Mohon tunggu...
Cuap Cuap
Cuap Cuap Mohon Tunggu... Freelancer - Tukang gambar kehidupan

blog uwanurwan.com IG @uwansart

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jero Wacik Bersiap Diri

18 Agustus 2016   11:55 Diperbarui: 27 Agustus 2016   03:12 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya masih ingat betul pelajaran tentang piramida kehidupan. Dalam ilmu ekologi, piramida tersebut menggambarkan banyak hal yang bisa diterapkan oleh manusia. Bagian terendah dari piramida itu adalah produsen, di mana jumlahnya sangat melimpah di alam, meliputi jagung, padi, rumput, dan lain-lain. Konsumen tingkat pertama menduduki posisi di atas produsen. Konsumen tingkat pertama tergolong pengonsumsi langsung tanaman yang ada di muka bumi. Tentu saja tidak semua jenis tanaman dimakan, tetapi spesifik untuk setiap jenis hewan. Konsumen tingkat selanjutnya populasinya kian sedikit. Tuhan juga tahu dan mengatur itu sebelum semua makhluk diciptakan. 

Bayangkan jika jumlah konsumen tingkat satu lebih banyak ketimbang tanaman yang menjadi makanannya? Persaingan kian ketat dan lama-lama punah karena ketersediaan makanan semakin habis. Nah, sementara makhluk hidup yang menduduki puncak piramida adalah yang jumlahnya paling sedikit. Biasanya hewan itu tidak makan tanaman. Tubuh mereka tidak didesain untuk mencerna klorofil dan dinding sel.

Begitu teraturnya kehidupan alam. Sampai proses makan dimakan pun sudah bersinergi. Tapi begitu ditambahkan satu jenis makhluk lagi, keseimbangan alam mulai goncang. Siapa itu? Manusia. Mulanya manusia masih tampak seperti ular dalam karung. Begitu dilepas, mereka menggelkat dan menggigit siapapun yang ada di hadapannya. Ya manusia memang sumber bencana bagi keseimbangan alam. Saya tidak ingin membahas manusia yang baik hati dan peduli alam. 

Kali ini saya hanya akan fokus pada perusaknya. Tak hanya alam dirusak, tapi manusia lain juga. Bisa dibilang manusia yang senemarnya diciptakan dengan otak dan hati paling sempurna kadang tak punya otak dan hati saat bertingkah dan berbicara. Masalahnya cukup rumit sih. Dan memang begitulah Tuhan menciptakan manusia. Ada poin-poin yang pasti bisa dicuplik dari setiap kejadian yang manusia alami.

Bicara tentang keburukan, manusia itu rakus dan jahat. Ada beberapa kasus lucu di pemerintahan Indonesia. Yang benar akan dengan cepat disingkirkan karena dianggap berbahaya bagi para mafia (paling parah sih mafia hati). Dan sayangnya pihak yang suka mencari-cari kesalahan selalu terluhat lebih kuat melawan dan menjatuhkan. Mulut-mulut manusia yang harusnya dipakai untuk berbicara santun, justru digunakan untuk mendesis, menghasut, dan bernegosiasi. Dan sayangnya hal itu sudah menjadi budaya yang dilumrahkan.

Lihat saja kasus Jero Wacik, mantan menteri ESDM. Mulai dari penetapan tersangka yang menyebutkan bahwa Jero memperkaya diri, penyalahgunaan Dana Operasional Menteri, sampai gratifikasi terbukti mentah di pengadilan. Selama proses persidangan, pasal-pasal yang menjadi kesalahan Jero tak terbukti. Harusnya ia bebas, tapi hakim berkata lain. Ia justru divonis mendekam dalam jeruji. Jero sebenarnya berada pada batas-batas yang dalam undang-undang.

Lucu kan? Jelas ada banyak kesalahan dalam penetapan tersangkanya. Lucunya bukan terletak di situ juga sih. Jadi, sebelum Jero dijebloskan dengan mudah ke dalam jeruji, media sudah ikut ambil peran. Berbagai media seperti sedang bermain sirkus menjustifikasi Jero sebagai koruptor. Media diuntungkan dengan media sosial dan banyaknya pengguna yang mudah terpovokasi.

Mau tidak mau, suka tidak suka, karena label "koruptor" sudah distempel keras di badan Jero, otomatis permainan akan lebih mudah. Meskipun tuduhan yang disampaikan kpk janggal, tinggal diabaikan. Toh masyarakat sudah terlanjur naik pitam. Mau tidak mau harus dicari kesalahan, bahkan kesalahan terkecil yang luput dari pengamatan.

Dan media ikut berdosa atas kejadian ini. Haram lo hukumnya makan rezeki yang didapatkan dengan cara tidak halal. Sudah tidak halal, menjatuhkan orang lain, dan membuatnya menderita. Banyak sekali media yang menjadikan "bad news is a good news". Tapi sayangnya hal itu sudah lumrah. Jero pasti bebas. Insyaallah. Bukti-bukti kuat sudah terkumpul. Dan perjuangan akan berlanjut. Yap,  perjuangan hidup belum berakhir. Harus diteruskan!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun