Pembelaan diri Prabowo Subianto terkait bergabungnya ybs ke dalam kubu penguasa tidak merubah kenyataan dari seorang tokoh oposisi menjadi anak buah penguasa.
Apa yang dikatakan oleh Prabowo Subianto sah sah saja dan benar adanya, masalahnya bukan soal sah tidaknya atau benar tidaknya tapi soal RASA.
Apa jadinya ketika seorang yang dianggap sebagai" pemimpin" oposisi kemudian bergabung dengan penguasa lalu meninggalkan begitu saja yang" dipimpinnya ".
Itulah yang sedang dihadapi oleh barisan" oposisi" saat ini dengan segala macam kontroversi yang mengiringinya.
Pertanyaan besarnya adalah apakah sebanding antara manfaat yang diperoleh oleh Prabowo Subianto lewat bergabungnya ybs kedalam kubu penguasa dibandingkan dengan ditinggalkan oleh para pendukungnya lengkap dengan sumpah serapahnya??.
Bila dihitung secara" nominal " berapa yang bisa diperoleh dengan bergabungnya ybs kedalam kubu penguasa dan disaat yang bersamaan berapa kerugian yang dialami akibat ditinggalkan oleh para pendukungnya??.
Nasi sudah jadi bubur, tapi bukan berarti Prabowo Subianto kehilangan kesempatan untuk menuju RI satu.
Mengapa?? Karena di Indonesia ini yang menang bisa dibikin kalah dan yang kalah bisa dibikin menang.
Semua itu tergantung dari para " dalang" yang mengendalikan Indonesia saat ini.
Indonesia saat ini membutuhkan tipe pemimpin yang bisa mengakomodir beragam kepentingan.
Para pemangku kepentingan bisa duduk bersama untuk mendapatkan titik temu yang bisa diterima oleh semua pihak.
Harapannya jelas kebutuhan minimal dari masyarakat terpenuhi dan disaat yang bersamaan kepentingan para pengusaha juga terakomodir.