Sudah dua kali Ramadan saya tak pulang. Jika tahun depan masih belum bisa kembali ke kampung halaman, saya merasa seperti Bang Toyib yang tak pulang-pulang.
Bagi saya, ramadan itu seperti colokan listrik yang saya perlukan untuk mengembalikan daya baterai yang hampir habis.
Proses mengembalikan tenaga ini tidak cuma puasa namun juga berkumpul bersama keluarga. Melihat seluruh keluarga berkumpul sungguh memacu syaraf kebahagiaan.
Selama beberapa hari merasakan keriuhan keluarga benar-benar saya dambakan. Kekamg sih keramaian ini tidak sepanjang hari, namun mencapai puncaknya pada sore hari.
Dapur yang tak seberapa besar itu seketika penuh sesak karena keponakan hilir mudik mengecek gorengan untuk berbuka.Â
Menu sederhana yang terdiri dari bakwan, tahu, dan tempe goreng ini selalu ditunggu. Agak heran juga mengapa menu ini seperti tak tergantikan oleh makanan lain.
Bahan-bahan yang dipakai juga sederhana. Untuk bakwan dibuat dari campuran kol dan wortel. Terkadang kol diganti tauge, tergantung sayuran yang dibawa tukang sayur keliling.
Untuk tahu isinya menggunakan sebaguan bahan untuk bakwan. Sementara tempe hanya diberi bumbu sederhana yaitu bawang putih, ketumbar, dan garam. Semuanya akan digoreng setelah pukul 15.00 Wib.
Menjelang magrib, seluruh keluarga sudah berkumpul di depan meja. Masing-masing dengan minuman. Tak ada piring u tuk.gorengan sebab diambil dengan tangan.Â
Begitu azan berkumandang, tangan-tangan kecil itu sibuk mengambil makanan yangbd diinginkan. Saya kerap memandang sebentar dan menyimpannya diingatan.
Gorengan inilah yang saya rindukan. Meski bisa saja membuatnya sendiri, jika tak malas, atau membelinya di tukang jualan yang banyak bertebaran. Namun radanya kurang.