Sebagai orang yang memiliki kedalaman spiritual, Gus Dur sadar betul bahwa manusia dengan manusia lainnya harus diposisikan setara tanpa dilatari perbedaan etnis. Memusuhi, membatasi, melukai dan mencederainya sama artinya inkar terhadap kemulyaan Tuhannya. Itulah warisan luhur pemikiran Humanisme Islam Gus Dur.
Tali Batin
Berdasarkan bacaan penulis yang didapat dari buku-buku tentang Gus Dur. Tali batin beliau terhadap kaum Tionghoa tidak sekedar berkaitan dengan pembelaan terhadapnya. Lebih dari itu beliau mengadopsi banyak ilmu atas keluhuran peradabannya.
Menjadikan Imlek sebagai sebuah perayaan yang terbuka layaknya lebaran umat Islam atau Natalnya orang Kristen dan perayaan keagamaan lainnya disinyalir bagian ikhtiar Gus Dur menghantarkan warga Pribumi untuk ambil pelajaran sebanyak-banyaknya dari kaum Tionghoa.
Bahkan atas pengakuan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai orang yang selalu dekat dengan kehidupan Gus Dur, Cak Imin menyebut Gus Dur bisa menjadi presiden RI ke-4 meski bermodal dengkul adalah buah beliau belajar dari peradaban dan ilmu-ilmu Tiongkok.
Menurutnya seperti yang dilansir detik.news (12/2/2018), Gus Dur mewariskan lima unsur yang harus dijalankan manusia dalam mengikat tali kehidupannya. Pertama, memperluas jaringan. Dalam keyakinan Islam dikenal dengan silaturahim, diantara faedahnya yakni memperluas rejeki dengan berjejaring sehingga menjadi modal dan sumber memudahkan segala urusan.
Kedua, Gus Dur warisi kita hok kie (keberuntungan). Hindari sikap pesimistis dalam jalani kehidupan. Merawat optimisme adalah jalan ikhtiar bangkitkan energi positif pada diri kita dengan didasari niat baik.
Ketiga, hong shuiatau aspek spiritualitas. Setiap hubungan antara manusia dengan Tuhan harus diimbangi dengan hubungan ia dengan manusia dan lingkungan sekitarnya. Saling  menghargai setiap umat beragama adalah niscaya.
Keempat, Cheng lieatau saling timbal balik. Â Setiap diri warga harus bisa saling merasakan kebahagiaan dan kesusahan masing-masing. Egoisme atau rasa ingin menang sendiri hanya akan mencederai perasaan orang lain yang pada ujungnya akan mengaburkan kebahagiaan.
Kelima, cing cay atau kompromi. Saling tepo seliro, saling paham kebutuhan masing, saling toleransi dengan mengedepankan musyawarah untuk menjaga keputusan baik. Tidak ekslusif, merasa diri pang benar apalagi saling ngotot.
Semua unsur tadi merupakan pilar peradaban kaum Tionghoa yang selami Gus Dur dan diwariskan kepada orang-orang terdekatnya, lebih luar bangsa Indonesia yang miliki keragaman adat, budaya, suku, ras, agama dan lainnya.Â