Mohon tunggu...
utomo
utomo Mohon Tunggu... Freelancer - Hobi membaca dan Sedikit Menulis

Tak Ada Yang Istimewa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Satu Hari yang Menakjubkan

16 September 2019   05:44 Diperbarui: 16 September 2019   05:47 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namaku Hardjo, panggilanku Jo. Tidak seperti panggilanku yang keren, aku tipikal orang Jawa kebanyakan, kulit sawo matang, hidung sedikit besar begitu juga dengan mulutku yang sedikit mancung. Dari tiga bersaudara, aku adalah anak yang kedua. Dari semua saudara, aku adalah yang terjelek.

 

Rumahku dekat dengan sekolah SD-SMP Swasta, dan salah satu pendirinya ( ketua yayasan ) yang juga kepala sekolah SD, Ibu Yenni, adalah teman sepermainan ibu.  Hingga sekarang hubungannya dengan ibu terjalin sangat baik. Dengannya, aku terbiasa memanggilnya bulik.

Ayahku meninggal ketika usiaku 15 tahun, dan sejak saat itu ibuku menjanda hingga sekarang. Kami cukup beruntung karena memiliki persawahan, kebun kelapa, tambak ikan,  dan perternakan bebek, warisan dari almarhum ayah ditambah lagi warisan dari almarhumah nenek dari ibu. Tanah warisan kami semuanya 10 hektar, cukup luas dan menghasilkan, bisa menghidupi kami sekeluarga.

Ibu adalah wanita yang tangguh, mengurus ketiga anaknya seorang diri. Walau sudah berumur dan memiliki tiga anak, ibuku ternyata  memiliki penggemar. Dia adalah Dokter Ramli, seorang duda yang memiliki 3 putri yang usianya tak jauh beda dengan kami. Kami sekeluarga cukup dekat dengannya.

Suatu hari Ibu dilamar oleh Dokter Ramli dan bila lamarannya diterima ibu dijanjikan akan diberangkatkan naik haji. Aku pikir, bila ibu menikah dengannya, kehidupannya akan menjadi lebih baik. Paling tidak ada yang menemani hingga di sisa usianya.

Tetapi ibu menolaknya, karena itu aku menjadi heran dan bertanya kepadanya, "Mengapa bu?, sudah kaya, dokter lagi. Lagipula  ibu dapat naik haji," tanyaku.

"Ibu sudah tua, capek bila  harus memasak, menyediakan sarapan untuknya setiap hari", jawab ibu seenaknya. Sama juga ketika aku memperkenalkan calon istriku kepadanya. Ibu malah heran melihatnya dan bertanya kepadanya,"kamu kok mau sih sama anakku yang jelek ?". "Habis, aku cinta", jawab calon istriku. Seperti itulah ibuku, suka ceplas-ceplos seenaknya.

Aku menikah di usia 25 tahun.  Istriku adalah anugrah terindah dalam hidupku. Sekarang pernikahan kami sudah berjalan 10 tahun. Sejak menikah aku selalu berdoa, semoga anak-anakku mengikuti garis keturunan istriku. Doaku terkabul, kami dikarunia dua orang anak yang cakap dan pintar. Andi putraku berumur 7 tahun dan Rini putriku berumur 4 tahun.

*****

Saat itu, aku baru masuk kelas 1 SMA. Sejak pertama kali melihatnya aku langsung jatuh hati padanya. Aku selalu menanti untuk melihatnya, sewaktu dia masuk atau pulang sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun