Mohon tunggu...
Usep Saeful Kamal
Usep Saeful Kamal Mohon Tunggu... Human Resources - Mengalir seperti air

Peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

PKB dan Ikhtiar Mitigasi Bencana

10 Januari 2020   14:12 Diperbarui: 10 Januari 2020   14:16 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru-baru ini penulis disempatkan mengunjungi korban banjir di Kampung Pulo Jatinegara Jakarta bersama Tim Penangulangan Bencana DPP PKB. Kampung ini terletak dibantaran sungai Ciliwung dan sudah pasti menjadi langganan terkena luapan sungai itu sejak puluhan tahun lalu.

Meski kini bantaran kali itu sudah dibeton sejak program normalisasi oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kala menjabat gubernur DKI Jakarta, tetap saja banjir selalu menghampiri rumah-rumah warga disekitar itu. Bahkan kondisinya lebih parah.

Menurut penuturan ibu Irma salah satu warga yang sempat gobrol dengan penulis, banjir kali ini bisa dikatakan lebih parah dalam aspek penanganan paska banjirnya. Karena sepanjang bantaran kali sudah dibeton, sampah-sampah yang meluap ke perkampungan menjadi numpuk tertahan beton. Berbeda dengan sebelum dibeton, sebanyak apapun luapan sampah dan barang-barang lainya pasti bisa kembali mengikuti arus air mengikuti surutnya arus sungai.

Senada dengan ibu Irma yang kelahiran kampung Pulo, sebut saja pak Jiman warga pendatang dari Pandeglang dan sudah lima puluh tahun tinggal disana mengungkapkan bila warga menganggap bencana banjir ini bukan hal yang asing, mental warga sudah siap menerima resiko apapun yang penting pemerintah tidak lepas tangan terhadap apa yang mereka alami.

Berbeda halnya dengan pak Sanusi, beliau mengeluhkan lambannya pemerintah dalam penanganan paska bencana terutama terkait tumpukan sampah yang memenuhi jalan utama sepanjang bantaran kali. Bila dulu warga bisa membuangnya lagi ke kali, sekarang tidak bisa dan tidak mungkin pula menggunakan tenaga manusia dan alat seadanya, harus menggunakan alat berat.

Tumpukan sampah dan barang-barang yang tersapu arus sungai ke pemukiman warga dan tertahan lebih dari satu hari memang sangat mengganggu. Selain mengeluarkan aroma bau tak sedap, tumpukan sampah juga menghalangi jalanan warga dan tentu menghambat aktifitas keseharian mereka.

Tidak hanya sampah, lumpur kiriman yang memenuhi pemukiman warga pun menjadi problem paska banjir. Kondisi itu membuat kenyamanan tidur dan melakukan aktifitas lainnya dirumah untuk sementara waktu tidak bisa dinikmati.

Selanjutnya, kebutuhan pangan untuk memenuhi energi tubuh tidak luput dari serangan genangan air dan lumpur. Stok pangan yang tersedia dirumah menjadi sangat tidak layak konsumsi dan berubah menjadi sampah pemukiman. Wajar bila kemudian untuk memenuhi kebutuhan pangan sementara waktu mereka mengandalkan belas kasih para dermawan.

Tidak hanya soal pangan, soal sandang pun menjadi problem ikutan bagi mereka korban banjir. Sebagian besar pakaian yang mereka miliki menjadi tidak layak pakai karena tergenang air dan lumpur. Bahkan mereka hanya menyisakan baju yang menempel pada tubuhnya dan sedikit pakaian yang sempat diselamatkan.

Yang tak kalah meprihatinkan terkait masalah sandang adalah musnahnya pakaian dalam anggota keluarga karena sapuan banjir air bah dan lumpur. Meski terkesan remeh temeh, soal pakaian dalam ternyata menjadi kebutuhan pokok bagi para korban banjir mulai dari bayi hingga manula.

Kerawanan Bencana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun