Ramadan tahun ini datang begitu cepat. Rasanya baru memulai tahun 2021, tiba-tiba puasa sudah menyambut. Ketika bulan suci itu datang, getir langsung terasa. Ngilu. Sedih.
Seribu perasaan itu langsung menyergap karena kali ini seakan menjalani puasa tahun lalu. Terpisah dari si sulung dan keluarga.Â
Jangan tanya seperti apa rindu dan kepedihan yang mendera rasa. Lagi-lagi keinginan untuk merengkuhnya dengan luapan sayang, harus pupus karena kenyataan.
Kenyataan pahit
Tak usahlah saya sebut apa yang membuat hati teriris saat mendengar azan magrib berkumandang. Kala seluruh keluarga berkumpul untuk berbuka, saya pun demikian, namun tidak bersama-sama hanya dengan si kecil saja.
Sudah pasti saya berusaha menyajikan makanan kesukaan si kecil, namun wajah sedih kerap terlihat karena jauh dari keluarga. Kenyataan pahit ini harus saya, lebih tepatnya kami hadapi karena pandemi yang seperti belum menemui titik akhir.
Mengapa tak berkeras menemui keluarga di pulau seberang? Sebab saya tak mau mendapati kenyataan yang lebih pahit dari ini. Saya tak mau kehilangan orang-orang tersayang.
Meski telah melewati serangkaian tes sebagai syarat sebelum melakukan perjalanan, namun risiko tetap ada. Tak ada yang tahu apa yang terjadi di dalam penerbangan. Maka meski perih, kami harus bisa bertahan demi yang tersayang.
2 kali tak mudik
Jauh sebelum pemerintah menyatakan melarang mudik, saya sudah meneguhkan hati bahwa tahun ini pun tak mungkin pulang ke rumah. Keadaan masih belum membaik.
Grafik perkembangan covid 19 masih belum benar-benar turun. Jika dilihat bentuk grafiknya masih berada di atas. Jadi untuk apa berkeras. Lebih baik menahan diri.