Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ada Air Mengalir di Biji Matanya

10 Oktober 2019   10:28 Diperbarui: 10 Oktober 2019   12:27 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sebuah kado pagi ini, hasil napak tilas, hadirkan memori indah bersama anak ganteng di seberang)

Senja merentang panjang. Kembali hujan rintik. Aku duduk santai di teras rumahku. Usai kunikmati secangkir kopi,  rokok kesayangaku, Dunhill, kuambil sebatang. Selagi menikmati semuanya, seorang anak gadis datang ,yang ternyata kemudian kutahu dia adalah mahasiswiku.

" Ass, wr.wb. Pak, bagaimana kabar?" ,"sapanya ketika matanya tertuju pada mataku. Wassalamualaikum, ananda. Setelah bincang-bincang sekedarnya, dia diam sejenak, boleh jadi menunggu tanyaku. Tapi kemudian, kupaham, lalu ,"Ada yang perlu Bapak  bantu?" tanyaku.

"Biasa Bapak, terkait pacar", jawabnya, kemudian tertunduk sendu. Waduuh, datang-datang bicara pacar. Kemarin kalau tidak salah,  sudah Bapak sampaikan soal pacar, berpacaran, dan pacaran.

"Bapak  sudah jelaskan soal pacar , itu  boleh", sambungnya

"Iya, betul!" potongku, sambil menambahkan,"Apa yang menjadi masalah?

"Iya sudah ananda laksanakan sesuai pencerahan Bapak bahwa pacar itu boleh, karena itu, sudah ananda aplikasikan",

"Lalu berpacaran?"

"Itu yang menjadi masalah, Bapak"

"Iya tahu jadi masalah mengapa pula berpacaran? Bukankah sudah Bapak uraikan konfiks  "ke-an " itu salah satu maknanya adalah melakukan kegiatan"

Kemudian dia tersenyum. Mencermati senyumnya, aku menduga, pastilah dia bertahan untuk tidak menerima permintaan pacarnya untuk melakukan kegiatan. "Apa dia minta memagang tangan?" tanyaku

"Kalau itu, bukan masalah buat ananda, Bapak. Dia minta yang lebih"

"Apa itu?' berondongku

"Dia minta cium, Bapak, ananda tidak mau"

"Nah, itu, bagus. Soalnya, ketika ananda beri, soal yang lain pasti dia minta lagi".

"Iya, ananda ingat pesan Bapak, "Pacar boleh, tapi jangan berpacaran, apalagi pacaran", dia mengulang pencerahanku.

Meski demikian, kuminta dia lagi untuk menjelaskan kembali makna ketiga kata itu. Tapi sebelum dia mengulang, dia masih pasang senyum, tapi ada air mata yang mengalir di kedua belah pipinya. Bapak kan sudah jelaskan bahwa pacara itu daun hijau. Berpacaran bermakna melakukan kegiatan dan pacaran maknanya = hasil dari kegiatan.

Lalu, dia diam lagi.Boleh jadi menunggu tanggapanku.

"Bagus, pujiku. Lalu masalahnya, apa hingga kamu menangis?"

Dia mendongak, dan seterusnya, dia buka mulut.  "Dia, selalu saja hadirkan alasannya, ketika ananda tanya,  hingga kini aku terlantar". Mengapa terlantar? "Terkait PHP, Bapak".

 "Terkait PHC itu?", tanyaku  berpura ubah konsonan  P menjadi C

"Bukan! Bapak salah mendengar!"

"Apa, kalau begitu?"

"Dia itu, selalu PHP, Bapak!"

 " Waduuuh, apalagi itu, PHP?"

"PHP, itu singkatan dari Pemberi Harapan Palsu", Bapak

"Hahahaha, kirain Pemberi Harapan Cinta", dan kulanjut dengan,  "Iya, sebenarnya, ketika jumpa darat , PHC, yang dia berikan, bukan PHP"

Dia diam sejenak. Kemudian kuberikan pencerahan . Dunia ini , anakku, tidak selebar daun kelor dan tidak sebulat koll. Masih ada yang lain kan? Lalu, , "Tak akan lari gunung dikejar!" pesanku. Sejenak dia diam. Kemudian, tiba-tiba bergumam, ah... ada-ada si dia, Bapak. . Dibilang tidak baik, ternyata baik. Dibilang baik, eh.., kenapa aku malah putus.

"Kenapa si dia, ananda?" galiku .

Bagaimana tidak, Bapak! Ketika sudah balik belakang, malah PHP yang dia yang dia berikan. "Nah, kalau begitu solusinya?" tanyaku

"Solusinya, putus!"

"Tepatkah? Alasannya?"

 "Kenapa tidak, Bapak?

 Alasannya, Putus hubungan cinta karena dia terlalu baik buat aku, Bapak. "Hahaha...., Lantaran terlalu baik, maka PUTUS?"

"Iya, Bapak, karena, dia selalu berlaku sebagai PHP".

 "Lalu, kenapa ada air yang mengalir di wajahmu?"

"Ananda selalu percaya , ternyata, ada padanya,  adalah PHP saja, makanya ananda memutuskan hubungan",

"Baca lagi cerpen Bapak yang berjudul, Kalau Jatuh Cinta, Jatuhlah ke Belakang!" pesanku

"Betul, Bapak. Penyesalan memang datangnya selalu terlambat", sambungnya

Di dalam cerpen itu ananda akan temui uraian seperti ini: Kalau sudah mulai jatuh cinta, sebaiknya jangan jatuh ke depan tapi harus ke belakang. Dan ketika bangun, harus ambil jarak jauh. Maksudnya,Sebelum jatuh, pandanglah sang kekasih dari jarak jauh sebelum memutuskan, apakah kita jatuh cinta atau tidak. Kata Abunawas, " Ketika kita jatuh cinta kepada seseorang, janganlah kita melihatnya dari dekat. Artinya, lebih baik melihatnya dari jarak jauh. Di sini si jatuh cinta diberi ruang dan waktu untuk mengenal sang kekasih lebih dalam. Misalnya, bertanyalah kepada orang-orang terdekat tentang kepribadian lawan jenis.

hakim-dan-saya-5d9ea65b097f3674b218b602.jpg
hakim-dan-saya-5d9ea65b097f3674b218b602.jpg
Rintik hujan tidak terdengar lagi bunyinya di genteng, sebaliknya ketika kulirik wajahnya, ada air mengalir di biji matanya. Air yang bening. Menghapus semua gejolak hatinya. Lalu dia pasang senyum termanis di bibinya. Lalu,  kulihat raut wajahnya, mulai terang, "Terima kasih Bapak, tetap ananda ingat pesan manis, Bapak."  ucapnya sebelum ke kosnya. ***)

 Pondok Bambu, 10/10/2019

Catatan, teringat cerita anak gantengku yang pernah berklinong-ria bersamaku  di seputar Pondok Gede, Jatiwaringin , Pondok Bambu dan Bekasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun