Intinya yang terjadi pada SITUNG KPU Â adalah hasilnya selalu menyesuaikan dengan hasil QC (Quick Count ) beberapa lembaga survey yang patut diduga bersikap partisan.
Apakah terjadi salah input,apakah terjadi human error tapi hasilnya sudah diduga selalu sesuai dengan hasil QC.
Walaupun salah input, human error sudah dikoreksi hasilnya selalu sesuai dengan hasil QC.
Di saat yang sama SITUNG KPU menyatakan bahwa rapat pleno KPU 22-5-2019 mendatang sebagai keputusan KPU yang final dan mengikat dan berketetapan hukum tetap tentang siapa pemenang Pilpres 2019 yang baru saja berlangsung.
Masalahnya adalah saat ini sedang berlangsung upaya yang terstruktur,sistemik dan massive untuk menyesuaikan antara hasil SITUNG KPU dengan hasil keputusan ditingkat kecamatan, kabupaten/kota hingga Propinsi.
Artinya terjadi upaya terstruktur, sistemik dan massive untuk menyelaraskan antara hasil QC, SITUNG KPU dan hasil rapat pleno KPU tingkat kecamatan, kabupaten/kota, Propinsi hingga akhirnya rapat pleno KPU tingkat pusat sekedar ketuk palu saja.
Yang terjadi kemudian adalah Presiden versi pilihan Rakyat VS Presiden versi pilihan KPU.
Bila kemudian terjadi beneran,masyarakat jadi terbelah antara mendukung Presiden versi pilihan rakyat VS Presiden versi pilihan KPU.
Disitulah bisa jadi "People Power"yang sejak awal dikhawatirkan oleh beberapa elite politik bakalan terjadi.
Akibat selanjutnya terjadi "peradilan jalanan" dan Gejala yang mengarah kesitu,baik Gejala subyektif maupun Gejala obyektif makin kesini makin jelas.
Memang itukah yang diinginkan oleh para elite politik Indonesia??masih adakah peluang untuk kompromi??
Semoga para elite politik Indonesia menyadari kalau situasi saat ini kian "memanas"jangan dianggap ringan.