Mohon tunggu...
Valentino Barus
Valentino Barus Mohon Tunggu... Editor - Laki-laki, tinggal di Jakarta Timur, berkeluarga (istri, dengan dua anak)

Sarjana Hubungan Internasional, lulusan UGM, minat terhadap masalah-masalah sosial politik dan kemasyarakatan. Hobbi: jalan-jalan dan berenang Berkarya di bidang penerbitan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Impor Rektor, antara Nasionalisme dan Profesionalisme

14 Agustus 2019   23:20 Diperbarui: 14 Agustus 2019   23:24 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rencana pemerintah, sebagaimana disampaikan oleh Menristekdikti untuk mengimpor rektor bagi perguruan tinggi negeri telah menjadi polemik dan menimbulkan sikap pro dan kontra di tengah masyarakat. 

Gagasan Muhammad Nasir tersebut telah menimbulkan diskursus luas secara nasional. Rencana ini sendiri sebagaimana disampaikan pemerintah dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi kita selain juga untuk menempatkan perguruan tinggi nasional untuk masuk di jajaran elite perguruan tinggi dunia. Bisa bertengger di posisi 200 besar atau bahkan 100 besar perguruan tinggi terbaik dunia.

Menyikapi maraknya sikap pro dan kontra di tengah masyarakat, Muhammad Nasir mengatakan bahwa hal tersebut sesungguhnya bukanlah hal yang luar biasa. "Mempekerjakan rektor dan tenaga pengajar asing di perguruan tinggi bukanlah hal baru. Di beberapa negara rektor  dan tenaga pengajar asing sudah dipekerjakan di sejumlah universitas besar" lanjutnya. 

Nasir kemudian mengatakan bahwa secara lisan Presiden Jokowi sudah menyetujui renacana dan langkah tersebut. Kita sekarang sedang memperbaiki regulasi dan pematangan penganggarannya, targetnya 2019 ini selesai, sehingga tahun 2020 sudah bisa menghadirkan rektor asing. 

Tentu untuk seleksi calon rektor tersebut kita akan melihat resume, pengalaman dan rekam jejak yang bersangkutan. Sedangkan untuk perguruan tinggi negeri, kita akan melihat yang paling siap, kata Menristekdikti.  

Alasan dan penjelasan Muhammad Nasir rupanya belum cukup bagi sebagian masyarakat yang terlanjur skeptis. Beragam pendapat mengemuka dikemukakan oleh kelompok ini diantaranya; potensi terganggunya rasa nasionalisme, memelihara rasa inferior dan memandang tinggi bangsa lain, masih banyak orang Indonesia (dari lebih 265 juta penduduk) memiliki kualifikasi dimaksud. 

Sementara sebagian lainnya yang kontra meminta agar terlebih dahulu memanfaatkan dan mengundang tenaga professional Indonesia yang ada di berbagai belahan dunia.

Menanggapi kekhawatiran akan tenaga kerja asing ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berpendapat bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan. "Kalau takut asing, kenapa kita mengirimkan ribuan mahasiswa kita ke luar negeri" kata JK. 

Bahkan kalau dilihat dari sisi ekonomi, mestinya jauh lebih murah mendatangkan satu professor yang bisa mengajar 100 mahasiswa daripada mengirimkan 100 mahasiswa ke luar negeri.  

Tentu pengadaan tenaga pengajar dan rektor asing ini perlu dilakukan secara bertahap sehingga tidak menimbulkan syok di tengah masyarakat. Mungkin dimulai dari bawah dulu, dari dosen, dekan, lalu penasehat, serta di lakukan di beberapa perguruan tinggi pilihan sebagai percontohan dan model bagi perguruan tinggi lainnya, katanya.

Senada dengan JK tentang perlunya sikap terbuka yang dilandasi prinsip kehatian-hatian, Ferdiansyah mengemukakan perlunya menerapkan rambu-rambu yang jelas sehingga berbagai kekhawatiran bisa diantisipasi dan tidak perlu terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun