Mohon tunggu...
Valentine Lindarto
Valentine Lindarto Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - SMA Dian Harapan LV

🥑

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kontaminasi Logam Berat Akibat Penimbunan Limbah B3 di Desa Mojojajar dan Lakardowo, Kabupaten Mojokerto

10 Mei 2021   10:25 Diperbarui: 12 Mei 2021   13:26 4617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengurukan di  Kali Marmoyo, Desa Lakardowo yang diduga menggunakan asal material limbah B3 PT GEI.  Kredit foto: A. Asnawi

Menurut High Level Threat Panel dari The United Nations International Strategy for Disaster Risk Reduction (UNISDR), kerusakan lingkungan merupakan salah satu dari sepuluh ancaman terbesar dan terbahaya yang sedang seluruh dunia hadapi. Pemerintah Indonesia pun menanggapi peringatan ancaman tersebut dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mendefinisikan kerusakan lingkungan sebagai perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. 

Sementara itu, definisi kerusakan lingkungan menurut Prof. Dr. RTM. Sutamihardja adalah ketika terjadi penambahan bermacam-macam zat atau bahan berbahaya sebagai hasil dari peristiwa alam atau aktivitas manusia yang memberikan pengaruh buruk terhadap kondisi lingkungan tersebut (1). Dengan kata lain, kerusakan lingkungan merupakan penurunan mutu lingkungan yang disebabkan oleh proses alami atau ulah manusia yang mencemari dan membahayakan kondisi lingkungan tersebut sehingga tidak lagi berfungsi untuk mendukung kelestarian hidup keanekaragaman hayati serta memenuhi tujuan dan kebutuhan sosial manusia sebagaimana mestinya.

Pada umumnya, penyebab utama dari kerusakan lingkungan adalah kegiatan manusia, terutama ledakan populasi yang mengakibatkan pemanfaatan sumber daya alam yang disediakan oleh lingkungan sekitar dilakukan secara berlebihan atau pencemaran lingkungan yang menyebabkan ketidakseimbangan komponen biotik dan abiotik di dalam lingkungan tersebut.  

Secara khusus, pencemaran lingkungan oleh sejumlah polutan (zat atau bahan) berbahaya yang banyak berasal dari sumber industrial dan automotif berdampak pada penurunan kualitas dan kerusakan komponen utama lingkungan seperti tanah, air, dan udara di sekitar. 

Salah satu contoh kasus pencemaran tanah yang mengakibatkan kerusakan tanah di Indonesia adalah kegiatan pembuangan dan penimbunan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur oleh pabrik pengolahan limbah B3 PT. Green Environmental Indonesia (GEI) di Desa Mojojajar, Kecamatan Kemlagi dan PT. Putra Restu Ibu Abadi (PRIA) di Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis. 

Dari pengamatan sampel tanah yang diambil dari daerah sekitar kedua perusahaan tersebut, ditemukan ciri-ciri fisik, kimia, dan biologi yang menandakan bahwa tanah di daerah tersebut telah rusak, sebab warna dan tekstur tanah yang semulanya berwarna coklat gelap serta bertekstur halus berubah menjadi warna hitam, kering, dan bergumpalan serta mengeluarkan bau yang tidak sedap. Selain itu, ditemukan juga kandungan logam berat seperti boron (B), kadmium (Cd), kromium (Cr), tembaga (Cu), dan timbal (Pb) serta kandungan bahan organik dan anorganik seperti fly ash dan bottom ash (FABA), yaitu debu atau pasir abu halus yang merupakan produk sisa dari pembakaran bata bara berserta bekas-bekas plastik kemasan popok bayi dan bahan baku popok yang belum hancur di dalam sampel tanah tersebut.

Menurut Teknik Sipil FTUB, kandungan tanah terdiri atas 50% benda padat (45% bahan-bahan mineral dan 5% bahan organik), 25% air, serta 25% udara. Apabila jumlah komposisi tanah tidak seimbang, maka kualitas dan produktivitas tanah akan semakin menurun hingga pada akhirnya terjadi kerusakan tanah (2). Pencemaran tanah oleh penimbunan limbah B3 di Desa Mojojajar dan Desa Lakardowo di Kabupaten Mojokerto pun mengganggu keseimbangan kandungan tanah di daerah tersebut sebab polutan hasil kegiatan manusia bersifat tidak dapat diuraikan oleh bakteri pengurai sehingga tidak dapat menyatu dengan tanah melainkan menguap, tersapu oleh air hujan, dan atau masuk ke dalam tanah lalu terendap sebagai zat kimia beracun, terutama sebagai logam berat di dalam tanah (3). Jika cukup banyak zat kimia beracun sudah terakumulasi untuk cukup lama di dalam tanah, maka akan terdapat beberapa perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi pada tanah tersebut seperti perubahan warna, tekstur, dan bau; penurunan kadar air dan kenaikan tingkat pH; serta penurunan jumlah mikroorganisme dan kandungan materi organik dalam tanah (4), sama seperti ciri-ciri yang ditemukan pada sampel tanah dari Kabupaten Mojokerto yang terkontaminasi limbah B3.

Diagram komposisi tanah yang ideal. Kredit foto: Kalev, Stefan D.
Diagram komposisi tanah yang ideal. Kredit foto: Kalev, Stefan D.

Sebenarnya, dengan memanfaatkan kondisi geografis di Kabupaten dan Kota Mojokerto, mayoritas tanah dan lahan, terutama yang berada di wilayah pedesaan seperti Desa Mojojajar dan Desa Lakardowo digunakan warga sekitar sebagai wilayah permukiman (44.14%) dan lahan pertanian (41,76%). Pada tahun 2017, BPN Kota Mojokerto menyediakan data yang menjelaskan bahwa hal tersebut dikarenakan mayoritas jenis tanah yang ditemukan di pedesaan Kabupaten Mojokerto adalah tanah aluvial (62,74%) dan tanah grumusol (37.26%), yaitu tanah yang terdiri dari endapan tanah liat yang tercampur dengan pasir halus dan berwarna hitam kelabu yang memiliki daya penahanan air relatif tinggi serta banyak mengandung unsur hara yang merupakan nutrisi yang baik dan sangat diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. 

Efektivitas tanah di Mojokerto juga mencakup kedalaman 90 cm lebih sehingga menjadi lahan yang sangat mendukung pertumbuhan perakaran tanaman sebab memiliki kemampuan meresap air dengan cepat. Selain itu, iklim di Mojokerto yang dicirikan dengan adanya musim hujan dan kemarau serta curah hujan rata-rata 10,58 mm juga mempengaruhi intensitas penggunaan tanah dan tersedianya air pengairan dengan baik sehingga mendukung kegiatan dan pola pertanian masyarakat sekitar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun