devara Ardine
Vanessa Devara Ardine Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Titik Berat Bosda sebagai Penopang Pendidikan Gratis

29 November 2020   09:20 Diperbarui: 29 November 2020   09:34 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh : Vanessa Devara Ardine

Sejalan dengan visi misi Pembangunan Presiden Jokowi tentang Program Nawacita yang tercatum di dalamnya tentang  Program "Indonesia Pintar" melalui wajib belajar 12 tahun bebas pungutan, Salah  satu bentuk dukungan pemerintah dalam komitmennya dalam rangka merealisasikan program tersebut adalah dengan mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20%  dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)  sebagaimana amanat undang-undang. Dengan program Indonesia Pintar teresbut seyogyanya disemua Provinsi dalam pembangunan Pendidikanya mengacu terhadap Visi Misi tersebut, tidak terkecuali Banten sendiri.

Dalam janji politiknya, Gubernur Banten menyatakan kebijakan Pendidikan gratis yang diberlakukan untuk Sekolah Menengah  Atas (SMAN), Sekolah Menengah Kejuruan (SMKN), dan Sekolah Khusus (SKh) Negeri, BOSDa dilibatkan untuk mendukung sekolah tanpa dipungut biaya atau tanpa melibatkan dana swadaya masyarakatnya. 

Namun pada realisasinya Bosda belum optimal dan jauh dengan apa yang diharapkan, sebab masih banyak permasalahan dalam BOSDa itu sendiri. Mulai dari keterlambatan penyaluran Bosda yang dapat menjadi penghambat operasional sekolah gratis, kemudian nominal bosda yang dinilai belum mencukupi untuk dibebani full biaya operasional, hingga kasus tipikor yang diakibatkan kurangnya transparansi sehingga membuat program ini makin terbebani dengan hambatan

Semenjak dijalankannya kebijakan tersebut, dalam program ini BOSDa tak ubahnya seperti penanggung beban. Sebab dengan adanya regulasi tersebut tentunya sekolah akan berketergantungan pada BOSDa, sehingga timbulah berbagai permasalahan seperti yang sudah disebutkan

Tahun 2019 Pemprov Banten menganggarkan untuk pendidikan gratis sebesar Rp. 1,13 triliun untuk Bosda, dan Rp.907,47 miliar untuk program pendidikan gratis. Namun pasca dua tahun ditetapkannya pergub banten No.31 Tahun 2018 tentang pendidikan gratis tersebut nyatanya belum optimal dalam pengalokasian sasarannya, seperti masih banyaknya siswa yang mampu bersekolah di sekolah Negri yang digratiskan sedangkan siswa yang tidak mampu yang sudah seharusnya merasakan dampak dari program ini bersekolah di Swasta yang tentu kita tahu perlu biaya didalamnya. Pada kenyataannya program ini belum mewakili dan jauh dari harapan masyarakat.

Dalil sekolah gratis seolah-olah hanya janji manis politik saja. jika ditinjau dari perspektif sekolah, mulai dari awal di praktekannya program tersebut yang melarang sekolah untuk meminta dan melibatkan Dana masyarakat yang diatur pada Pergub Banten No.31 Tahun 2018. 

Pihak sekolah benar-benar kelimpungan untuk menutupi kekurangannya selain dukungan APBD Banten dalam bentuk Bosda sangat miris ditambah seringnya keterlambatan pencairan dana BOS apalagi pada kebijakan pergub ini sekolah benar-benar hanya mengandalkan dana tersebut. Adapun yang membolehkan melibatkan dana dari masyarakat secara sukarela yang diatur dalam pasal 32 pergub tersebut, dalam perakteknya nyatanya sulit untuk diterapkan karena khawatir dianggap pungli, hal ini tentunya menghambat proses belajar mengajar yang optimal dan efektif,

Sebagaimana fakta yang terjadi dilapangan, sekolah merasa terbebani mengenai  dana BOSDa yang sekarang hanya diperuntukan untuk belanja pegawai. Jadi, dana Bosda telah dihapuskan untuk dana sekolah, dan untuk kegiatan sekolah sepenuhnya diambil dari BOSNas, padahal dalam regulasi ini seharusnya yang berperan banyak itu pemerintah daerah, dan sudah seharusnya pemerintah daerah sebagai penanggung jawab regulasinya.

Kemudian kasus yang belum lama ini terjadi mengenai hal tersebut yaitu ketika BOSDa dihapuskan untuk kegiatan sekolah, salah satu kepala sekolah di kota Tanggerang menyebutkan sebelumnya Pergub tentang dana BOSDa boleh dibelanjakan untuk pembelian bahan habis pakai, bahan praktikum akomodasi siswa atau guru dalam rangka mengikuti lomba, langganan media massa, pembayaran rekening listrik telepon dan internet. Termasuk dalam hal pembiyayaan pengembangan profesi guru dan kepsek seperti pelatihan MGMP dan K3S/MKKS. 

Namun saat kebijakan itu diberlakukan saat ini pihaknya kebingungan untuk mencari dana talangan guna menopang kegiatan belajar mengajar. Kemudian banyak juga kepala sekolah yang terjerat hutang kepada rentenir untuk membayar listrik, internet, dan air setiap bulannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun