Pada suatu hari, ada seorang anak perempuan berusia sembilan tahun, rambutnya di kuncir bak rantai besi, tubuhnya sedikit gemuk, gigi bagian tengahnya ompong, namanya Deli! Ia selalu tersenyum lebar dan ceria.Â
Kakeknya membawanya tinggal di Kota Balikpapan, ia menginginkan cucunya bersekolah di sekolah sekelas International, supaya bisa berbahasa Inggris.Â
Karena kakeknya sudah berandai -- andai di kepala, jika cucunya akan tinggal di Eropa saat sudah memasuki masa SMA. Kakeknya mau jika Deli harus meninggalkan kebiasan buruk sebagai anak desa yang suka membantu orang tuanya berkebun dan memberi makan kambing.Â
Deli hanya menuruti apa yang kakeknya mau. Berusaha hidup normal, apa adanya, tanpa membawa keunikan sejati yang sudah ada dalam diri kita, itu sangat membosankan.
Hari pertama Deli masuk sekolah, banyak anak-anak dalam kelas yang memandang Deli kampungan dan seperti orang gila, Kenapa begitu? Karena Deli suka tersenyum lebar lalu sering menyapa orang baru, namun bagi anak-anak yang berjiwa kota dan modern, '' Iuuh... ada orang aneh? '' Karena kelakuan Deli ini, ia sering di tertawakan, jadi bahan perbincangan, terutama bagi anak-anak perempuan. Â '' Kau lihat perempuan ompong yang selalu tertawa seperti nenek sihir?! Hehehe.... Aku bisa tebak, dia pasti anak yang tidak pandai, jangan kita dekati, otaknya bisa menular ke kita. Kampungan. ''
Memang aura Deli tidak bisa di tutupi. Ia terlihat kampungan, kalut dan kurang pandai. Akibat hal ini, Deli menjadi menutup diri lalu tidak suka menunjukan kepandaian di sekolah. Setiap guru bertanya soal apapun yang berhubungan dengan mata pelajaran. '' Deli.. kamu bisa menjawab yang di papan tulis? ''
      '' Tidak bu... Saya tidak bisa dan tidak tahu! '' Padahal Deli tahu.
      '' Apa kamu tidak memperhatikan yang saya jelaskan? ''
Deli hanya diam, dan karena itu, ia seakan membuktikan pada anak-anak dalam kelas, jika benar Deli seorang yang tidak pandai.
Serangan, hinaan, di sekolah itu oleh anak-anak sekolah terus terjadi, namun yang sering di lontarkan. ''Dasar kampungan. '' Deli berat menerima ucapan itu, padahal setiap hari ia selalu berusaha untuk hidup normal seperti kebanyakan anak kota, namun tetap saja.
Sampai suatu hari, ibu guru mata pelajaran IPA, memerintahkan semua murid untuk membawa masing-masing tanaman yang masih hidup di pot.Â