Tidak jauh dari pondok, sekelompok pemuda berbaju biasa tampak sibuk merapihkan alat musik. Ada terbang besar dan kecil. Seorang yang berdiri di depan memegang kendang.Â
Seorang bapak tersenyum sembari memegang payung ubur-ubur. Payung berhias yang dipakai memayungi tamu kehormatan. Nantinya payung akan diputar agar juntaian benang melayang. Payung seperti melebar dan gemerlap.Â
Tidak mudah lho membawa payung sembari terus menerus memutar hingga tempat acara. Biar pun pembawa payung sudah menyiapkan diri dengan selempang khusus untuk menyisipkan batang payung.Â
Tak lama, pemuka agama yang ditunggu datang. Semua berkumpul di pondok mengikuti kegiatan doa bersama dan menyicip sedikit bubur sumsum.Â
Sekejap kemudian semua berbaris di belakang pemuka agama dan kepala pondok.Â
Pemain hadrah pun mulai memukul terbang dan kendang. Sholawatan pun mengalun. Rombongan bergerak perlahan menuju lokasi acara di sebuah langgar.Â
Uniknya, para pemain hadrah selama perjalanan berjalan mundur. Tanda penghormatan pada tamu dan santri yang akan mengikuti acara batamat quran.Â
Sepertinya warga paham, mereka yang menonton memilih menepi ke teras atau batas jalan, memberi jalan sekaligus mengabadikan kegiatan yang digelar setiap tahun.Â
Pagi ini, ketika lelah sudah sirna, saya baru ngeh kalau jumlah santri perempuan dan laki-laki yang mengikuti acara batamat quran adalah 7 dan 7, seperti jumlah usia negara ini 77 tahun.